DTMS-05

35.1K 2.7K 44
                                    

Mereka masuk ke lobi bangunan 20 lantai yang dipenuhi hilir mudik orang-orang berpakaian kantor. Ketika akan masuk lift, Mariam minta ditunggu karena tiba-tiba ingin ke kamar kecil. Naela pilih menunggu di sofa yang tersedia di lobi, menyibukkan diri dengan ponsel. Kalau tidak salah sudah hampir dua minggu akun facebooknya belum dibuka.

"Naela? Kamu ada perlu apa di sini?"

Suara itu? Bahkan tanpa melihat si pemilik suara, Naela sudah tahu siapa orangnya.

Wanita itu mengutuk dalam hati.

"Ngapain kaget? Memangnya ini rumah kamu?" tanya Naela sambil menunjukkan wajah tidak suka. Naela bisa bersikap ramah pada siapapun manusia di dunia ini, kecuali satu makhluk bernama Kris.

"Kok marah? Aku cuma tanya." Setelah kalimat ini, Kris berlalu begitu saja.

Alis Naela terangkat, heran pada respon Kris yang terlalu sederhana. Setelah berjalan sekitar belasan langkah, Kris kembali berbalik, ia tunjuk Naela. "Oh iya, Nae. Hati-hati. Biasanya banyak yang ingin mencelakai orang-orang yang punya otak terlalu lurus dan sok idealis sepertimu," ucap pemuda itu kemudian melanjutkan langkah. Kris singgah di meja resepsionis yang berada di depan pintu masuk. Cukup jauh dari tempat Naela duduk sekarang.

"Dasar Kris," gerutu Naela sendiri.

"Ada apa, Nae? Kok wajahmu begitu?" Mariam sekarang sudah berdiri tak jauh dari Naela.

Cepat-cepat Naela berdiri.

"Kenapa harus ada Kris di sini?!!" Naela melemparkan pandangan benci ke arah meja resepsionis. Kris masih ada di sana, sedang berbicara sambil menggerakkan tangan.

"Ya, ini gedung isinya juga nggak cuma satu kantor juga kali, Nae. Pasti ada banyak orang yang punya kepentingan di sini, termasuk Kris. Kecuali kalau dia ada di kantor kita, baru deh kalau kamu mau sebal. Lagian Kris itu lumayan. Lihat itu, necis banget pakai celana jins dan kaos putih begitu. Tingginya pas, hidungnya lancip, dan kalau nggak salah dia punya bola mata berwarna cokelat, kan?"

Pandangan Naela pada Mariam terlihat jijik. Sejak kapan Mariam jadi memuji-muji Kris. Dan satu lagi, benarkah Kris punya bola mata berwarna cokelat? Yang Naela tahu, laki-laki itu perokok berat dan punya rambut gondrong yang tidak pernah rapi. Satu hal lagi, necis dari mana?

"Fisik itu relatif, Mariam, tapi sifatnya? Kamu bisa memuji karena kamu belum pernah jadi lawannya di persidangan. Kalau pernah, kamu bakal tahu aura iblis yang keluar dari wajahnya itu. Senyum licik dan segala sindiran jahat. Semua tentang dia pasti menjengkelkan!"

"Kalau boleh jujur," bisik Mariam dengan wajah sedikit malu-malu, "Aku berharap semua kasus yang kutangani adalah kasus yang juga dituntut Kris. Sepertimu, Nae. Pasti bakal manis sekali kalau aku pemeran utama wanitanya." Mariam tersenyum, melirik ke atas seperti ada sesuatu yang indah sedang menari di atas kepala, tapi kemudian, ia tiba-tiba menghadap Naela, telunjuknya dijentikkan. "Kurasa Nae, kamu nggak pernah benar-benar benci pada Kris."

Naela memukul punggung sahabatnya agak keras. Dari mana pula Mariam bisa menyimpulkan seperti itu? Pembicaraan tentang Kris usai saat mereka masuk ke dalam lift. Mariam menekan angka 11. Tidak ada orang lain di dalam sana kecuali mereka berdua. Sementara Naela berdiam diri, Mariam asik dengan ponsel. Sesekali ia pamer foto-foto artis yang sedang berpelesir ke luar negeri di instagram.

❄❄❄

Wawancara dimulai beberapa puluh menit kemudian di sebuah ruangan. Mereka semua duduk di sofa yang sudah disediakan. Di sisi lain ruangan ada dua orang laki-laki berpenampilan ala fotografer sedang sibuk memindahkan payung-payung untuk pengaturan pencahayaan.

Di Tepian Musim SemiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang