Part 6

3.7K 110 2
                                    

Pagi ini Alena datang ke sekolah dengan wajah mengantuk. Semaleman dia tidak bisa tidur karena memikirkan Mexi. Lebih tepatnya ucapan Mexi sebelum dia pulang tadi malam.

" Tapi Hulk nya malam ini cantik banget."

Kalimat itu terus terngiang di telinga Alena karena dia tidak percaya bahwa yang mengatakan itu adalah Mexi, cowok yang selama ini jadi trouble maker di sekolah.
" Arrgghhh... Gue kenapa sih? Kenapa kepikiran dia terus? " teriak Alena kesal pada dirinya sendiri.
Bruukkk... Tiba-tiba seseorang menyenggol tubuh Alena hingga dia tersungkur ke tanah.
" Awwhhh..." ringis Alena karena merasakan sesuatu yang sakit di lututnya. Alena melihat lututnya dan darah segar terlihat mengalir disana.
" Ups, sorry gak sengaja. Lagian kalo jalan itu jangan bengong donk." Kata orang yang menabrak Alena tadi. Ternyata dia adalah Stanley cs. Bukannya menolong Alena untuk berdiri, Stanley cs malah tertawa dan meninggalkan Alena yang masih meringis kesakitan. Alena hanya menatap tajam sambil geleng-geleng kepala ke arah mereka. Mau dilawan juga sepertinya percuma, yang ada malah mereka bertiga pasti akan mengeroyok Alena. Alena  membersihkan kedua tangannya yang terkena pasir. Lalu dia mencoba untuk berdiri. Ternyata ada sebuah tangan yang terulur untuk membantu Alena berdiri. Alena melihat siapa yang datang membantunya. Seorang cowok yang tidak ia kenal tapi memakai seragam yang sama dengannya datang menghampiri. Alena mengernyitkan dahi, dia tidak mengerti mengapa cowok itu mau membantunya padahal dia tidak mengenalnya. Tapi karena menghargai kebaikan cowok itu, Alena pun menyambut uluran tangannya.
" Thanks." Ucap Alena sambil membersihkan roknya yang kotor.
" Sama-sama. Lo murid baru ya? " tanya cowok itu sambil tersenyum. Alena mengangguk. Perasaan dia sudah hampir sebulan sekolah disini, tapi kenapa baru melihat cowok itu hari ini.
" Kenalin gue Dion, ketua OSIS disini." Kata cowok itu memperkenalkan diri. Alena mengangkat alisnya sebelah. Bingung mengapa cowok itu malah memperkenalkan diri.
" Alena." Balas Alena singkat.
" Lo kelas berapa? " tanya cowok yang bernama Dion itu lebih lanjut.
" XI IPA 2. Lo? "
" Gue XII IPA 2."
" Oh, kakak kelas. Sorry, gue gak tau." Kata Alena tak enak hati karena sudah memanggil kakak kelasnya dengan sebutan "lo".
" Never mind. Panggil nama aja, gak usah panggil kakak." Balas Dion santai.
" Hmmm..." Alena berdehem.
" Lo gak papa? Itu lutut lo berdarah." Kata Dion menunjuk lutut kanan Alena yang masih berdarah.
" Iya. Kayaknya gue perlu ke UKS deh."
" UKS belum buka jam segini." Kata Dion sambil melirik arlojinya. Masih pukul 06.40 WIB.
" Gini aja, gue beliin lo plester di kantin sama air mineral buat bersihin lukanya. Gimana? " tanya Dion menawarkan.
" Euummm....." Alena tampak berpikir. Dia tidak enak hati kalo sampe merepotkan ketua OSIS itu.
" Udah jangan banyak mikir. Yuk, lo tunggu disitu aja biar gue ke kantin." Kata Dion sambil menunjuk kursi panjang di taman dekat parkir motor. Alena pun tak bisa menolak dan berjalan menuju kursi itu dibantu oleh Dion. Setelah mendudukkan Alena disana, Dion pun pergi ke kantin. Sekita sepuluh menitan Dion kembali dengan botol minum dan plester di tangannya. Dion membuka botol minum itu dan mulai menyiram luka di lutut Alena. Alena tampak meringis menahan sakit. Sementara itu di lain sudut sekolah, sebuah motor sport berwarna hitam, hijau, kuning dan merah masuk ke dalam parkiran motor beriringan. Mereka adalah Mexi cs. Setwlah merapikan motornya di parkiran, Mexi cs membuka jaket dan berjalan menuju kelas.
" Woi, men, lihat tuh! " teriak Gio pada ketiga temannya sambil menunjuk ke arah kursi di taman dekat parkiran motor mereka. Mexi, Sean dan Gio pun melihat ke arah yang ditunjuk Gio. Mexi menyipitkan matanya untuk memastikan apa yang dilihatnya.
" Itu Alena kan? Sama siapa tuh? " tanya Sean bingung.
" Siapa lagi kalo bukan Dion, si ketua OSIS yang selalu tebar pesona. Kayaknya kali ini targetnya si Alena deh." Jawab Dafa asal menebak.
" Weits, gak bisalah. Alena itu gebetan gue. Gue gak akan biarin kalo si Dion yang ngambil." Lanjut Sean.
" Eh, kayaknya Alena terluka deh." Kata Gio yang melihat Dion menempelkan plester di lutut Alena.
" Wah, kenapa tuh bidadari gue? " tanya Sean mulai panik. Mexi memperhatikan secara detail dari kejauhan. Dia melihat Alena mencoba berdiri dibantu oleh Dion dan mereka berjalan menuju kelas.
" Eh, pake acara pegang-pegang lagi." Lanjut Sean tak terima.
" Udah ah, yuk cabut! " Mexi mengakhiri percakapan itu dengan mengajak ketiga temannya masuk kelas. Sean, Gio dan Dafa pun menurut karena bel dua menit lagi akan berbunyi.
" Makasih ya, Kak, udah bantuin aku." Kata Alena begitu tiba di depan kelasnya.
" Iya sama-sama. Jangan panggil Kak, panggil Dion aja."
" Gak enak atuh , kan kakak emang senior."
" Hahaha... Kamu tuh lucu ya. Yaudah deh terserah kalo gitu. Aku ke kelas dulu ya."
" Iya. Bye."
" Bye."
Alena berjalan masuk ke kelas setelah Dion pergi. Jalannya masih tergopoh-gopoh.
" Nape lu? " tanya Jeje bingung melihat cara jalan Alena yang pincang. Dia sudah sudah tiba di kelas lebih dulu.
" Jatoh." Jawab Alena singkat.
" Kayak anak kecil baru bisa jalan pake jatuh segala. Kok bisa? "
" Di senggol sama Stanley cs."
" Ha? Stanley cs? Kok bisa? "
" Tauk tuh tadi pas di gerbang sekolah. Bukannya minta maaf, mereka malah pergi gitu aja."
" Dasar ya gerombolan badut ancol. Terus itu kaki lo gak papa? " tanya Jeje khawatir melihat lutut Alena yang di plester.
" Cuma lecet dikit, tapi udah diobatin sama Dion."
" Wait, wait... Sama siapa lo bilang? "
" Dion."
" Dion? Dion ketua OSIS itu? "
Alena mengangguk.
" Kok bisa sih? "
" Aduh... Lo nanya kok bisa kok bisa mulu sih? Ya bisalah."
" Ya maksud gue, gimana ceritanya kok bisa Dion nolongin lo? Emang lo kenal sama dia? "
" Enggak. Tadi baru kenalan."
" Ya ampuuunnnn, Al... Lo beruntung banget sih bisa diajakin Dion kenalan."
" Emang kenapa? " tanya Alena sambil menaikkan satu alisnya.
" Dion itu idola cewek-cewek di sekolahan ini, ya selain Mexi sih. Bedanya tuh Dion terlalu sempurna soalnya gak bandel kayak Mexi. Kalo ganteng sih sama, keren sama, cuma kelakuannya aja yang beda." Kata Jeje menjelaskan.
" Oh..."
" Kok cuma "Oh" ? "
" Ya terus gue mau ngomong apalagi?"
" Lo gak ngerasa bahagia gitu diajak kenalan sama Dion? " tanya Jeje bingung melihat sikap datar Alena.
" Enggak, biasa aja." Jawab Alena menggeleng sambil memanyunkan bibirnya.
" Haahhh... Yaudahlah. Mungkin tipe lo yang kayak Pak Samsul kali ya." Kata Jeje menyerah.
" Enak aja lo! " balas Alena sambil memukul lengan Jeje. Kemudian mereka berdua tertawa bersama.

AlenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang