5. Bunda

350 31 19
                                    

Lucio menghubungi ayahnya untuk melaporkan kedatangan Chiara. Tetapi Leo jutru membahas Hugo yang tak lain adalah musuh mereka, yang bisa menyerang kapan saja, bahkan bisa menyusup ke markas mereka.

Leo memerintahkan Lucio untuk waspada dan bersiap-siap.
Lucio segera memberi tahu kabar itu pada Aaron dan memerintahkan untuk menyiapkan pasukan darurat.
Sedangkan dia bergegas ke gudang senjata.

Saat ia berkonsentrasi memilah senjata dibalik almari besi, ia merasakan seseorang menelusup ke gudang senjata.

Awalnya Lucio mengira itu Aaron, karena selain ayahnya hanya Aaron yang diperbolehkan masuk.
Namun ia curiga dengan orang tersebut, dan menyadari jika bukan Aaron.
Saat orang itu hendak kabur, ia segera menghadang dan mencengkram tangannya.

"Mau apa kau?" tanyanya dengan suara berat.

Chiara menelan ludah, melihat Lucio berpakaian serba hitam dan menatapnya garang.
Berbeda dengan pria yang menyambutnya dengan senyuman manis beberapa waktu lalu.

"Aku, saya, saya mencari kamar kecil." jawab Chiara gugup.

Lucio bukan orang yang mudah percaya, matanya menyelidik dari kepala hingga kaki Chiara.

"Keluar! Ini bukan tempatmu." ucapnya dingin. Menunjukkan wajah tanpa ekpresi sambil membuka pintu lebar-lebar.

Dengan detak jantung yang begitu cepat, Chiara keluar ruangan. Saat pintu ditutup rapat ia kembali tersadar.

"Dimana toilet-nya?"

***

Chiara kembali mencari toilet, lagi-lagi melangkah meraba dinding. Matanya menyipit, dari kejauhan ia melihat lampu taman, telinganya pun menangkap suara-suara. Mempercepat langkah dan menajamkan pendengaran Chiara menyimpulan suara yang ia dengar seperti perkelahian.

"Karna hari sudah pagi, latihan cukup sampai disini!"

"Siap!" terdengar serentak.

Ragu-ragu Chiara berjalan, meski masih ada ketakutan dengan orang-orang di markas ini, namun ia ingin ke kamar kecil, berharap ia bisa bertanya pada siapa saja dan memberi tahu letak toilet berada.

Tepat ketika Chiara berpijak di ujung lorong, di hadapannya adalah pintu-pintu berjajar, lebih tepatnya seperti lima bilik kamar mandi yang berjajar rapi.

Toilet itu terletak sepuluh meter dari tempatnya berdiri, terhalang halaman berupa rumput hijau.

Matahari mulai mengintip malu-malu, memperjelas bila diding bilik itu warna biru.

Langkah Chiara spontan berhenti melihat barisan pria berlari, serentak mereka melepaskan pakaian atas, berburu pintu-pintu yang terbuka, menyisakan sedikitnya lima, ralat enam orang yang berdiri menunggu.

Mata Chiara terhenti pada sosok yang berdiri paling belakang, masih mengenakan kaos warna hitam tanpa lengan.
Pria itu sedang meregangkan badan, sinar matahari pagi seolah menjadi pengiring gerakan yang diakhiri dengan kedua tangan bertengger pada pinggang.
Kulitnya yang coklat tampak mengkilat akibat keringat.
Tak perlu berkumandang bahwa pria itu indah untuk dipandang.

***

Aaron mengerutkan kening, melihat teman-temannya bukannya masuk, tapi malah kasak-kusuk.
Bilik kamar mandi masih ada yang terbuka, tapi mereka jutru asyik berbincang dan mata tertuju pada arah yang sama.
Aaron mengikuti arah pandang mereka, dan bertemu mata dengan gadis berkaos hitam kedodoran itu.
Sekian detik mereka bersitatap dari jarak sepuluh meter, hingga alis Aaron terangkat tepat ketika Chiara merasakan tepukan dibahunya.

DARK CIRCLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang