DTMS-25

24.5K 2.3K 14
                                    

Mariam datang ke rumah sakit pukul 6.30 pagi. Ia hanya datang sebentar sebelum ke kantor. Ia juga membawa satu rantang ukuran sedang berisi nasi yang masih hangat, ayam goreng cabe ijo, dan sup sayuran untuk Umi Dian dan Yusuf. Umi Dian berkali-kali memuji-muji Mariam 'Aduh kamu itu peka sekali ya, Mariam. Tahu kalau lidah Umi ini tidak cocok dengan masakan rumah sakit'. Mendengar dirinya dipuji, Mariam justru semakin sumringah, ia mengibaskan rambut. Yusuf ikut sarapan, setelah itu ia pamit pulang untuk menjemput ayah dan ibunya. Ustad Hussein dan sang istri juga ingin menjenguk Naela di rumah sakit.

Keadaan Naela sudah jauh lebih baik. Ia sudah bisa pindah ke kursi roda. Dokter Salwa bilang Naela sudah bisa pulang hari ini. Karena itulah sejak tadi Umi Dian sibuk memberesi pakaian dan semua yang ingin dibawa pulang sore nanti.

"Tadi pagi sebuah acara infotainment mewawancarai Kris di rumahnya." Mariam memberi tahu.

Naela membulatkan mata. "Mewawancarai Kris? Untuk apa? Bahkan mendengar namanya saja jahitan di perutku kembali perih."

"Jangan begitu, Nae. Biar begini aku tahu lho kalau dalam Islam kita dilarang untuk membenci sesuatu berlebihan. Sebaliknya, kita juga tidak boleh mencintai sesuatu berlebihan. Biasa-biasa saja. Lagian ketika kamu pingsan kemaren, Kris yang membantuku membawamu ke rumah sakit ini. Dia yang membopongmu masuk ke dalam mobil. Dia juga yang menyetir dengan wajah cemas. Sepertinya dia tidak pernah benar-benar memusuhimu."

"Seandainya aku bisa berjalan saat itu, tentu aku akan jalan sendiri ke rumah sakit. Kamu tidak tahu Mariam apa yang diucapkannya sebelum sidang dimulai. Dia itu sudah bersekongkol dengan Rais untuk mencelakaiku. Semua sifat manisnya tidak lain hanya sandiwara. Itu semua sekadar untuk menutupi kejahatannya."

Mariam tidak menjawab apa-apa lagi. Kalau Naela sudah seperti itu, biasanya tidak bisa menerima saran dan nasehat apapun. Meskipun kali ini ia tidak sejalan dengan Naela, namun ia lebih memiih diam.

"Sudahlah Nae, sebaiknya kita membicarakan hal lain saja." Mariam memberikan solusi. Ia rasa suasana pagi ini jadi tidak nyaman karena pembicaraan tentang Kris. "Kabar baik, follower instagramku bertambah seratus ribu dalam waktu tiga hari terakhir. Kurasa ini berkah persahabatanku denganmu. Karena banyak foto selfie kita berdua yang ku-upload di sana. Kamu lihat ini?" Mariam menunjukkan kalung berwarna putih dengan mainan bulu merak. "Ini salah satu aksesoris gratis dari online shop yang memintaku endorse produk mereka. Aku juga punya tiga baju baru, dua tas branded, dan lima pasang sepatu mahal. Semuanya gratis. Kalau kamu mau tas baru, bilang ke aku saja ya Nae, tidak perlu sungkan."

Mendengar ocehan Mariam, Naela melirik pada Uminya. Umi Dian geleng-geleng kepala seraya tersenyum. Baru saja Naela ingin membuat kesimpulan bahwa sejak ia siuman kemarin, Mariam sudah berubah normal. Tapi sekarang ia sudah kambuh lagi.

***

Malam harinya ba'da salat Isha, Naela dan keluarga pulang menuju rumah di Bogor. Mariam ikut mengantar. Ia meminjam mobil ayahnya agar bisa ikut membawa penumpang. Yusuf dan orang tuanya tiba di rumah sakit tepat sesudah Asar dan mereka langsung kembali Bogor beberapa jam kemudian.

Mobil yang dibawa Mariam melaju lebih dulu, mobil Yusuf mengikuti dari belakang. Karena kondisi Naela yang masih sangat memprihatinkan, Mariam mengemudi dengan hati-hati. Tidak dibiarkannya ada sedikit pun hentakan yang nanti bisa membuat jahitan di perut Naela kembali sakit. Urusan mengemudi Mariam memang bisa diandalkan. Pelan namun nyaman. Sebagai gantinya, Umi Dian dan Naela harus mendengarkan ocehan Mariam sepanjang jalan. Sebagian besar cerita tentu saja tentang profesi Mariam sebagai artis instagram. Cerita yang sudah sangat membosankan bagi Naela. Syukurnya Mariam selalu bisa bercerita dengan ekspresi lucu sehingga membuat orang yang mendengarnya tidak bisa untuk tidak tertawa.

Di Tepian Musim SemiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang