DTMS-11

31.7K 2.6K 86
                                    

Beberapa menit lamanya Naela hanya rebahan di kamar tanpa ingin memikirkan apa pun. Kegiatan seperti ini sudah rutin ia lakukan untuk memberikan kesempatan bagi kepalanya beristirahat.

Tiba-tiba ia teringat ponsel. Dengan sedikit malas, ia beranjak mengambil ponsel di dalam ransel kemudian membawanya kembali ke atas tempat tidur. Sepanjang siang ponsel itu hanya ia buka untuk melihat waktu. Ia tahu ada beberapa sms dan beberapa panggilan tak terjawab yang tampil di layar, tapi tadi ia abaikan saja.

Di antara deretan sms, salah satunya dari Mariam. Gadis itu menanyakan alasan Naela tidak masuk kantor hari ini. Lalu ada juga sms dari Bang Regar. Laki-laki Batak itu meminta Naela untuk mengirimkan beberapa dokumen via email kepadanya. Ada sekitar lima sms lain yang kira-kira isinya hampir sama: menghubungi Naela untuk menangani suatu perkara hukum atau permintaan untuk wawancara. Dengan singkat dan padat Naela balas sms tersebut satu persatu. Sedangkan untuk file yang diminta Bang Regar, Naela terpaksa membuka laptop dan mengirimnya dari sana.

Ia beranjak kemudian duduk menghadap laptop. Setelah mengirim dokumen yang diminta Bang Regar, ia membuka tulisan yang sudah dibuat pada malam kemarin. Sambil matanya fokus membaca, tangan kanannya sibuk mencari tape recorder di dalam ransel. Tak lama kemudian, ia sudah memegang benda itu dan segera dinyalakan. Dengan seksama ia dengar kembali semua percakapan dengan Gio di kantin rumah sakit.

Baru setelah berpikir beberapa menit, jari-jari Naela segera mentransfer apa yang ada dalam pikirannya ke dalam tulisan. Ia sudah terbiasa membuat kronologi penyelidikan berupa narasi yang ringan, selain memang hanya diperuntukkan untuk memudahkan diri sendiri, siapa tahu juga ia bisa menerbitkan berupa cerita suatu hari kelak.

Naela mengembuskan napas begitu tulisannya selesai. Lehernya dilemaskan dengan mematahkan ke kiri dan ke kanan. Ia bunyikan ruas-ruas jari. Ia teringat adiknya, Fatih. Siang tadi, sepulang dari rumah sakit, Naela mengantar Fatih pulang. Setelah itu Naela kembali meninggalkan rumah. Waktunya habis di kantor Polisi. Ia banyak mengorek informasi pada petugas penyidik kasus pembunuhan Cyntia. Naela tiba di rumah sekitar pukul sembilan malam, dan Fatih sudah tertidur.

Naela keluar dari kamar, berjalan ke kamar Fatih yang hanya berjarak beberapa meter. Bocah lima tahun itu tertidur sangat pulas. Dengan pakaian tidur berwarna kuning, ia terlihat sangat tampan. Tidurnya menghadap ke kanan sambil memeluk guling. Anak rambut berserakan di kening.

Sambil terus mengamati, Naela berjalan mendekat. Di atas meja yang ada di samping tempat tidur, buku 25 Nabi dan Rasul tergeletak. Pasti tadi Umi Dian yang membacakan buku untuk Fatih. Anak itu selalu tidak bisa tidur kalau tidak dibacakan buku.

"Fatihku sayang .... My innocent baby ...." desis Naela. Ia cium kening Fatih dengan mata berkaca-kaca. Ia teringat Cahaya.

Gadis kecil yang malang. Tadi sebelum kembali ke rumah, Naela menyempatkan diri menemani gadis kecil yang sudah dipindahkan ke ruangan perawatan. Meski masih sangat lemah, ia sangat antusias mendengarkan saat Naela bercerita dongeng kancil dan buaya.

"Besok kakak datang ke sini lagi, ya." Begitulah pesan Cahaya dengan suara lirih dan terbata-bata.

Naela tersenyum. Jari-jarinya yang putih membelai wajah Fatih. "Maafin Kak Naela, ya? Kak Naela sering nggak punya waktu untuk main bersama Fatih," ucap Naela lagi sambil mengecup pipi empuk Fatih.

Bocah itu menggeliat. Ia bertukar posisi, menghadap ke kiri. Naela menarik selimut untuk menutupi tubuh Fatih. Malam ini ia ingin tidur di samping anak itu, setelah sebelumnya membaca beberapa lembar Al Qur'an.

Jarum jam berada di angka sebelas. Lama sekali Naela tidak bisa terpejam. Ingatannya kembali membuana di suatu masa, masa yang indah sekaligus menyakitkan.

Di Tepian Musim SemiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang