Chapter 14

468 57 0
                                    

Pikiran Yoongi menjadi tak tenang lagi setelah dia mendengar suara pintu dibanting dari luar sana. Dia berusaha melanjutkan tidurnya, tapi yang ada dia justru menghabiskan waktu hanya dengan berguling-guling tak jelas di kamar yang tak terlalu luas ini. Padahal di istana, kalau dia sedang tidak melakukan apa-apa, biasanya dia akan sibuk sendiri di depan komputernya untuk membuat lagu. Yah ... dia ini bukan pangeran yang bisa semudah itu dikekang dengan hal-hal yang berbau hukum, pemerintahan, dsb. Jiwa mudanyalah yang membuatnya terdorong untuk membuat lagu daripada belajar bahasa asing seperti yang dilakukan saudara-saudaranya.

Dan kini dia sudah jauh dari komputernya. Konyolnya dia malah memikirkan gadis yang mati-matian dia benci karena sudah membuatnya melakukan hal-hal yang diluar rencananya selama ini.

Lelah bertarung dengan pikirannya dia pun segera bangkit dan berniat melihat keadaan Sena. Namun saat dia membuka pintu, belum sampai satu detik, pintu kembali dia tutup. Melalui celah yang terbuka, dia melihat apa yang sedang terjadi diluar sana. Sena dan Namjoon. Sedang apa mereka?

Namjoon berbalik, menatap Sena sambil mengernyit. "Wae?"

Gadis itu pun melepas cekalannya, lantas menunduk dan kembali memasuki kamar. Pintu ditutup tanpa ada sepatah penjelasan pun darinya.

Yoongi akan melangkah keluar ketika dia melihat Jimin sudah menduluinya. Jimin menarik Namjoon untuk menjauh dari pintu kamar itu, tapi Yoongi masih bisa melihat dimana keberadaan mereka.

"Hyung, apa katanya?" tanya Jimin to the point tanpa sedikitpun memberikan ruang untuk Namjoon memikirkan tingkah Sena yang mengherankan.

"Dia tidak mengatakan apa pun," jawab Namjoon masih sambil menatap pintu Sena.

"Kau yakin? Apa dia baik-baik saja?"

Namjoon menghela napas. "Sepertinya tidak. Dia tampak seperti baru selesai menangis."

Jimin terdiam sebentar. Berpikir. Kira-kira apa yang sudah membuat gadis gila macam Sena menangis? Ia rasa tadi sewaktu kegiatan mencuci dia masih baik-baik saja. Apa mungkin ... rahangnya tiba-tiba mengeras. Tanpa berbicara apa pun pada Namjoon dia langsung menuju belakang pondok untuk menemui seseorang.

"Jimin-a, mau kemana kau?" tanya Hoseok begitu dia melihat Jimin tampak bersungut-sungut menuju suatu tempat. Seokjin dan Jungkook yang sedari tadi bersamanya juga tampak heran.

Jimin berhenti saat dilihatnya mobil kuno milik Ro sudah tidak ada di tempat. "Di mana pedagang sialan itu?"

"Si topi koboi?" tanya Hoseok memastikan.

"Dia sudah pergi," sahut Jungkook.

"Kenapa menanyakannya?" tanya Seokjin.

"Aku akan segera kembali." Hanya itu yang dikatakan Jimin sebelum menghilang di balik gerbang. Kepergiannya menjadi tanya sendiri bagi tiga pangeran yang sejak tadi masih asyik bermain di dekat laundry mereka. Hari sudah mulai menjelang sore, dan Jimin tanpa ragu melangkahkan kakinya keluar dari area kediaman Sena untuk bertemu dengan seseorang yang telah membuatnya kesal setengah mati. Padahal dia belum pernah sekalipun keluar tanpa Sena, dan sekarang dia benar-benar melakukannya.

--

Semenjak perdebatannya dengan Sena, Taehyung memutuskan untuk menjernihkan pikirannya di tepi sungai tempat mereka mencuci baju. Dia duduk di sebuah batu besar, membiarkan kakinya menggantung ke bawah, dikelilingi oleh ikan-ikan yang penasaran. Matanya tampak sedang melihat ke air yang jernih, namun pikirannya melayang jauh. Ia merindukan istananya.

Mungkin alasan mengapa dia merindukan istananya terdengar aneh. Dia hanya ingin tidur di kamar doing nothing. Kesempatan itu sangat langka di sini. Bagaimana bisa dia hanya tidur di kamar kalau Sena terus saja memaksanya bangun pagi, membersihkan kandang biri-biri, melatih para wolfdog, mencuci, dan melakukan tetek bengek lain yang sangat-sangat tidak penting baginya. Di istana pangeran tidak melakukan itu. Kenapa juga harus melakukan itu kalau yang lain bisa melakukannya? Pangeran hanya harus belajar untuk menjadi generasi penerus kerajaan.

Freak Hwarang [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang