Tangan Namjoon sedang terluka, beruntung luka goresnya tidak sampai membuat jari-jarinya putus. Hanya tergores saja, seminggu mungkin sudah pulih lagi.
"Akh! Yaa! Pelan-pelan! Ini sakit sekali tahu!"
Sena mendengus. "Aku ini sudah pelan. Kau saja yang manja."
"Akh!!"
"Tahan sebentar...."
"Aaaaaaakh!!!"
"Selesai."
Namjoon memandang tangannya nanar. "Hanya seperti ini? Kau ini sebenarnya becus atau tidak sih?"
Taehyung keluar dari kamar dengan mata setengah terpejam. Teriakan Namjoon tadi mengganggu tidurnya. "Ada apa, Hyung?"
Namjoon memperlihatkan tangannya yang berlumuran obat merah. "Coba lihat hasil karya si jabrik."
Taehyung menatapnya lekat. "Ah ... ddeokbeokki. Kebetulan aku sedang lapar..."
Namjoon buru-buru menarik tangannya. Taehyung terkekeh.
"Kalau tanganku hanya dibiarkan seperti ini, kuman akan menempel dan lukaku tidak akan pernah sembuh. Kau mau tanggung jawab kalau kulitku tidak bisa kembali ke bentuk semula? Cepat beri plester."
Sena menggaruk tengkuknya. "Sebenarnya aku tidak punya plester."
"Ye?"
"Ah tapi aku punya yang lain. Sebentar." Sena beranjak ke kamarnya, lalu kembali sambil membawa sebuah kain bandana. "Kemarikan tanganmu." Oleh Sena, bandana itu diikat di daerah luka di tangan Namjoon. Memang menutupi sih, tapi konsekuensinya, tangan itu tidak boleh terkena air sedikitpun. Dan itu membuat Namjoon frustasi.
"Kenapa tanganmu bisa seperti itu, Hyung? Kalian dari mana saja?"
"Kau lupa, aku mengajaknya berburu burung karena kalian semua tidak ada yang menyetujui ajakanku. Karena ulahku tangannya terkena pisau dan ... menjadi seperti ini."
Namjoon hanya diam saja melihat tangannya diusap oleh Sena.
"Sekarang dimana burungnya? Aku lapar." Taehyung mengusap perut besarnya yang seperti perut bayi.
"Di gudang penyimpanan bersama si Sulung. Pergilah ke sana, bantu kakakmu."
Taehyung menguap lebar. "Shireo. Aku baru ingat kalau aku masih mengantuk. Annyeong."
Sena hanya mengabaikan kelakuan Taehyung. Masih mengusap tangan Namjoon. "Aku minta maaf karena sudah membuatmu seperti ini. Aku tidak bermaksud membuatmu terluka, serius. Aku hanya ... ah lupakan saja. Intinya semua ini salahku dan ... aku berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Dan aku janji luka ini adalah yang terakhir untukmu."
Kata-kata Sena terucap dengan begitu manis. Tapi apalah seorang Kim Namjoon. Ini pertama kalinya dia mendengar kata-kata itu dan ... menganggap kalau itu hanyalah janji picisan saja. Mungkin karena dunianya tidak terbiasa dengan kata-kata seperti itu. Ia tidak menunjukkan reaksi apa pun kecuali menarik tangannya kembali dan beranjak memasuki kamar bergabung dengan yang lain untuk tidur.
Sena menghela napas. Sebenarnya dia lelah sekali karena seharian ini dia tidak mengambil istirahat. Tapi, karena tanggung jawabnya banyak, dia tidak bisa beristirahat begitu saja. Teringat Seokjin di gudang penyimpanan, ia pun bergegas pergi ke sana.
Seokjin menggantikan dia dan Namjoon untuk menguliti burung. Begitu dia sampai di sana, burung-burung itu kini hanya tinggal daging siap masak. Melihat darah berceceran di lantai, dia segera mengambil pel lalu menggunakannya untuk membersihkan semua darah tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Freak Hwarang [completed]
FanfictionKetika kau diberi pilihan; kekuasaan, persaudaraan atau cinta?