19. Plan B

257 35 80
                                    

Jika dia tak melindungiku, nyawaku sudah melayang, beberapa bulan yang lalu.

****

"Brengsek!"unpat Lucio untuk sekian kalinya, diiringi kepalan tangan yang mengenai wajah seseorang. Begitu terus tanpa henti, karena dia dikroyok anggota Naga Hitam. Musuh seolah tak ada habisnya, terus berdatangan, dari anak tangga, seolah mereka dapat berkembang biak dengan cepat.
Namun sesungguhnya umpatan itu tak semata-mata ia luapkan pada musuh, karena ia baru saja mendengar percakapan Chiara dan juga Regan.

Lucio kembali merasa dikhianati, untuk kedua kalinya, bahkan oleh Chiara, sosok yang begitu ia lindungi.

Bug!
Lagi, sasaran empuknya adalah wajah musuh didepannya, Lucio tampak berang, dikroyok delapan orang pun ia tak gentar.

Bahkan salah satu anak buah DC, bergidik ngeri, ia menyaksikan di depan mata, seakan tangan Lucio terbuat dari batu, hingga sekali pukul, musuh terduyun mundur. Tiga kali pukul, wajahnya hancur.

Tendangan Lucio tak kalah seram, dia menendang apa saja untuk pelampiasan, ia juga tahu apa yang terjadi pada Aaron di atas sana. Sedang mempertaruhkan nyawa sendirian. Dan kini Chiara memperburuk keadaan.

Di sudut ruang, seseorang duduk, ongkang-ongkang kaki, tangan kirinya memegang cerutu, sesekali ia hisap, sedangkan tangan kanan memainkan pisau kecil, yang siap dilempar kapan saja.

Ia melihat anak buahnya satu persatu tumbang, namun ia jutru tertawa, seakan ia begitu senang melihat Lucio berang.
Sejak tadi yang dia perhatiakan jutru Lucio, bukan anak buahnya yang kurus kering, seperti kurang gizi itu.

Lucio pun tahu, Hugo sejak tadi memperhatikannya, sesekali tertawa mengejeknya. Lucio mengakui, bahwa Hugo lebih pintar dalam strategi, dia belum ada apa-apanya, bahkan plan B yang ia rancang pun terancam gagal total.

Usai menumbangkan pasukan Naga Hitam yang berjumlah puluhan dan anak buah DC pun ikut terkapar, Lucio dengan gagah menghampiri Hugo.

Tawa mengejek kembali terdengar, seolah tak peduli Lucio berdiri dihadapannya, Hugo kembali menghisap cerutu-nya.

"Kau sudah merencanakan ini jauh hari?" pertanyaan itu seolah sudah terjawab dengan sendirinya, saat Hugo menaikkan tangannya, meminta anak buahnya yang turun dari tangga, berhenti melangkah. Entah berapa jumlahnya, Lucio malas berhitung.

"Apa maumu!" bentak Lucio tak sabar.
Namun hanya di jawab Hugo dengan tawa, seolah pertanyaan Lucio begitu lucu.
"Bergabunglah denganku."

"Apa?" Lucio seperti salah mendengar.

"Selagi aku berbaik hati, bergabunglah."

"Tidak!"

"Kau akan menyesal Lucio."

"Tidak akan!"

"Sekarang dua nyawa berada di tanganku." Hugo kembali menghisap cerutunya. "Adik-adik kesayanganmu."

"Kau tidak akan bisa menyentuhnya!"

Hugo kembali tertawa.

"Sampai kapan pun, aku tidak sudi bergabung dengan mafia menjijikan ini!"

"HAHAHAHA" tawa Hugo semakin kencang. "Kita lihat nanti, siapa yang menjilat ludahnya sendiri." Hugo tertawa, dan melambaikan tangan, anak buahnya pun berbondong-bodong datang, dan menyerang Lucio secara bersamaan.

****

Arga menarik Chiara memasuki lift, usai pintu tertutup Chiara meraba telinganya, dia baru sadar bahwa suara-suara Lucio sudah tak terdengar.

DARK CIRCLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang