"Oh Sena! Yaa! Tunggu aku!" teriak Namjoon yang selalu berada di belakang Sena meskipun dia sudah mengerahkan nyaris seluruh energinya. "Aish, anak itu cepat sekali sih larinya."
Sena sendiri sama sekali tidak peduli dengan panggilan Namjoon. Kepalanya sibuk memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi pada Jimin. Bagaimana kalau Jimin sampai membuat keributan dengan Ro? Bagaimana kalau nanti bukannya Ro yang jatuh tapi malah Jimin? Sssh, dia khawatir kalau pangeran berpipi tembem itu akan terluka.
Saking sibuknya dengan pikiran-pikirannya, Sena sampai tidak sadar kalau di depannya terdapat akar pohon besar yang menghalangi jalan. Tahu-tahu kakinya tersandung dan BRUK!
"Jabrik!" teriak Namjoon yang langsung mempercepat larinya. Setelah di dekat Sena, dia pun berjongkok untuk menyejajari levelnya dengan gadis itu.
"Kau baik-baik saja? Eomma! Lututmu berdarah. Ah eotteohke???"
Padahal Sena yang berdarah tapi Namjoon yang bingung. Dia menoleh ke kanan kiri mencari bantuan. Tapi siapa juga yang akan tinggal di hutan belantara malam-malam seperti ini? Hanya terdengar suara desis-desis dedaunan yang bergesekan dengan angin. Bukannya malah tenang, yang ada Namjoon justru merinding. Dengan bantuan cahaya kunang-kunang yang dibawanya di sebuah kantung kaca, ia pun kembali memperhatikan gadis itu.
Sena yang sejak awal hanya peduli Jimin Jimin dan Jimin, tanpa memikirkan rasa sakitnya, ia pun berusaha berdiri sendiri. memang bisa sih, sayangnya dia tidak bisa lagi berjalan dengan cepat seperti sebelumnya.
"Yaa, yaa, naik ke punggungku sekarang."
Tahu-tahu Namjoon sudah berada di depannya sambil memamerkan punggungnya yang lebar. Dahi Sena mengernyit.
"Aku tidak butuh. Kakiku masih bisa dipakai."
"Aish! Naiklah saja! Kalau kau berjalan seperti itu, yang ada kita akan sampai di tempat besok malam!" Namjoon menghela napas untuk mengurangi emosinya. "Sekarang naiklah. Kau tidak mau 'kan hewan-hewan buas di malam hari mengintaimu karena bau darahmu dan jalanmu yang seperti siput itu? Mumpung aku sedang baik jadi lebih baik—"
Kalimat Namjoon pun terputus karena Sena tiba-tiba saja melingkarkan lengan di lehernya. Oke. Dia segera berdiri, menyelipkan kedua tangannya di lipatan kaki Sena lalu menyerahkan kantung kunang-kunangnya pada gadis itu. "Kau yang pegang."
Dan mereka pun pergi ke tujuan dengan seperti itu.
Sena mengeratkan pelukannya saat angin malam yang dingin tiba-tiba menerpa kulit tubuhnya yang tidak terlindungi kain. Astaga, dingin sekali. Bahkan berada di kandang biri-biri saja tidak sedingin ini.
Namjoon berhenti sebentar untuk membenarkan letak Sena yang melorot. "Makanmu banyak tapi kau ringan juga ya."
"Aku makan banyak untuk menyimpan energi. Kau lupa kalau setiap harinya aku harus melatih para wolfdog?Aku makan banyak hanya untuk mereka."
Namjoon tersenyum tipis. "Tidak heran."
"Kau sendiri ... kau sendiri kenapa bisa setinggi ini? Apa di istana kau menghabiskan semua susu sapi yang tersedia saat kalian masih kecil?"
Mendengarnya membuat laki-laki itu gagal menahan tawa. "Ironi sekali itu, nona. Jujur saja, aku tidak begitu suka susu sapi. Saking tidak sukanya ibuku sampai membelikanku susu soya yang harganya dua kali lipat lebih mahal dari susu sapi."
"Wah ... kau ini benar-benar orang yang menggambarkan kata 'mewah' ya?"
"Bukankah sudah pernah kubilang sejak awal?"
"Masa? Ah, aku lupa."
Namjoon lagi-lagi berhenti untuk membenarkan letak Sena di punggungnya. "Aku baru sadar kalau kau ini adalah tipe gadis yang spontan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Freak Hwarang [completed]
FanfictionKetika kau diberi pilihan; kekuasaan, persaudaraan atau cinta?