Saat kaki mulai melanngkah untuk petualangan, detik itu pula, bersiaplah dengan teka-teki dan halangan.
Berdiri disebuah halte seorang diri, mengenakan pakaian lengan panjang berwarna biru tua dan jeans hitam, rambutnya dikuncir kuda, lengkap dengan sebuah ransel abu-abu yang melekat dipunggung kecilnya. Tangannya melambai kala melihat sebuah bus melaju kearahnya, kaki jenjangnya dengan cepat menaiki anak tangga bus, lalu dia mendudukan tubuhnya disebuah kursi baris kedua dari depan, tak ada seulas senyum diwajah cantiknya. Sorot mata tajamnya sesekali mengendarkan pandangan.
Tatapan mata dan garis wajahnya cukup menegaskan jika dia bukan sosok gadis lemah lembut yang ayu khas anak bangsawan.
Selama perjalanan ia hanya menghadirkan satu ekspresi diwajah jelitanya "dingin". Padahal seorang pria cukup tampan duduk disebelahnya dengan sesekali mencuri pandang padanya, namun dia tak memberikan reaksi apapun selain diam, seolah hanya dirinya seorang diri dalam kendaraan besar itu.
Dia adalah CHIARA,
pandangan matanya fokus tertuju pada buku yang terbuka dihadapannya. Sekilas orang melihat akan mengira jika dia tengah asik dengan bacaan, tapi pada kenyataanya tak ada yang dia baca, melainkan ia tengah mempelajari sebuah peta yang terselip dalan buku tersebut.Sebuah peta menggambarkan kota Gauri, tempat asalnya dan pulau Busur, sebuah pulau asing yang menjadi tujuannya.
Bus yang ditumpanginya sampai di pintu pelabuhan, Chiara bergegas turun dengan cepat. Langkahnya tenang menyusuri area pelabuhan sembari menikmati aroma laut, sepanjang jalan yang dilaluinya ia banyak berpapasan dengan para nelayan yang berlalu lalang membawa keranjang berisi ikan, hasil tangkapannya.Langkah Chiara tetap tegap meskipun bau amis menyeruak menusuk indra penciumannya, tapi dirinya tak terpengaruh sedikitpun.
Pikiran chiara berkelana saat dimana ibunya terbaring lemah dipuskesmas.***
"Pergilah ke pulau Busur, kamu cari markas dark circle. Temui Leo pimpinan mereka, setelah itu berikan ini padanya " pinta bu Asih dengan menyodorkan sebuah kotak kayu berukuran sedang dan sebuah amplop yang chiara tebak itu adalah sebuah surat.
"Lalu setelahnya turuti apapun yang Leo perintahkan. Apapun itu!" imbuh bu Asih pelan.
"Tapi bu, " kalimat Chiara terpotong oleh ucapan bu Asih berikutnya
"Disana kamu harus kuat, jangan pernah percaya pada orang baru, uhuk, uhuk " ucap bu Asih sambil terbatuk-terbatuk.
"Tapi kalau Chiara pergi, bagaimana dengan bunda?" Chiara bertanya dengan suara bergetar.
"Disini ada banyak perawat yang menjaga bunda. Chiara mau bunda bahagia kan?" tanya bu Asih yang dijawab anggukan lemah putrinya.
"Kalau begitu, bunda mohon, kamu mau ya, penuhi permintaan bunda?" tanya bu Asih kembali dengan penuh harap.
Chiara terdiam sesaat, dia menatap wajah ibunya lama, jelas sekali tersimpan sebuah pengharapan besar diwajah tuanya yang sayu itu, memaksa Chiara untuk mengiyakan.
"Iya, Chiara akan kesana untuk bunda." jawab Chiara lemah dengan wajah tertunduk menatap lantai.
Bu asih menangkup wajah putrinya, dia menatap tenang wajah sang anak, sebelum akhirnya bersuara.
"Ingat pesan bunda, kau harus bisa menahan diri dan cerdas dalam menggunakan isi kepalamu."
***
Air mata Chiara meluruh saat ingatan tentang ibunya melintas, namun ia segera menghapusnya dengan kasar. Ia bergegas menghampiri para nelayan yang tengah sibuk dengan perahu-perahunya yang berjejer rapi.
"Maaf, permisi. Bisa antar saya ke pulau Busur ?" ucap Chiara tenang menyampaikan maksud tujuannya.
"Pulau busur?" ucap salah seorang nelayan yang dihampirinya ragu."Yah, apa bapak bisa tolong antarkan saya ke pulau Busur?" ucap Chiara kembali meyakinkan sang nelayan.
Mendengar penuturan ulang chiara yang tegas dalam sikap tenangnya, wajah sang nelayan seketika mengeras, pula keningnya berkerut, ia menatap Chiara dengan tatapan yang sulit diartikan."Jadi apa bapak bisa antar saya ke sana?" ulang Chiara kembali.
"Saya tidak tahu." jawab nelayan itu dingin sambil menggelengkan kepalanya cepat.
Jawaban yang sama pun Chiara dapat dari nelayan lain yang dia hampiri. Tak ada jawaban yang memuaskannya karena semuanya hanya memberikan satu jawaban yang hampir menyulut kesabarannya " SAYA TIDAK TAHU "."Aneh, benarkah semua nelayan yang ada disini tak ada yang tahu pulau itu? Padahal sudah jelas dari peta yang aku bawa, pulau itu ada dan perjalanan ke sana dimulai dari sini." gerutu Chiara dalam hati penuh heran.
Chiara terus melanjutkan langkahnya dengan kesal diikuti tatapan mengintimidasi para nelayan yang terang-terangan menatapnya seolah dia adalah seorang tersangka atas sebuah tindak pidana, membuatnya ingin menyembur mereka dengan kalimat-kalimat pedasnya.
Langkahnya terhenti oleh rasa lapar yang mendera, ia rehat sejenak duduk diatas sebuah balok usang yang tergeletak diatas pasir, mengambil roti dari dalam tasnya dan sebuah buku yang dimana terselip sebuah peta tentang pulau busur.
Kening Chiara berkerut sempurna, ia menatap serius apa yang ada dihadpannya sambil menggigit roti ditangan kanannya. Jemari lentiknya asik menelusuri tiap detail gambar yang terdapat dalam peta miliknya sembari meneliti. Jarinya menunjuk gambar pulau yang menjadi tujuannya, sebuah pulau kecil yang lebih mirip tempurung kura-kura dengan kepala dan ekornya. Sangat jauh dari kata mirip sebuah busur panah. Entah apa yang menjadi alasan pulau itu disebut pulau Busur, ia tak peduli. Dalam gambar peta yang dibacanya, bentuk kepala adalah semenanjung yang diperuntukkan sebagai pelabuhan, sedangkan ekor adalah semenanjung lain yang berupa hutan perawan.Chiara termenung sesaat menikmati kesunyian yang hanya dihiasi oleh nyanyian ombak menyapu pantai. Sampai sebuah suara mengejutkannya.
"Ke pulau busur?"
Chiara terperanjat siapa pemilik suara berat yang bertanya, ternyata seorang pria paruh baya tengah berdiri tenang disebelahnya dengan penampilan layaknya preman lengkap dengan jaket kulit, serta tato di area lehernya.
"Bawa barang ?" tanya pria tersebut sedikit berbisik pelan tepat ditelinganya. Chiara spontan mundur beberapa langkah, tangannya langsung memeluk ransel miliknya erat. Mata chiara menatap pria yang tengah menatapnya penuh arti itu dengan waspada."Barang?"
Keningnya berkerut, ia tak paham maksud pria dihadapannya. Sedangkan
pria aneh itu semakin menatapnya penuh arti sambil tersenyum miring melihat pelukan erat Chiara pada ranselnya, seolah ia mendapat jawaban."Pergilah ke arah barat, di bawah pohon kelapa, kau akan bertemu nelayan tua." ucap pria itu dingin.
" Jangan berhenti, sebelum kau menemukannya." lanjutnya menujuk ke arah barat.
Chiara mengikuti arah telunjuk itu, hanya terlihat hamparan pasir yang luas.
"Apa nelayan itu, bisa antar saya ke,"
Chiara menoleh terkejut, ia meraba tengkuknya yang merinding, menyadari orang yang diajaknya bicara, sudah tiada.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
DARK CIRCLE
ActionHidupnya berubah saat usianya menginjak 20 tahun. Berawal dari amanah sang ibu yang memintanya untuk mengunjungi tempat asing yang belum pernah ia datangi. Tempat penuh misteri yang menuntunnya pada petualangan penuh tantangan. Tempat yang membuatny...