SEBELAS

779 69 28
                                    

BILOLANGON
(Bingung)

----
Sebelum kalian baca part ini, terlebih dahulu maafkan diri ini karena update-nya lama banget. :'( Mauliate
-----

"Eh, lu buruan masuk dong. Biar langsung jalan nih kita! Lelet amat!"

Mesin kijang Innova yang Debb sewa sudah dihidupkan sejak setengah jam yang lalu, namun Abi masih saja celingak-celinguk di luar sana seperti orang linglung. Bapak supir yang duduk di belakang kemudi pun, sudah mulai terlihat gusar.

"Tar dulu. Gua lagi nunggu guide kita nih. Ntar lagi nyampe."

"Lha, guide apaan Abiiiiii!? Kita kan gak pernah bahas tentang bawa guide. Kan ada anak-anak Mapala!"

"Udah, lu tenang aja. Berisik amat!" Suara Abi terdengar santai dan menjengkelkan seperti biasa. "Lu telepon Eko deh, mereka udah nyampe mana." Lanjut Abi.

"Udah ditelepon. Mereka baru aja turun dari Sibayak dan udah ada di bus mau langsung ke Samosir. Ntar ketemu di Tuk-tuk, katanya."

Eko dan anak-anak Mapala lainnya memang sudah tiba di Medan beberapa hari yang lalu. Rencana awalnya adalah, mereka akan mendaki gunung Sinabung, lalu lanjut ke Samosir untuk naik ke Pusuk Buhit. Namun, karena erupsi Sinabung yang akhir-akhir ini masih terus berlanjut, mereka akhirnya memutuskan untuk ke gunung Sibayak dan menikmati bunga serta buah di Berastagi.

Seperti kesepakatan awal, Abi dan Debb memang hanya akan ikut mendaki ke Pusuk Buhit. Tenda dan segala perlengkapan keselamatan, semuanya disiapkan oleh anak-anak Mapala. Debb dan Abi hanya akan menjadi partisipan (Awalnya, Eko tidak setuju Abi dan Debb ikut mendaki ke Pusuk Buhit. Anak mami, katanya. Namun, karena Debb kukuh membujuk dengan iming-iming membayar biaya hotel selama di Samosir, Eko akhirnya luluh).

Mengingat Pusuk Buhit, mau nggak mau pikiran Debb juga melayang ke Henokh. Padahal, Debb sangat ingin bahwa perjalanannya ke Pusuk Buhit bisa dilakukan bersama pariban yang menjengkelkan itu.

Ingin rasanya Debb punya keberanian untuk menghubungi Henokh. Walau sekedar hanya untuk berdebat pun, tak apa. Kesal, iya. Tapi Debb tak bisa membohongi hatinya. Ada kerinduan untuk pria itu yang tidak bisa ia tentang.

Debb masih tidak habis pikir tentang keberatan yang dilontarkan Henokh atas niatnya ke Pusuk Buhit. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, sebenarnya. Debb sudah membaca berbagai artikel dari beberapa traveler wanita, dan review mereka tentang Pusuk Buhit selalu terkesan menyenangkan. 'Medan-nya pun tidak terlalu sulit!" Tulis mereka. Lalu, letak masalahnya di mana?

Namun, Debb menyesali sikapnya yang kekanakan. Henokh boleh saja tidak setuju tentang pendakian Pusuk Buhit ini. Tapi, harusnya mereka tidak perlu saling mendiamkan satu sama lain jika sejak awal Debb bisa mengendalikan emosi dan tetap menjalin komunikasi dengan Henokh.

Jika Henokh tidak bersedia menjadi guide mereka, ya mau bilang apa. Tapi, tidak berbicara dengan pria itu selama beberapa hari ternyata sangat tidak menyenangkan. Bodohnya, Debb malah membiarkan dirinya berharap bahwa Henokh akan meneleponnya dan meminta maaf. Dan kini, saat semuanya sudah terlanjur dalam, Debb tidak tahu bagaimana harus menghubungi pria itu dan bagaimana harus memulai pembicaraan.

Ah, sudahlah.

Eh, tunggu dulu ...

Bukannya Abi tadi bilang sedang nunggu guide?

Apa mungkin ...

"Nah, tuh guide-nya udah nyampe dengan selamat sentosa."

Suara Abi yang riang memutus komunikasi Debb dengan diri sendiri.

HENOKH - My (Not So) Hot Pariban - ON GOINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang