DTMS-41

21K 1.9K 7
                                    

Siang ini Fatih berdiri sendirian di depan gerbang TK. Semua teman-temannya sudah dijemput. Sepertinya hari ini Umi Dian terlambat datang.

Bocah lucu berseragam biru itu tertunduk dengan wajah cemberut. Angin sepoi-sepoi membuat rambut pirangnya bergerak-gerak. Kaki yang terbungkus sepatu ia tendang-tendangkan ke tanah. Ia dilanda kebosanan.

"Hello. Kamu Fatih, bukan?"

Hal pertama yang dilihat Fatih adalah sepasang kaki bersepatu runcing berwarna merah, ketika bocah itu mendongak, ia melihat seorang wanita cantik dengan tubuh langsing bak seorang model internasional yang tengah tersenyum.

"Tante ini siapa?"

"Panggil saja tante Anggi. Kamu pasti bosan banget, iya kan? Bagaimana kalau kita pergi main bareng kita." Perempuan itu mengulurkan tangan. Bibir yang dilapisi lipstik warna merah itu tersenyum ramah.

"Kita?"

"Iya. Itu bareng teman-teman Tante." Wanita bernama Anggi itu menunjuk dua orang lelaki yang berdiri di samping mobil. Keduanya berkaca mata hitam, memandang mereka di kejauhan.

"Umi Dian pernah berpesan kalau Fatih nggak boleh ikut dengan orang asing. Sorry." Ia berucap pelan, tapi jelas. Kemudian kepalanya kembali tertunduk.

Anggi menarik napas. Ternyata anak ini lebih pandai dari yang ia kira. "Kita bukan orang asing, Anak Pintar. Kita ini keluarganya Fatih juga. Hanya saja kita belum pernah bertemu. Tadi Tante sudah telepon Umi kok, dan dia setuju kalau Fatih ikut kita. Nanti pasti kita antar ke rumah. Bagaimana?"

"Sungguh? Tante nggak bohong, 'kan?" Fatig tergoda.

"Nggak, Sayang. Ayo, kita akan bersenang-senang hari ini."

Sedikit ragu, namun akhirnya Fatih setuju. Mereka menuju dua orang lelaki yang sejak tadi jadi pengamat di kejauhan.

"Jadi, ini putraku? Sangat tampan. Rasanya aku seperti melihat diriku semasa kecil dulu." Sam menurunkan tubuh. Ia tersenyum. Tangan diulurkan dengan posisi menghadap langit.

"My name is Fatih. What is your name?" Sebuah tepukan kecil mendarat di telapak tangan Sam. Fatih 'kan sudah belajar bahasa Inggris selama di TK. Kak Naela juga sering mengajari di rumah.

"My name is Dad. You may call me Dad."

"Dad? I never find any man with this name. But it's okay. As your wish, Sir. I will call you Om Dad," jawab Fatih riang.

"Anggi, sepertinya aku tidak butuh penerjemah." Sam bercanda, dan dua orang lain tertawa.

Sepanjang siang mereka bermain di Jungle Land, lalu ke Taman Safari, dan berlanjut naik terjun payung di Puncak. Fatih sudah lama tidak bermain seperti itu, jadi dia senang-senang saja. Bahkan saat naik terjun payung bersama Sam, bocah itu sangat bersemangat.

"Om Dad, how if I fall down there?!!!" pekik Fatih saat mereka berada di ketinggian 50 meter.

"That will never happen, Son. I'll catch you like this." Sam melingkarkan kedua tangannya yang panjang ke tubuh Fatih, lalu menggelitiki anak itu. Dan lagi-lagi Fatih tertawa lebar.

Fatih tidak tahu kalau Umi Dian sudah kelabakan di rumah. Wanita itu ketiduran karena kekurangan tidur di malam hari. Bangun-bangun sudah pukul 12 siang. Ia lari tergopoh-gopoh ke TK dan hanya menjumpai halaman kosong. Tidak ada satu bocah pun di sana. Ia menelepon wali kelas Fatih, sayang guru tersebut tidak tahu keberadaan Fatih. Umi kemudian menelepon Mariam. Mereka berkeliling Bogor Kota untuk mencari Fatih. Hasilnya nihil.

Sampai pukul empat sore pencarian masih terus dilanjutkan. Mata Umi sudah bengkak karena banyak menangis. Pukul lima sore, mereka kembali ke perumahan. Dan betapa terkejutnya karena Fatih sudah duduk menunggu di depan pintu yang terkunci. Tas punggungnya duduk manis di samping kanan. Bibirnya cemberut.

Umi segera menghambur memeluk bocah itu. Ia periksa pipi, kepala, tangan, kaki, perut, dan pundak Fatih. Tidak ada yang berkurang sedikit pun. Berkali-kali ucapan alhamdulillah keluar dari bibir Umi.

"Umi kemana, sih? Fatih 'kan capek nunggu di sini."

"Umi nyari-nyari Fatih. Memangnya Fatih ke mana tadi? Kenapa tidak bilang ke Umi?"

"Oh, tadi Fatih jalan-jalan bareng Om Dad. Fatih suka deh sama Om Dad. Dia baik."

"Apa? Siapa? Siapa?" Mariam yang baru saja keluar dari mobil kaget.

"Om Dad," jawab Fatih ringan dan tanpa dosa.

"Om Dad? Bagaimana orangnya? Ayo Fatih ceritakan ciri-cirinya."

"Dia tinggi, putih, dan baik. Besok Fatih mau main bareng Om Dad lagi. Boleh kan, Mi?"

Umi Dian dan Mariam berpandangan. Mereka sama-sama mencurigai sesuatu.

"Nggak. Fatih jangan pernah ketemu laki-laki itu lagi. Dia jahat. Dia itu penculik. Dia hanya pura-pura baik," cegah Mariam yang dibenarkan Umi Dian dengan anggukan.

"Fatih nggak percaya tante Mariam. Kan tante Mariam sering bohong. Weeekkk ...." Fatih menjulurkan lidahnya. "Ayo, Mi. Buka pintunya."

Di Tepian Musim SemiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang