2.Not my biased.

6.6K 490 8
                                    

Lelahnya...

Setelah berjam-jam menunggu hasil tes pendaftaran di kampus baruku ini cukup melelahkan.

Matahari mulai naik dan memancarkan sinar yang cukup terang.

Tapi tidak dengan suhu nya yang masih terbilang dingin bagi pengunjung baru sepertiku.

" Hana, semua sudah selesaikan? " tanyaku melelahkan.

" Emmm.. " Hana mengecek beberapa berkas.

" Ah, sudah. "

" Sungguh? ah akhirnya aku bebas juga dari siksaan ini. "

" kau ini.. "

" kau tahu Hana? Kita menunggu hasil itu selama 2 jam. Sungguh hari yang sangat melelahkan. "

" Ini belum seberapa. "

" maksudmu? "

" setelah kau diterima dikampus ini kau harus bangun pagi untuk berangkat. Dan ingat, jangan sampai kau telat. "

" Astaga Hana, kuliahnya saja belum mulai dan kau sudah sebawel itu. " sindirku pada Hana.

" Aku hanya mengingatkan. "

" Terserah saja. " ucapku memalingkan pandangan.

Tenggorakanku kering sekali. Perutku juga lapar.

Aku merasakan perutku yang sudah berdering. Ah,lebih tepatnya berbunyi membutuhkan makanan.

" Emm..Hana, kau tidak lapar? " tanyaku.

" Tidak. Lagi pula aku sudah sarapan roti tadi pagi. "

Itu bagimu. Tapi tidak bagi perutku yang masih kosong.

" Aku lapar. Dan aku juga haus. "

" kalau begitu makanlah. "

Aku Mendengus kesal.

" Hfhhh.. Kau ini. Bagaimana aku bisa makan jika aku tidak tahu tempatnya. "

" Ah benar juga. Jadi kau mau makan kemana? "

" Terserah, yang penting aku bisa makan dengan kenyang. "

Aku sudah tak sabar ingin segera melahap makanan. Perutku sudah tidak tahan. Astaga, cobaan macam apa ini.

" Kajja, ikut aku. " ucap Hana menarik tanganku pergi dari calon kampusku itu.

.
.
.

Hana POV.

Aku menarik tangannya keluar dari kampus itu. Dan segera mencari taksi. Tak lama taksi lewat dihadapan kami, tanpa menunggu lama aku dan Yuna langsung naik kedalam taksi itu.

Aku dan Yuna tak saling berbicara selama didalam taksi. Hanya hening yang mendatangi. Entahlah, sepertinya anak ini benar- benar kelaparan.

Aku menoleh ke arah Yuna yang sedang memperhatikan jalanan sekitar kota seoul. Dan hanya menatapnya dengan tatapan kosong.

Taksipun berhenti.

Sesegera mungkin aku dan Yuna turun. Setelah membayar taksinya, aku mendapati sebuah cafe klasik yang berada diserbang jalan kami.

" Kita makan disana? " tanya Yuna.

" Eoh, disana. "

Kami memasuki Cafe itu, tempatnya cukup besar, kursinya pun cukup nyaman. Aku langsung mengantar Yuna menuju kursi dan meja kosong dipojok ruangan.

" Jadi kau mau makan apa? " tanyaku.

" aku tak tahu, pilihlah untukku. "

" jangan tanya padaku. Tanyakan saja pada perutmu itu. "

Im A FangirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang