Typo bertebaran, happy reading.
***
Sia menatap Adinata yang tengah terbaring karena penyakit tipusnya. Baru beberapa menit yang lalu ia sampai di rumah sakit tempat Adinata dirawat, sudah beberapa menit yang lalu juga Adinata belum membuka matanya.
"Adinata udah berapa lama disini Mom?" Sia mengalihkan pandanganya yang sedari tadi terfokus terhadap wajah Adinata.
"Udah dari 2 minggu yang lalu, Cuma Mom baru ngasih tau Lenuel seminggu yang lalu soalnya takut ngeganggu kerjanya disana." Lenka menjawab dengan pandangan yang masih terfokus pada Adinata yang sedang terbaring.
Sia melihat disana, pancaran kasih sayang seorang Ibu terhadap anaknya. Tatapan yang sama persis dengan Mamanya ketika ia mendapati keadaan anaknya pada satu buah penyakit.
"Mom gatau apa yang buat Adinata sampe sesakit ini, padahal kan ia gasuka kemana-mana." Lenka melanjutkan ucapanya, kali ini ia menggenggam tangan Adinata dengan pancaran kesedihan.
Sia mendekatkan diri dan mengusap lengan Lenka dengan hati yang ikut bersedih. Walaupun ia belum merasakan bagaimana mempunyai anak, tetapi dengan pancaran yang ditampilkan oleh Lenka membuat dirinya sadar begitu banyak pengorbanan dan kesedihan seorang Ibu ketika anaknya berada di ranjang rumah sakit.
"Sia, kalo nanti punya anak selain satu, Mom yakin kamu gaakan bisa ngasih kasih sayang ke satu anak aja."
Sia menatap Lenka dengan bingung."Maksud Mom?"
"Maksud Mom, kamu gaakan bisa cuman ngasih kasih sayang kamu ke satu anak aja. Disaat kamu jadi seorang Ibu, semua anak itu sama, enggak ada yang dibeda-bedain walaupun mereka pernah mikir kalo kamu sering pilih kasih dalam hal kasih sayang ke mereka. Mom juga yakin kalo dulu kamu pasti berfikir kaya gitu."
Sia tidak menjawab entah memang ia tak mengerti atau enggan untuk membalas, yang jelas saat ini ia hanya tersenyum menatap Lenka.
***
"Mbak kenapa sih harus diadain pilot? Kan bisa kita pake autopilot aja." seorang pemuda dengan almamater kuliahnya bertanya dengan sorot mata keingintahuanya.
Sia menatap sang pemuda dengan senyum, difikiranya Sia berfikir, apa pemuda itu menginginkan ajal menjelang? Tetapi langsung dienyahkan hal itu dari pemikiranya.
"Mas pingin tau banget ya? Kenapa nanya saya Mas? Kenapa gak ke kapten pilotnya aja langsung kan biar akurat."
Sang pemuda itu menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Hmm saya sebenernya ditanya sama adik saya prihal ini tapi karna saya males harus baca di internet jadi saya pingin nanya aja langsung kan biar enak gitu nanyanya, emang Mbaknya gatau ya?"
Sia tersenyum lalu menyuruh sang pria muda itu melepas sabuk pengamanya karena pesawat sudah terbang dengan stabil setelah sedikit guncangan tadi.
"Sebenernya autopilot itu engga secanggih kedengeranya Mas, tetep aja harus ada orang yang ngendalinya."
"Oh, ko Mbak bisa tau sih?"
Sia terkekeh sedikit. "Oh tunangan saya itu pilot Mas, kebetulan dia pernah ngasih tau saya soal apa aja yang pingin banget dikasih tau pilot ke penumpang yang gabisa dikatain langsung."
Setelah menyelesaikan pembicaraan dengan sang pemuda, Sia melanjutkan jalanya pada penumpang lain dan memberi tahu bagaimana cara membuka sabuk pengaman.
Walaupun terlihat menjengkelkan karena setiap penerbangan harus memberitahu para penumpang bagaimana melepas-memakai sabuk pengaman, tetapi itulah tugas seorang Cabin Attendant. Tidak ada kata mengeluh dalam menjalankanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pilot and Flight Attendant [COMPLETED]
Romance"All the world is made of faith and trust." || Copyright©2017 - All rights reserved Cobalah untuk mempercayai seseorang dan terus mengabadikanya di dalam hati. Ketika kita sedang jatuh dan tak tau harus berpegangan pada siapa lagi, orang yang kita p...