2. Markas DC

375 28 2
                                    

Chiara meraba tengkuknya yang Merinding, ia berjalan cepat mengikuti arahan pria tak dikenal itu. Ia terpaksa karena tak ada pilihan lain.

Melangkah mengikuti gerak matahari merambat, berjalan terus hingga sepatu hitamnya telah bergelut dengan pasir, Chiara tak peduli, ia ingin segera menemukan nelayan di bawah pohon kelapa itu.
Wajahnya telah banjir keringat, peluh menetes tanpa henti. Sang Surya mengajak bersembunyi, sinar kekuningan timbul pertanda senja telah tiba namun pohon kelapa itu tak kunjung ditemukannya.

Chiara memegangi pinggangnya, lelah. Ia menoleh ke arah timur, ada keraguan dalam hatinya.

Apakah orang itu membohonginya?

Apakah ia harus kembali?

Chiara menggeleng, membulatkan tekadnya. Ia menegak minumannya hingga tandas dan kembali melanjutkan langkah, jika saja kakinya bisa bicara, ia akan berteriak memberontak.
Rasanya Chiara ingin menyerah, ia mengusap peluh dipelipisnya, matanya menyipit ketika sinar matahari menyoroti pohon kelapa lengkap dengan perahu di bawahnya.
Chiara bersorak, suaranya serak.
Dengan tenaga terakhirnya ia berlari, meski tinggal 20 meter dari tempatnya, tapi terasa sangat jauh dan berat, letih yang dirasanya seolah kakinya sedang menyeret benda berat.

****

"Maaf, permisi kek?" tegur Chiara pada lelaki tua yang tidur di sampan.

Kakek itu membuka matanya perlahan, seolah tak terkejut Chiara membangunkan tidurnya.

"Kakek bisa antar sa_"

"Ya!" potong sang kakek dingin, wajahnya yang pucat membuat Chiara kembali merinding.

***

Chiara duduk diatas sampan sambil memeluk lututnya, ia menggerakkan gigi, menggigil karena kedinginan. Angin berhembus menembus kulitnya hingga menusuk tulang. Ia mengusap-usap tangan lalu lengan secara bergantian, untuk mengusir dingin yang tanpa henti menyerang. Tapi usaha Chiara tak berarti apa-apa, angin malam terus bertiup seiring ombak yang mengobang-ambingkan sampan.

Chiara melirik kakek yang sedang mendayung, menyeimbangkan sampan agar tak tergulung oleh ombak. Kakek itu tak terlihat kedinginan sama sekali. Chiara bergidik, heran sekaligus was-was. Dia sadar kepergiannya ini adalah hal gila, apalagi begitu percaya pada orang yang baru ditemuinya. Tapi Chiara yakin, sorot lampu kelap-kelip yang terlihat dari kejauhan itu adalah pulau Busur.

Meski sesekali kilasan keraguan menghampirinya, menyadari sepanjang perjalanan kakek dihadapannya tak berucap, meski hanya satu kata.

Di bawah remang-remang sinar rembulan kakek nelayan menatap Chiara, seolah mendengar isi hati gadis itu.
Ia membuka tasnya

"Pakai ini."

Kakek itu menyodorkan jeket tebal, Chiara menerimanya dan terkejut saat menghirup aroma wangi jaket itu. Aroma parfum khas anak muda, hampir mirip dengan parfum teman-teman pria di sekolahnya dulu. Bedanya wangi jaket itu tercampur dengan khas aroma laut.

"Terima kasih kek." tutur Chiara memakai jaket, ia merasa tubuhnya lebih hangat, seolah terhipnotis Chiara menguap, perlahan ia menutup mata dan terlelap dengan kepala bersandar pada lututnya.

***

Perahu mendarat di semenanjung ekor, pulau Busur.
Chiara turun melepas jaket lalu ia serahkan pada kakek, tak lupa mengucapkan terima kasih serta memberi ongkos.

Chiara melangkah gamang, ada keraguan dalam hati, melihat hutan yang begitu sunyi. Sesekali angin berhembus membelai rambutnya, Chiara melangkah tapi hatinya tak tenang, ekor matanya melirik ke arah kiri, seperti ada bayangan yang mengikuti. Chiara menoleh, senter ia arahkan ke segala penjuru tapi tak ada apapun.

DARK CIRCLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang