DTMS-31

24.5K 2K 36
                                    

Tiga hari selanjutnya, seperti biasa Naela tidak langsung ke kantor. Ia terlebih dahulu mengunjungi Fitri dan Bu Siti. Air mata haru Bu Siti menetes saat menyambut kedatangan Naela. Wanita pengacara itu sangat senang begitu tahu Fitri sudah mau memandang orang yang sedang berbicara padanya, meskipun masih belum mau berbicara sepatah kata pun. Saat disuapi, remaja itu mau menelan tiga hingga lima sendok makanan. Itu sebuah kemajuan yang baik.

Naela mengusap rambut Fitri yang terlihat rapi pagi ini. Dari dalam tas, ia keluarkan setumpuk pakaian. Itu semua diberikannya untuk Fitri. Ia juga membawakan tiga potong daster dan beberapa pakaian dalam untuk Bu Siti. Soal ukuran, Naela menyamakannya dengan Umi Dian. Sepintas lalu, Bu Siti memang punya bentuk tubuh seperti Umi Dian. Naela tahu kalau saat menemuinya sehari lalu, Bu Siti membawa anaknya terburu-buru. Ia sudah pasti tidak berpikir jauh untuk membawa pakaian ganti.

"Kamu tenang saja, Fit. Kak Naela akan berusaha menyelesaikan kasus ini secepat mungkin. Arya dan komplotannya akan dapat balasan yang setimpal. Mereka akan memohon maaf padamu disaksikan oleh semua orang, insya Allah ...," ucap Naela mantap.

***

Pukul lima sore, selepas dari toilet, Naela kembali duduk di ruang kerjanya. Hari ini ia sengaja pulang terlambat karena sejak pukul 15.00 hingga 16.30 tadi, ia harus menerima dua orang tamu dari salah satu media nasional. Mereka berbincang banyak hal tentang kasus Arya.

Kini perempuan itu kembali sibuk dengan berkas-berkas yang menumpuk di meja kerja. Tiga jam lalu Naela menerima berita yang cukup melegakan, pihak kepolisian sudah mengeluarkan surat perintah penangkapan Arya. Mereka memberi tahu hari ini juga Arya akan ditangkap. Naela mengucapkan terimakasih karena laporannya diproses dengan cepat. Ia sampaikan juga apresiasi untuk kerja para polisi.

Naela hidupkan komputer. Segera ia sambungkan ke internet. Saat Mozila Firefox dibuka, halaman tersebut langsung masuk ke beranda Yahoo. Di sana sudah ada deretan berita yang jadi headline. Mata Naela segera tertuju pada satu judul dengan foto paling besar di antara yang lain. Berita penangkapan Arya. Ia baca sekilas. Ternyata informasi yang diberikan polisi tadi bukan hanya isapan jempol.

Tanpa berniat membaca berita-berita yang lain, Naela meninggalkan meja, beralih berdiri di dekat jendela. Lanskap ibukota di sore ini begitu suram, mendung menggantung di langit. Dari pepohonan yang melambai ke kanan dan kiri, Naela tahu kalau di luar angin bertiup cukup kencang.

Naela selalu suka melihat pemandangan dari ketinggian. Hal ini selalu jadi pengingat betapa kecilnya manusia-manusia di bawah sana. Lalu kendaraan yang lari dengan kecepatan kencang, saling menyalip, bunyi klakson, semuanya berubah jadi keharuan dalam dada wanita itu. Hidup tidak lebih hanyalah seperti ribuan kendaraan itu. Ke mana pun mereka pergi, rumah tetaplah jadi tujuan untuk pulang.

"Naela! Naela! Buka pintumu!" Suara teriakan di luar ruang kerja membuat jantung Naela seketika berdegup kencang. Itu bukanlah suara salah satu dari rekan kerjanya, bukan juga Pak Jamal.

"Buka pintumu!"

Naela berjalan mendekati pintu yang terkunci, berdiri bingung di sana.

Di mana Deen? Mengapa ada lelaki teriak-teriak di depan ruang kerjanya tetap dibiarkan? Apa Deen sudah pulang?

Ia melirik jam tangan. Naela baru sadar kalau saat ini sudah jam pulang kantor. Jika di luar tidak ada yang mencegah laki-laki tersebut, berarti di sana memang sudah tidak ada orang.

"Naela! Aku tahu kau ada di dalam. Buka pintumu!" Teriakan itu semakin keras. Naela belum lupa dengan suara pria yang mendatanginya tempo hari. Tidak salah lagi, pria di luar pintunya saat ini pasti Nabastala.

Di Tepian Musim SemiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang