BINTANG NA RUMIRIS - Part 1
[Bintang-Bintang Berjejer]"Baiklah. Sebelum mendaki, aku ingatkan kalau medan yang akan kita daki adalah daerah yang kental dengan nuansa mistis. Kalian tidak harus percaya, tapi kalian diminta untuk menaati aturan-aturan yang berlaku. Tidak boleh cakap kotor, tidak boleh melakukan hal-hal yang tidak senonoh, tidak boleh menunjuk ke sembarang tempat, dan kalau kebelet, ucapkan 'sattabi Oppung' saat akan buang air kecil atau besar."
"Sattabi oppung." "Satabi opung." "Setabi opong." Beberapa orang menirukan dengan antusias, meskipun dengan pelafalan yang kurang tepat.
"Ya. SATTABI, OPPUNG. Yang artinya: 'permisi, Oppung'. Dengan begitu, kita menghormati apapun yang berdiam di sekitar gunung ini, yang terlihat maupun yang tidak terlihat. Jika –hanya jika— mendengar suara-suara aneh, abaikan saja dan tetap dekat satu sama lain. Kalian tidak harus percaya, seperti yang sudah aku katakan tadi. Namun, mohon kerjasamanya untuk mengikuti aturan, agar perjalanan kita malam ini bisa terlaksana dengan baik."
Orang yang sedang memberikan penjelasan adalah Bang Tumpal, satu dari tiga orang pendaki lokal yang akan menemani Debb dan rombongan untuk mendaki malam ini. Mereka sudah terbiasa naik-turun gunung Pusuk Buhit dan sudah hapal dengan medan yang akan mereka tempuh serta segala hal yang boleh dan tidak boleh untuk dilakukan, sehingga layak untuk dijadikan guide.
Debb mengecek handphone-nya.
Pukul 00.45 dini hari.
Sejak awal memang sudah ditentukan bahwa pendakian akan dilakukan dini hari untuk menghindari panas terik matahari. Pendakian ke puncak Pusuk Buhit akan menghabiskan waktu kurang lebih lima jam perjalanan dari jalur biasa. Dengan perkiraan waktu tersebut, diharapkan bahwa rombongan akan tiba di puncak persis saat matahari mulai terbit. Menyaksikan keindahan Danau Toba dilapisi oleh indahnya cahaya mentari pagi.
Saat ini mereka sedang membentuk lingkaran di kaki Pusuk Buhit, mendengarkan pengarahan dari para expert sebelum melakukan pendakian. Suara jangkrik dan binatang-binatang malam saling bersahutan, berdesakan dengan suara angin yang menyapu rumput dan pepohonan di sekitar mereka. Langit berada tepat di atas kepala tanpa terhalang oleh apapun. Sungguh, Debb tidak pernah melihat bintang sebanyak itu seumur hidupnya. Seolah berada di luar angkasa, melayang di antara benda-benda langit yang memesona.
Tidak ada kebisingan kota, tidak ada suara motor ugal-ugalan, tidak ada klakson beraneka bunyi, tidak ada suara printer atau keyboard ... damai. Segala yang tersaji malam ini adalah keindahan ibu pertiwi bernuansa gelap dengan wangi pinus dan rumput basah menguar di udara. Lebih menenangkan dibanding aroma parfum Channel Nomor Lima yang dipakai Debb untuk acara-acara penting.
Ditambah hangat tubuh Henokh yang kini berdiri di sebelah kirinya.
Entahlah. Malam ini –seperti orang-orang lain dalam lingkaran itu--, Debb mengenakan jaket tebal dengan sarung tangan dan beanie hat menutupi kepala. Tapi tetap saja, tubuh Henokh sepertinya memiliki kehangatan berlebih sehingga Debb bisa merasakan hawanya merembes dari bahu kanan pria itu --yang menempel dengan lengan kiri Debb--, menerobos lapisan-lapisan kain tebal yang menutupi tubuh mereka berdua. Dinginnya udara malam membuat Debb ingin semakin menempel dekat dengan pria itu, semakin dekat, hingga meringkuk di pelukannya. Debb masih sempat berpikir apakah membayangkan hal-hal yang kurang pantas juga tabu untuk dilakukan saat ini? Karena tiba-tiba saja Debb membayangkan dirinya menelanjangi diri sendiri untuk kemudian menyelusup dari bawah jaket Henokh dan menikmati kehangatan tubuh pria itu langsung di pori-porinya. Seperti bayi yang didekap ayahnya ketika demam.
"Baiklah ..." Ada beberapa penjelasan Bang Tumpal yang Debb lewatkan, namun kini yang terdengar adalah suara Eko --ketua MAPALA-- membuyarkan pikiran kotor Debb. "Sebelum berangkat, kita hitung dulu ya. Dimulai dari gue dan lanjut ke kiri. Satu ..."
KAMU SEDANG MEMBACA
HENOKH - My (Not So) Hot Pariban - ON GOING
Romance[[ATTENTION: Bacalah setidaknya dua bab, dijamin kamu bakal KETAGIHAN!!! And also, siapin jiwa dan raga untuk baper!!!]] Blurb: Saat pertama kali bertemu, Deborah Elena Hutagalung sama sekali tidak menyukai pariban yang sedang dijodohkan Bapak denga...