39. Difficult

1.2K 98 9
                                    

Seperti petir yang menyambar pepohonan. Aku rapuh untuk saat itu juga.

---

Ponsel gadis itu bergetar mengeluarkan beberapa notifiksi yang berhamburan. Merasa terusik, tetapi Yuna tetap mengabaikan hal tersebut.

Suasana seakan hening, sepi dan dingin. Gorden dibalik jendela berterbangan karena adanya angin. Yuna tahu, malam ini benar-benar hujan deras.

Ia melupakan sesuatu jika jendela kecilnya itu masih sedikit terbuka.

Yuna berdiri dari kursi tempatnya belajar, ia melangkahkan kaki menuju gorden tersebut berniat untuk menutup rapat jendela tersebut.

Jika sudah seperti ini, ia akan mengingat Hana. Namun sayangnya gadis itu dalam perjalanan pulang menuju Anyang.

Mulai malam ini, Yuna akan mencoba hidup mandiri. Benar-benar tanpa seorang pemandu atau teman. Memang sulit, tapi ia mencoba untuk menghadapinya. Ia bisa mengerti keadaan Hana yang sangat mengkhawatirkan kesehatan Ayahnya.

1 menit.

Yuna merenung melihat derasnya hujan dibalik jendela. Ada embun disana. Entah kehendak darimana, tangan Yuna terangkat begitu saja. Jari telunjuknya menyentuh kaca yang berembun.

Pikiran seolah kosong begitu saja. Ia mengukir sebuah pola disana. Sebuah pola tanda tanya.

Entahlah, itu terukir begitu saja oleh jarinya.

Yuna merasa seakan ada sesuatu yang menghilang begitu saja didalam hidupnya.

Terlebih lagi seseorang yang selalu sukses membuat sudut bibirnya terangkat.

Jimin.

Laki-laki itu tidak ada kabar satupun.

Mungkin dipikiran Yuna, Jimin benar-benar sudah melupakannya.

Semenjak kejadian tersebut, Jimin tidak memposting apapun diakun twitternya termasuk selca.

Jimin seperti menghilang tak ada kabar bagi ARMY.

Tapi Yuna juga tidak ingin lagi terlalu mencampuri seperti dahulu.

Cukup sudah. Mungkin ia tidak diperkenankan untuk menggilai laki-laki itu lagi.

Auranya sangat berubah. Terlebih lagi jika Yuna mengingat banyak foto Jimin digaleri ponselnya.

Entahlah, mungkin 3000-5000 foto. Atau mungkin lebih.

Bahkan saat ini Yuna enggan untuk membuka galerinya.

Jika mengingat, bahkan Yuna dan Jimin tidak memiliki selca berdua sekalipun. Aneh sekali, padahal dahulu mereka selalu terlihat berdua.

Tapi nyatanya tidak. Yuna tidak ingin meminta hal apapun yang lebih. Bahkan hingga saat inipun.

Yuna merasa harus hidup seperti layaknya orang normal.

Yuna menunduk, kemudian ia berjalan dan kembali duduk dikursi meja belajarnya.

Ia melirik sekilas.

Notifikasi diponselnya kembali bermunculan. Sangat banyak.

Entah berita apa itu, tapi Yuna berusaha fokus pada buku tulis putih dimejanya.

Tangannya mukai mengenggam bolpoin, Yuna kembali berpikir, apa yang harus ia tulis dalam tugasnya saat ini.

Ini tidak seperti biasanya, sebagai salah satu orang yang mengambil jurusan sastra seharusnya sudah terbiasa oleh suatu paragraf yang panjang.

Tapi apa ini? Bahkan untuk menulis satu bait puisi pun rasanya sangat sulit.

Im A FangirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang