28. Menantang Leo

204 31 97
                                    

Denting suara garpu jatuh beradu piring terdengar nyaring. Aaron tertegun dihadapan Chiara dengan tatapan terluka.

Berikutnya pria itu menunduk dengan pandangan kosong. Ruangan hening, Chiara ikut menunduk tak sanggup melihat ekpresi pria didepannya.

Lalu terdengar decit kursi ditarik, Chiara mendongak. Dihadapannya, Aaron berdiri dengan wajah pucat, tanpa berucap, pria itu meninggalkan tempat.

Chiara masih bergeming, menatap punggung kokoh itu hilang dibalik pintu. Ia menyuap mie tak semangat. Gadis itu tak lagi merasa lapar, mengisi perut hanya sekedar kebutuhan.

****

Usai mencuci piring dan gelas, Chiara menatap makanan Aaron yang masih utuh. Langkah Chiara perlahan, mengintip diantara celah pintu.

Dia bisa melihat Aaron duduk di halaman belakang, bersandar dinding pagar dari beton. Masih dengan ekpresi sama, hingga tanpa sadar Chiara meremas gorden disampingnya.

Chiara tahu, ia baru saja menebar bara panas diatas luka Aaron. Ia sadar bahwa ia mengorek lagi luka yang dimiliki pria itu. Tapi tak ada pilihan lain, Chiara harus pergi. Mengubur semua rasa itu, agar tak menjadi bencana. Katakanlah dia pengecut. Tapi kebenaran itu masih belum sepenuhnya bisa ia percaya. Sungguh jika ia bisa memilih, ia tak ingin menjadi anak dari seorang penjahat.

Chiara sendiri merasakan hatinya teriris, baru menyebutkan nama Alex Candra sikap Aaron berubah seketika. Lalu bagaimana jika pria itu tahu, Chiara adalah anak dari pembunuh ayahnya?

Terlihat dari jauh, Aaron memegangi perutnya.
Seketika Chiara ingat, sejak semalam mungkin Aaron belum makan. Buru-buru ia mengambil makanan Aaron dan membuka pintu. Tetapi langkahnya terhenti sejenak.
Ia menghela nafas, memperlambat langkah, lalu dipasangnya wajah acuh tak acuh.

"Makan!"

Aaron hanya menoleh sekilas.

"Nanti."

"Atau kubuang sekarang!" Chiara ancang-ancang menumpahkan mie itu ke tanah.
Detik itu Aaron segera segera merebutnya.

"Kau mau buang-buang makanan?!" tegur Aaron galak.

"Makanya, cepat makan!" jawab Chiara tak mau kalah, bahkan nadanya seperti seorang ibu yang memarahi anaknya.

Aaron meletakkan piring itu dipangkuannya. Mengaduk-ngaduk dengan garpu terlihat tak berselera.

"Sebenarnya aku tidak selera, jika mengingat ini buatan mantanmu." tutur Aaron seolah lupa masalah besar yang baru saja terjadi.

Chiara memutar matanya jengah.

"Tapi aku terharu, karena dia mengingat makanan favoritku."

Chiara yang baru saja duduk disamping Aaron, menoleh pada pria itu. Ia sendiri tak tahu apa makanan favorit Aaron.

"Dulu waktu dia masih jadi tangan kanan Lucio. Aku dan Lucio akan menyusuhnya membuatkan makanan, karena berdiskusi penting bahkan sampai tak tidur berhari-hari. Lucio hanya meminta dibuatkan mie instan. Sedangkan aku yang gemar merepotkan orang, aku meminta lebih rumit."

Aaron memiringkan kepalanya, mengingat adegan itu.

"Kalau Lucio hanya minta mie goreng dan telor ceplok. Aku minta mie goreng dengan dua telur dadar, diiris-iris tipis untuk dijadikan toping. Mie-nya tidak boleh lembek tapi tidak boleh terlalu kering juga."
Aaron mengakhiri ceritanya, dengan menyuapkan gulungan mie ke dalam mulut.

"Menyebalkan!"

"Ya itu nama panjangku." jawab Aaron manggut-manggut.
"Dan sebagai kekasih, kau juga harus tahu makanan favoritku."

DARK CIRCLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang