Mengetahui kenyataan itu terkadang selalu membuatku berpikir, apa yang harus kurencanakan untuk selanjutnya?
--
" Bagaimana keadaannya sekarang? "
Hana tersender pada dinding kulkas tempat ia berkerja paruh waktu saat ini seraya mendekatkannya ponselnya ditelinga.
"Syukurlah.."
Keringat dipelipisnya sudah ada sejak tadi. Mungkin efek hari libur yang membuat pengunjung dan cafe ini semakin ramai.
" Ibu tidak perlu mengkhawatirkanku."
Kini Hana tertunduk.
Pikirannya kini sangat fokus pada tujuannya sekarang. Bekerja, bekerja dan bekerja. Penghasilan lebih musti ia dapatkan sesegera mungkin dalam waktu kurang lebih 2 bulan.
" Aku akan baik-baik saja. Soal tagihannya biar aku saja yang urus. Ibu tidak perlu mencemaskanku. "
Kini air matanya terjatuh setetes di kata kanannya. Ia betul kerasakan suatu perasaan yang sangat pedih kali ini.
Genggaman ponselnya semakin dipererat. Ia benar-benar bertekad untuk sekarang dan kedepannya.
" Ayah akan segera sembuh. Dan harus sembuh. Kumohon ibu untuk tenang. Aku yakin dokter bisa menanganinya." Hana merasa sesuatu dalam dirinya bergetar hebat.
" Ibu jaga diri baik-baik ya. Ayah juga. Aku akan segera kembali. Aku merindukan kalian. "
Tut.
Sambungan telfon terputus.
Hana menurunkan ponselnya dari telingga. Kemudian ia menatap nanar dan kosong kepada dinding dihadapannya.
Orangtua adalah fokus pikirannya sekarang.
Entah sejak kapan ia benar-benar hingga hampir melupakan kota asalnya.
Anyang.
Berada di Seoul tidaklah mudah dari yang diharapkan. Bekerja tak menentu dan memulai harapan banyak semua dimulai dari sini.
Bahkan satu tempat tinggal dengan Yuna saja sudah membuat beberapa beban dananya mengurang. Ia sangat bersyukur akan hal itu.
Setidaknya uang untuk menyewa kos dahulu bisa ia tabung dan dimanfaatkan dengan kebutuhan yang terpenting dan mendesak.
Seperti saat ini,
Hana rela menguras tenaga hanya untuk menjadi pekerja paruh waktu disebuah cafe.
Gaji yang tidak begitu besar. Tapi setidaknya itu bisa membuatnya bertahan hidup dan menafkahi keluarganya di desa.
Sebagai anak tunggal justru membuat Hana kembali berpikir.
' Siapa lagi jika bukan aku? '
Itu yang pertama kali terlintas.
Hanya dirinya satu-satunya yang bisa diandalkan saat ini.
Bahkan keinginan merantau ke Seoul semacam ini adalah kehendaknya.
Apapun pekerjaannya. Apapun jenisnya. Yang terpenting adalah menjalani hidup dan bisa memenuhi kebutuhan hidupnya lebih baik.
Ia sadar bahwa dirinya bukanlah keluarga dari keturunan yang kaya raya akan harta.
" Ayah, apapun yang terjadi. Tetap bertahanlah.. "
.
.
.
.
.
.Jimin baru saja menepi di dorm. Setelah berbagai acara perihal comeback stagenya, ia baru diberi waktu untuk rehat.
Kepopularitas BTS bukan main-main saat ini. Bahkan berbagai situs telah digandrungi oleh lagu-lagu milik mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Im A Fangirl
Fanfiction[BELUM REVISI PART 1-20] Insiden itu kembali terulang. Dimana karir adalah posisi yang paling utama. Kemudian segala bentuk dari segala apa yang dilakukan musti selalu ada batasannya. Dunia entertain yang sangat diawasi dan diperketat oleh aturan. B...