4. Gagal

8.7K 400 0
                                    

Jika ada salah-salah kata atau istilah, tolong dimaafkan karena cerita saya jauh sekali dari kata sempurna.

Typo bertebaran, happy reading.

***

Pilot.

Pilot adalah sebuah pekerjaan yang sangat susah dalam seleksi ataupun segala pemilihan tetek bengeknya. Tak mudah menjadi seorang Pilot, karna pekerjaan Pilot sendiri bukanlah pekerjaan yang mudah.

Tidak semua orang bisa menjadi seorang Pilot. Walaupun terdengar sangat menggiurkan dalam masalah gaji, tingginya angka kecelakaan yang bisa saja menewaskan seseorang ditempat sangatlah beresiko dan itu sepadan dengan gaji yang didapat.

Lenuel sendiri bangga ia bisa menjadi seorang Pilot, apalagi dengan titlenya sebagai kapten, membuatnya terasa begitu tersanjung karena bisa memiliki pekerjaan yang selalu di idam-idamkan oleh kaum adam lainnya.

Tetapi setiap perjuangan harus ada pengorbanan bukan? bukan hanya keselamatan saja yang dipertaruhkan tetapi waktu pun menjadi hal yang dapat dipertaruhkan. Tetapi walaupun begitu Lenuel tetap bersukur dengan pekerjaan yang ia dapat dan ia mau sedari kecil.

"Lenuel.." panggil Sia pelan. Setelah perdebatanya dengan Filo di bandara London, akhirnya Lenuel dapat membawa Sia pulang satu penerbangan denganya.

Lenuel tentu senang dengan hal ini terlebih lagi ketika melihat wajah kesal Filo yang menatapnya tak terima. Sebenarnya bukan ia saja yang tidak menyukai Filo, saat penerbangan tadi pun, c.o pilotnya mengatakan bahwa ia pun tidak suka pada pria otoriter itu.

"Aku ingin langsung pulang saja dan sepertinya hari ini aku nggak mampir dulu ke apartemen kamu."

"Kenapa?" tanya Lenuel heran, tentu saja ia heran karna biasanya Sia selalu saja menyempatkan diri mampir ke apartemenya dan berusaha untuk membeli bahan makanan untuk ia makan.

"Aku tidak enak badan."

"Ini awal bulan?" tanya Lenuel panik.

"Tenanglah, ini masih tanggal 25."

"Kamu yakin gak apa-apa?" tanya Lenuel masih dengan kepanikanya.

"Ya, supir Papaku udah ada di depan, maafin aku ya, gak bisa mampir." Sia mengecup sekilas pipi Lenuel lalu pamit melambaikan tangan.

"Bye..."

***

"Sia... kamu sudah pulang? Mama kangen banget sama kamu. Udah 4 hari nggak pulang ke rumah." Rose menatap Sia yang tengah berjalan ke arahnya.

"Hai Ma.."

"Kamu kenapa masih pake baju itu? emangnya kamu ga ke apartemen Lenuel dulu?"

"Engga, Sia lagi males Ma, cape."

"Terus siapa yang bakalan masakin Lenuel?"

Sia berhenti berjalan lalu menatap Mamanya. Ia baru ingat bahwa Lenuel adalah tipe pria yang susah sekali jika urusan makan, dan lebih sulitnya lagi, ia akan sangat susah jika bukan ia yang memberi tahu.

"Pa Nur.. Anterin Sia ke apartemen Lenuel dong, Sia lupa belum kasih dia makan."

Akhirnya Sia kembali masuk ke dalam mobil keluarganya dan langsung menuju apartemen Lenuel, tetapi sebelum itu ia mampir terlebih dahulu ke supermarket untuk membeli bahan makanan.

Hampir ketika Sia berjalan semua pandangan mata tertuju padanya, memang bukan tanpa alasan semua orang memandangnya karena memang Sia belum sempat berganti baju dan masih memakai baju resmi pramugarinya.

"Pa Nur pulang aja, nanti kalau Sia mau pulang bisa naik taxi atau dianter sama Lenuel aja."

Supir rumah Sia memang sudah mengetahui hubungan Sia dan Lenuel. Dan ia pun menganggap positif hubungan keduanya walaupun hal itu tidak perlu mendapat lampu dari supir keluarganya.

Sia mengetuk pintu apartemen Lenuel setelah tadi menyapa sebentar mbak Lisa, pegawai repsesionis yang sudah berteman denganya.

"Eh Sia, sini masuk."

Sia menatap Lenka yang tengah memandangnya dengan senyum hangat. Sebenarnya Sia tak menyangka bahwa Lenka datang mengunjungi apartemen Lenuel sekarang.

"Lenuelnya ada kan Mom?"

"Ada. Dia lagi sibuk mandangin foto kamu dihpnya."

Kontan hal itu membuat pipi Sia merona. Ia memasuki apartemen Lenuel yang penuh dengan aroma maskulin tetapi karena ia selalu datang hampir pada jam kosong, aroma maskulin itu berganti dengan aroma bunga yang selalu ia simpan disetiap sudutnya.

Lenuel tidak menolak, ia malah merasa senang karena dengan adanya Sia, apartemennya bisa dikatakan lebih hidup.

Ya sejak datangnya Sia dua tahun yang lalu, apartemen Lenuel yang selalu kelam menjadi hidup karena sentuhan tangan Sia yang bisa merubah suasana tempat tinggalnya.

Sia mengendap-endap mendatangi Lenuel yang tengah sibuk dengan ponselnya di dalam kamar. Sia membuka sedikit pintu kamar Lenuel supaya tubuhnya bisa masuk.

Dan ternyata apa yang diucapkan oleh Lenka memang benar, Lenuel tengah mengamati fotonya yang tengah tersenyum saat liburan mereka di Lombok kemarin.

"HEI!" ucap Sia berusaha untuk mengagetkan Lenuel yang ternyata tengah melamun.

"Kau mengagetiku saja." ucap Lenuel dengan nada kesal.

"Kamu ini sebenernya suka atau terobsesi aja sih? Aku mulai takut ngeliat kelakuan kamu kaya gini."

Lenuel mengalihkan pandanganya pada Sia. "Tentu saja aku mencintaimu, jika tidak untuk apa aku bertahan hingga dua tahun."

"Oke-oke maafkan aku tuan Henning, simpanlah kembali wajah kesalmu itu."

"Sudah kukatakan bahwa jangan memanggil marga keluargaku."

Sia terkikik saat mendengar kembali nada kesal Lenuel. Sama seperti dirinya yang tidak mau disebut Raflesia, Lenuel pun tidak mau disebut marga keluarganya-Henning.

Katanya, nama Henning itu tidak pas dengan namanya yang kental dengan aura barat. Lenuel Avram Henning.

"Henning Henning Henning." Sia terus berkoar-koar seperti wanita yang tengah melakukan parade untuk hak asasinya sebagai wanita.

"Diamlah Sia..."

"Henning Henning Henning." Sia tetap tidak mau berhenti.

Lenuel yang sudah kesal langsung memeluk Sia hingga wanita itu terjatuh dari kasurnya. Bukan seperti cerita lainya yang berakhir dengan adegan romantis, lain halnya dengan Sia yang dengan malang terjatuh dengan posisi tengkurap.

"OH MY! Lenuel kamu apain Sia nya??" Lenka datang dengan wajah panik.

"Aku tidak sengaja." Lenuel turun dari kasurnya dan membantu Sia untuk kembali duduk dengan hati merasa bersalah. Tetapi Lenuel tidak puas dengan gelengan untuk kedua kalinya dari kepala Sia, ia tetap merasa panik.

"Kau tak apa?" tanya Lenuel khawatir. Ia terus mencari dimana letak luka yang akan dimiliki Sia dan terus meraba-raba dengan cara yang brutal.

"Kalo kamu ngeraba-raba aku kaya gini, lukaku malah akan bertambah sakit Lenuel..." Ucap Sia menatap Lenuel sebal.

"Maafkan aku.."

"Kau ini pintar sekali mencari celah nak, seperti Papmu saja." Lenka sendiri menatap Lenuel dengan sebal disusul dengan delikan matanya.

"Maksud Mom?"

"Maksudku... untuk apa kau meraba-raba seperti itu? Seperti sedang menggeledah copet saja."

Akhirnya Sia, Lenka, dan juga Lenuel menghabiskan siang hari itu dengan acara masak dan juga bercanda gurau mentertawakan kejadian Sia yang terjatuh.

Tadinya Lenuel ingin membuat acara romantis saat memeluk Sia tadi, tetapi rencana tetaplah sebuah rencana. Bukan menjadi romantis tetapi menjadi ajang sebuah acara komedi dengan ia sebagai dalangnya.

***

Demi apapun juga makin sini ko makin gaje sih.

Dan kenapa juga aku jadi kesel.

Udahlah maafkan saja cerita aku yang gaje ini, sampai ketemu nanti...

Makasih.

Pilot and Flight Attendant [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang