28. Berani

5.3K 206 0
                                    

Typo bertebaran, happy reading.

***

Sia meraung dan menangis dalam diam di dalam kamarnya. Rasa kesal, kecewa, sedih menjadi satu saat ini. Ia tak menyangka bahwa Lenuel masih berhubungan dengan Nia, ia kira pertemanan mereka hanya sampai kemarin saja tepat saat ia dan Lenuel sudah kembali terbuka.

"Ka Sia."

Sia menghapus air matanya dan tersenyum menatap Adinata yang tengah menatapnya dengan baju tidur pesawat berwarna biru.

"Adinata belum tidur? Ini udah jam setengah sepuluh loh." Sia berusaha tegar dihadapan adik kandung Lenuel yang tengah menatapnya datar, khas Adinata.

Sia membulatkan matanya saat sebuah pelukan hangat anak kecil melingkupinya, hal itu kontan saja membuat Sia kembali terisak dengan memeluk Adinata kembali.

"Maafin Ka Lenuel ya Ka."

"Shhhh gaapa-apa, bukan kamu yang harusnya minta maaf sama Kaka biarin ini jadi pelajaran buat Kaka aja."

Adinata semakin memeluk Sia dengan erat dan sepertinya enggan untuk melepaskan. Sia kadang tidak mengerti darimana datangnya sifat dingin sekaligus hangat yang dimiliki Adinata. Karna yang ia tahu baik Bata, Lenka, Lika, dan Lenuel tidak mempunyai sifat seperti ini.

Walaupun sebenarnya Lenuel bisa dikatakan seperti itu sekarang. Dingin, dan terkadang hangat.

"Kaka ga percaya Ka Lenuel bisa kaya gitu Adinata Kaka kira kita bakalan baik-baik aja sampai nanti nikah, terus selanjutnya kita cuman berselisih paham aja pas udah jadi suami istri tapi Ka Sia udah nyerah sekarang." Pelukan mereka sudah terlepas dan sedang saling tatap saja sekarang.

"Ka, dalam satu hubungan gaakan ada yang namanya baik-baik aja, Adinata tau gimana jalanya sebuah hubungan, bahkan Pap sama Mom juga suka marahan di depan aku."

Sia tersenyum, setidaknya malam ini ia tidak menyimpan sendirian kesakitanya. Ada Adinata yang menemaninya malam ini dan Sia bersukur akan hal itu.

"Yaudah kamu tidur aja, udah malem besok pasti Ka Lenuel ngejemput kamu. Oh iya besok Kaka mau jalan-jalan sama temen Kaka biasalah woman time kamu mau ikut?"

"Hmm."

"Ikut aja tenang gaakan bosen ko kan ada Kaka."

"Boleh."

***

Lenuel masih memikirkan apa yang dikatakan oleh Bata tadi sore. Setelah pembicaraan dengan Papnya sudah selesai, ia memang izin pulang ke Jakarta dan sempat memberitahu Nia bahwa ia akan berkunjung.

Seperti fikirannya, Nia pasti menyetujui walaupun Lenuel merasa tidak enak bertamu malam hari ke dalam rumahnya. Tetapi ia senang karna Nia sendiri yang mengatakan bahwa ia senang dengan kedatangan Lenuel malam itu.

"Kamu masih tunangan sama Sia?" Nia tiba-tiba membicarakan hal yang memang tidak terlalu dibicarakan sejak awal kedekatan mereka, mungkin hanya kekesalan Nia yang ketara saja saat nama Sia terbawa.

"Masih."

"Terus kamu mau gimana? Oke, kita emang gaada hubungan apa-apa tapi aku rasa aku bener-bener suka sama kamu dan aku berharap kamu bisa milih dengan bijak mana yang bisa dipertahanin mana yang engga."

"Maksudnya?"

"Aku tau penyakit Sia Lenuel, walaupun kami emang ga pernah satu kelas bareng tapi aku tau Sia itu kaya gimana. Aku tau PMDD atau penyakit kejiwaanya. Dan aku fikir kalo kamu ngelanjutin hubungan kamu sama dia, gaakan berhasil."

"Sia baik, tetapi ada sedikit rasa tertantang dan juga seneng pas tau aku bisa ngejinakin dia." Lenuel tersenyum tanpa sadar. Ya, ia senang bahwa ia bisa sedikit menaklukan Sia saat PMDD nya muncul.

Pilot and Flight Attendant [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang