ILU
(Air Mata)
"Hai, jadi ini yang namanya Debb?" Duma merentangkan tangannya untuk memeluk Debb, setelah Henokh memperkenalkan mereka berdua.
"He-he, akhirnya bisa denger suara kamu juga," kata Debb sambil menyambut pelukan Duma.
Mereka berpelukan beberapa detik, seperti sepasang sahabat yang sudah lama tidak bertemu satu sama lain. Keduanya merasakan ketulusan.
"Kamu cantik saat koma, lebih cantik lagi saat sudah sadar begini," ucap Debb melepas pelukannya. "Pantes aja si Iban susah pindah ke lain hati."
"Ups, apa maksudnya kalimat terakhir itu?" balas Duma jenaka.
"Ha-ha. Iya, Iban-nya dicuekin," kata Debb bercanda, tapi ada sedikit ngilu di hatinya. Sedikit.
Henokh terlihat salah tingkah. Mau tak mau, Duma merasa perlu untuk diam-diam melihat kedua iris mata Debb. Gadis itu melemparkan tatapan sepersekian detik ke arah Henokh, lalu kembali menatap Duma.
Duma menyadari sesuatu.
"Aku udah kasih jampi-jampi dari Batu Sawan, dia bisa apa?" kata Duma sambil mengerling pada Henokh yang masih terlihat kikuk. "Nanti kamu belajar dari aku aja ramuannya, biar tokcer. Kalau ramuannya pas, dia gampang luluh kok."
"Ha-ha. Oke, ntar bisik-bisik aja ya, jangan pas orangnya lagi di sini."
Debb dan Duma tertawa bersama. Hanya mereka yang tahu, mana yang candaan dan mana yang melibatkan perasaan. Tapi satu yang pasti, satu pun di antara mereka tidak memiliki pikiran buruk satu dengan yang lainnya.
Sementara itu, Henokh berjuang keras memaksa dirinya sendiri untuk bersikap santai. Ucapan Debb barusan menariknya pada ingatan tentang ciuman mereka yang tidak tuntas di Pusuk Buhit. Perutnya seperti tersengat listrik sepersekian detik, lalu senyum Duma menariknya pada seutuhnya kenyataan. Apakah dia sudah melakukan sesuatu yang jahat?
Menit-menit berikutnya, mereka bertiga sudah larut dalam percakapan hangat dengan banyak sekali tawa. Tentu saja Henokh yang mereka jadikan bulan-bulanan. Debb dan Duma tak habis-habisnya menertawakan kebiasaan cowok itu, rambutnya, gayanya yang ngasal, kamar kosannya, sampai insiden Duma yang mencuci kolornya kapan tahun itu.
"Kamu tahu gak, sejak saat itu dia gak pernah lagi punya kolor kotor. Ha-ha. Kayaknya langsung dicuci habis dipakai." Duma sampai merasakan sakit di perutnya karena kebanyakan tertawa.
"Lagian kamu juga, sih, masih pacar aja udah pakai acara cuci kolor segala."
"Lha, aku gak tahu kalau ada kolor, Debb," jawab Duma dengan memberi tekanan pada kata 'Debb'. "Tiba-tiba aja benda itu ada di antara kain yang aku rendam. Ya udah sekalian dicuci lah, masa dibuang? Tapi masalahnya, aku juga rada malu ngasih tahu dia, jadi kami gak bahas. Ha-ha. Tapi sejak itu, gak ada lagi kolor di mana pun."
"Wei, orang yang kelen omongin ada di sini!"
"Gue masih inget itu kolor warnanya apa!" lanjut Duma, tak menghiraukan Henokh.
"Bisa gak bahas kolornya disisain buat lain kali?" Henokh menoyor kepala Duma.
"Tapi lucu juga sih emang. Ha-ha."
"Bah, si Iban ini juga mau ditoyor kurasa."
"Masalahnya dia juga gak ngomong apa-apa. Dia hanya bertingkah aneh satu dua hari. Diam gak jelas. Baju kotor pun gak ada lagi, mungkin gak mau aku cuciin. Tapi, ya, cuma beberapa hari aja. Abis itu baju kotornya numpuk lagi, namanya juga cowok. Aku cuci lagi. Tapi kalau kolor emang benar-benar menghilang dari jagat raya." Duma masih mengabaikan Henokh.
KAMU SEDANG MEMBACA
HENOKH - My (Not So) Hot Pariban - ON GOING
Romance[[ATTENTION: Bacalah setidaknya dua bab, dijamin kamu bakal KETAGIHAN!!! And also, siapin jiwa dan raga untuk baper!!!]] Blurb: Saat pertama kali bertemu, Deborah Elena Hutagalung sama sekali tidak menyukai pariban yang sedang dijodohkan Bapak denga...