Esok paginya, sidang dadakan pun dilaksanakan. Sena duduk di kursinya dengan kedua lengan terlipat di perut, sementara lima pangeran selain Taehyung dan Jimin berdiri di belakangnya. Duo itu sendiri sekarang sedang duduk dengan kepala tertunduk di hadapan gadis itu.
"Oke. Cukup diamnya. Sekarang jelaskan padaku apa yang terjadi selama kalian berada di sana," ucap Sena yang mengacaukan ketenangan pagi itu. "Dimulai dari kau, Mochi."
Jimin bergerak sedikit. "Joseonghammida! Aku pergi ke rumah orang itu dan memukulnya. Akulah yang memukulnya duluan."
Sena menghela napas. "Kenapa kau memukulnya, huh? Memangnya kapan dia memukulmu?"
Pangeran nomor 5 itu menggeleng. "Tidak pernah, dia tidak pernah memukulku."
"Lalu kenapa? Katakan alasannya."
Jimin bergerak-gerak lagi. Merasa tidak nyaman mungkin dengan posisi duduknya sekarang. "Aku tahu dia pasti telah berbuat sesuatu padamu. Aku tahu kau menangis kemarin pasti karena dia. Aku tahu semua itu. Jadi aku datang ke sana untuk memberinya pelajaran."
Sena mengangkat alisnya bingung. "Kenapa kau melakukannya? Maksudku ... memang apa urusannya denganmu? Itu adalah masalahku dengannya."
Yang ditanya Jimin, yang menjawab justru Taehyung. "Karena kami tidak suka melihatmu begitu karena dia! Aku sudah tahu sejak awal kalau pria itu memang brengsek. Dia bahkan mengakui sendiri kemarin kalau dia hanya menginginkan tubuhmu saja. Kau pikir kami hanya akan diam saja sementara kau dalam bahaya karenanya?"
Pernyataan Taehyung barusan sukses memukul telak Oh Sena. Dia langsung diam seribu bahasa. Terpaku memandang dua pangeran yang masih duduk tertunduk di depannya. Benarkah? Benarkah Ro yang dicintai dan dipercayainya sejak lama itu hanya menginginkan itu darinya? Lalu kenapa ... kenapa Ro selama ini bersikap baik padanya seolah-olah dia bisa bersandar pada pria itu kapan pun ia mau?
"Sekali lihat saja aku sudah tahu itu di matanya."
Kata-kata Yoongi barusan langsung menyadarkan Sena. Dia reflek menoleh ke belakang. Yoongi berdiri tepat di belakangnya dengan ekspresi dingin.
"Apa? Kau mau menyangkal? Kau masih akan memercayai orang sepertinya? Tch." Yoongi menyeringai sambil membuang pandangan. "Bahkan meskipun Namjoon adalah pecinta film dewasa, dia tidak akan punya pikiran begitu pada seorang gadis remaja yang hidup sendirian bersama hewan-hewannya."
Oke, sekarang sidang itu malah menjadi sidang untuknya. Sena pun menunduk. Matanya memanas memikirkan soal Ro yang selama ini telah menyembunyikan ide seperti itu. Jadi, begitukah penilaian Ro padanya selama ini? Hanya untuk tujuan laknat itu?
Di saat air matanya mulai menetes, seseorang tiba-tiba mengusap puncak kepalanya. Ia pun segera mengapus air matanya lalu mendongak. Senyum secerah sinar mentari milik Seokjin terpampang nyata di depannya. Begitu tulus dan innocent.
"Aku tahu kau juga pasti terkejut. Tapi kumohon jangan menyalahkan dirimu sendiri, eo? Kau tidak bersalah karena mencintainya. Dialah yang salah karena sudah menyalahgunakan perasaanmu."
Selama ini Sena pikir Seokjin hanyalah anak-anak yang terperangkap dalam tubuh orang dewasa. Tingkahnya, cara bicaranya, bahkan wajahnya itu kekanakkan sekali. Tapi ... setelah kemarin dia mencoba memanggilnya dengan sebutan oppa, entah kenapa sikap Seokjin padanya langsung berubah 180 derajat. Pria itu menjadi lebih perhatian padanya, selalu ada setiap dia meminta bantuan dan yang lebih penting lagi ... dewasa.
Ia seolah menemukan sosok orangtua setelah bertahun-tahun hanya hidup seorang diri.
Air matanya makin tumpah ruah, namun ada senyum di bibirnya. Ia pun memeluk pria itu. Meminjam bahu lebarnya untuk menumpahkan semua air matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Freak Hwarang [completed]
FanficKetika kau diberi pilihan; kekuasaan, persaudaraan atau cinta?