Pagi hari di sekolah...
Alena turun dari mobil saat Pak Wardiman menghentikan mobilnya di depan gerbang sekolah. Setelah Alena turun, Pak Wardiman langsung pergi meninggalkan sekolah. Alena tak sengaja melihat Jeje yang baru datang juga dari kejauhan.
" Jeeee!!! " teriak Alena sambil melambaikan tangan. Jeje langsung menoleh.
" Al!!! " Balas Jeje sambil melambaikan tangan juga. Jeje pun berjalan mendekati Alena. Saat Alena ingin melangkah memasuki gerbang sekolah, tiba2 sebuah mobil Jeep berhenti di belakangnya. Dua orang lelaki berbadan besar turun dan langsung menyekap mulut Alena dari belakang. Yang satu menarik Alena masuk ke dalam mobil. Alena mencoba melakukan perlawanan, tapi percuma karena badan mereka lebih besar.
" Al..." kata Jeje panik melihat kejadian itu. Jeje langsung berlari mendekat. Tapi sayang, mobil itu langsung tancap gas pergi meninggalkan sekolah.
" Alenaaaaaa...." teriak Jeje panik. Jeje bingung. Dia melihat sekeliling, siswa-siswi yg lain juga tampak panik yg melihat kejadian itu.
" Woiii... Tolongin donk itu Alena diculik." Kata Jeje pada seorang siswa.
" Gimana caranya? Gue juga takut." Balas siswa cowok itu yg trauma melihat dua orang lelaki berbadan besar yg menculik Alena. Jeje langsung berlari masuk ke sekolah berharap bisa meminta bantuan siapapun. Saat melewati parkiran motor, Jeje melihat Mexi yg baru sampai dan sedang melepas helm. Alena langsung menghampirinya.
" Mex..." kata Jeje sambil ngos-ngosan.
" Jeje? Lo kenapa? " tanya Mexi bingung. Wajah Jeje benar-benar terlihat panik.
" Tolongin Alena, Mex. Dia diculik." Kata Jeje di sela-sela tarikan nafasnya.
" APA??? " tanya Mexi kaget. Dia langsung memegang kedua lengan Jeje.
" Siapa yg nyulik??? " tanya Mexi sambil menatap tajam Jeje.
" Gue gak tau. Hosh... hosh... hosh..." jawab Jeje masih dengan nafas ngos-ngosan.
" Tadi ada dua orang laki-laki turun dari mobil Jeep terus bawa Alena kabur. Gue sempat ngejar tapi gak keburu." Lanjut Jeje lagi di sela-sela nafasnya. Tiba-tiba hp Mexi berbunyi. Dia merogoh saku celananya. Nomor yg tidak dikenal muncul di layar hpnya. Mexi langsung mengangkatnya.
" Halo."
" Kalo lo mau cewek lo selamat, datang ke gudang pasir sekarang juga. Ingat, datang sendiri tanpa ditemenin siapapun. Kalo lo coba-coba bawa orang lain, jangan salahin gue kalo lo gak bakal bisa ketemu lagi sama cewek lo." Kata seseorsng dari seberang sana.
" Toloonnngggg..." terdengar suara Alena yg sedang berteriak minta tolong.
" Alena?? " teriak Mexi kaget mendengar suara Alena.
" Hah, Alena? " gumam Jeje yg mendengar Mexi memanggil nama Alena.
" Lo siapa? Woi, kalo berani lawan gue. Jangan bawa-bawa dia dalam masalah ini." Kata Mexi geram.
" Tut...tut...tut..." telepon terputus.
" Halo... Haloooo.... Woiii..." teriak Mexi kesal. Dia mencoba menelpon nomor itu lagi, tapi tidak bisa terhubung lagi.
" Arrgghhh... Sial! " kata Mexi emosi.
" Kenapa, Mex? Itu tadi Alena? " tanya Jeje penasaran.
" Iya. Orang yg nyulik Alena nyuruh gue sendirian ke gudang pasir sekarang juga."
" Apa??? "
" Je, gue kesana dulu ya. Tolong jangan bilang masalah ini sama siapa-siapa. Gue gak mau satu sekolahan heboh." Kata Mexi yg langsung memakai helmnya dan menyalakan motor.
" Tapi, Mex..."
Belum sempat Jeje selesai bicara, Mexi sudah berlalu pergi. Dia mengemudikan motornya dengan kecepatan tinggi. Jeje tak mau ambil risiko, dia langsung mencari teman2 Mexi yaitu Sean, Gio dan Dafa.
Sementara Alena begitu takut melihat tiga orang lelaki berbadan besar satu mobil dengannya. Satu orang mengemudikan mobil dan dua orang menjaganya di kiri dan kanan. Mulut Alena ditutup pake plester hitam. Tangan diikat ke belakang. Benar-benar seperti penculikan di film holywood. Alena takut. Ingin berteriak tapi tak bisa. Ingin melawan tapi tak mampu. Akhirnya Alena hanya diam.
" Kita harus kabarin bos kalo ceweknya udah berhasil kita culik." Kata laki-laki berkepala botak yg sedang menyetir.
" Oh iya, gue telpon bos dulu." Kata laki-laki bertato di samping kanan Alena sambil mengeluarkan hp dari saku celananya.
" Halo, Bos. Kita udah berhasil nyulik target. Sekarang kita menuju lokasi." Kata laki-laki itu kemudian mengangguk2 beberapa kali lalu mematikan telponnya. Alena tidak bisa mendengar apa yang dikatakan bosnya dari seberang sana.
" Kasihan lo. Gara2 kelakuan cowok lo, lo jadi korban. Padahal lo cantik. Kalo lo mau, lo sama gue aja. Hahaha..." kata laki-laki bertopi di sebelah kiri Alena. Dia mencoba memegang wajah Alena. Alena menundukkan kepalanya agar tidak disentuh laki-laki itu.
" Jadi mereka musuhnya Mexi? " Alena bertanya-tanya dalam hati.
Tak berapa lama kemudian mereka tiba di sebuah bangunan tua yg tidak terpakai lagi. Alena sempat membaca sebuah papan bertuliskan "Gudang Pasir". Alena benar-benar tak mengenal tempat ini. Laki-laki bertopi tadi menarik tangan Alena.
" Ayo turun." Katanya sambil membantu Alena turun. Dia membawa Alena masuk ke dalam kemudian mendudukkannya di sebuah kursi tepat berada di tengah ruangan. Ruangan itu sangat gelap, terasa banyak debu disana. Alena yakin pasti tempat ini sudah lama kosong sehingga terkesan horor. Alena sangat takut, apalagi dia tidak mengenal siapa yg menculiknya. Ketiga penculik itu mengikat Alena di kursi. Tubuhnya yg mungil tak mampu melawan. Saat Alena sudah terikat, beberapa orang masuk ke ruangan itu. Tampak seorang laki-laki memakai jaket kulit hitam di depan dan diikuti oleh beberapa laki-laki lainnya. Laki-laki yg memakai jaket itu menghampiri Alena.
" Jadi elo pacarnya Mexi? " tanyanya sambil membungkukkan badan ke arah Alena. Alena tak menjawab. Bagaimana bisa dia menjawab dengan mulut tertutup plester seperti itu. Alena hanya melihat laki-laki itu tajam.
" Kalo gue gak bisa ngabisin Mexi, setidaknya gue bisa ngabisin orang yg dia sayang." Lanjut laki-laki itu. Alena mengernyitkan dahinya. Dia tidak percaya bahwa hidupnya akan berakhir tragis di tangan para lelaki di hadapannya ini. Mungkin ada sekitar 15 orang laki-laki disana, sedangkan Alena hanya seorang diri perempuan. Dia pasrah. Biar takdir yang menentukan hidupnya akan berakhir seperti apa. Tiba-tiba sebuah suara motor yang sangat Alena kenal muncul. Motor itu langsung masuk ke dalam ruangan dimana tempat Alena di tahan. Si pengendara motor mematikan motornya dan membuka helm. Dia adalah Mexi. Alena kaget melihat kedatangan Mexi. Dia langsung mencoba berteriak dengan mulut terkunci.
" Diam!! " kata laki-laki bertato yg di dalam mobil tadi. Mexi meletakkan tas dan jaketnya di atas motor. Kemudian dia berjalan ke arah cowok yg memakai jaket kulit hitam tadi, sepertinya dia adalah bosnya.
" Jadi ini semua kerjaan lo? " tanya Mexi sambil berkacak pinggang. Dia sempat melirik ke arah Alena dan dia lega melihat Alena baik-baik saja.
" Akhirnya lo datang juga. Gue gak nyangka kalo cewek ini sebegitu berartinya buat lo." Kata laki-laki itu sambil menunjuk Alena.
" Dia gak tau apa-apa. Jangan ganggu dia." Kata Mexi masih mencoba untuk tenang.
" Tenang, gue gak ngapa-ngapain dia kok. Lihat aja dia masih sehat walafiat. Gue cuma jadiin dia pancingan supaya lo datang kesini." Kata laki-laki itu santai.
" Kalo gitu lepasin dia."
" Weiittsss... Gak bisa gitu donk, Bro. Gue udah capek2 bawa dia kesini masa langsung dilepasin gitu. Setidaknya, gue mau bersenang-senang sama dia dulu..." bisik laki-laki itu yg membuat Mexi terbakar emosi.
" Brengsek lo!!! " kata Mexi sambil menarik kerah jaket laki-laki itu dan menghempaskannya ke lantai. Anak buahnya yg lain langsung menyerbu Mexi. Ini adalah pertandingan 1 VS 15 orang. Alena tau Mexi tidak akan mampu melawan mereka semua. Tapi Mexi sudah bertarung. Dia melawan satu persatu lawannya itu. Awalnya Mexi memang mampu melawannya. Tapi tidak dengan satu pukulan di kepalanya bagian belakang. Seseorang berhasil memukul kepala Mexi dengan balok besar. Mexi langsung terjatuh. Tenanganya hilang. Sementara lawan yg lain langsung menyerbunya dari bagian depan, kanan dan kiri. Mereka menghajar Mexi tanpa ampun. Alena yg melihat kejadian itu mencoba berdiri, tapi tidak bisa. Tangan dan kakinya diikat di kursi. Dia hanya bisa memberontak tanpa mengeluarkan suara. Dia melihat Mexi yg sudah berdarah-darah dan babak belur di hajar oleh 15 orang. Disaat Alena mulai pasrah, tiba-tiba terdengar suara motor sport datang dan langsung masuk ke ruangan itu. Mereka ada Sean, Gio dan Dafa. Alena kaget melihat kedatangan mereka. Mereka langsung turun dan membantu Mexi yg sedang di keroyok. Mexi tak berdaya, untuk membuka mata saja dia tak mampu. Seketika pandangan Mexi menjadi gelap. Mexi pingsan. Sementara ketiga temannya menghajar satu persatu orang yg sudah mengeroyok Mexi. Sampai pada akhirnya semua lawan mereka terkapar. Sean menarik kerah jaket laki-laki tadi. Wajahnya sudah berlumuran darah.
" Ini perkelahian kita yg terakhir. Karena polisi udah menuju kemari. Lo dan geng lo gak akan bisa lolos lagi." Kata Sean lalu melemparkannya ke lantai. Laki-laki itu pun terjatuh kemudian tak sadarkan diri. Sean dan Gio menghampiri Mexi yang pingsan. Sementara Dafa membantu Alena melepaskan tali yg mengikat tubuhnya. Alena buru-buru melepaskan ikatan di tubuhnya lalu berlari ke arah Mexi.
" Mex, Mex... Bangun... Kamu harus bangun." Kata Alena sambil mengangkat kepala Mexi dan meletakkannya di pangkuannya. Tidak ada respon. Mexi tidak menjawab. Hanya terlihat darah keluar dari hidung dan bibirnya. Membuat Alena semakin khawatir.
" Mexiii... Kamu gak boleh mati. Kamu harus kuat..." lanjut Alena lagi.
" Al, kita bawa Mexi ke rumah sakit sekarang." Kata Sean tidak ingin menunda waktu. Lalu Sean dan Gio mengangkat tubuh Mexi, sementara Dafa mencarikan taksi karena mereka tidak ada yg membawa mobil.
Setelah taksi datang, Alena buru-buru masuk dan memangku tubuh Mexi yang dibantu masuk oleh Sean dan Gio.
" Se, lo temenin Alena ke rumah sakitm biar gue sama Dafa yg ngurus disini." Kata Gio pada Sean.
" Oke." Kata Sean lalu masuk ke dalam taksi dan duduk di samping supir.
" Pak, ke rumah sakit terdekat." Kata Sean pada supir taksi. Kemudian taksi pun melaju membawa mereka ke rumah sakit terdekat dari sana. Setelah kepergian Alena, Mexi dan Sean, mobil polisi pun tiba di tempat kejadian perkara. Polisi langsung meringkus penjahat itu semua. Dibantu oleh Gio dan Dafa. Saat Gio mau mengambil tas dan jaket milik Mexi, sesuatu terjatuh dari kantong jaket Mexi. Sebuah kotak berwarna merah. Gio memungutnya dan membuka kotak itu. Sebuah kalung dengan mainan berbentuk kunci dan huruf A terpaut disana. Gio tersenyum melihatnya. Sepertinya Mexi sedang menyiapkan sebuah kejutan untuk seorang perempuan. Kemudian dia menutup kotak itu dan menyimpannya. Lalu membereskan barang2 Mexi dan Sean yg tertinggal disana.
Sementata itu di dalam taksi...
" Mex, kamu harus bertahan. Kamu kuaattt..." kata Alena sambil terus mengelus wajah Mexi. Dia menatap wajah Mexi yang pucat.
" Pak, masih jauh gak? " tanya Alena untuk kesekian kalinya. Mungkin supir taksinya sudah bosan dengan pertanyaan itu.
" Enggak kok, Mba. Paling sekitar dua menit lagi." Kata supir taksi yang untungnya begitu sabar menghadapi Alena yg sedang panik.
" Al, lo harus tenang. Ini si bapak lagi berusaha untuk cepat sampai kok." Kata Sean membantu menenangkan Alena. Alena akhirnya menyadari kepanikannya mengganggu konsentrasi si bapak supir. Akhirnya Alena pun diam sambil terus mengelus wajah Mexi.
Akhirnya setelah beberapa menit menempuh perjalanan, mereka sampai di rumah sakit. Sean langsung meminta tolong ke IGD dan para datang dengan tempat tidur dorong. Mereka membantu Mexi keluar dari taksi lalu membawanya masuk dengan sigap. Mexi dibawa ke sebuah ruangan dan ditutup oleh gorden.
" Maaf ya, Mba, tidak boleh masuk. Pasien sedang diperiksa oleh dokter." Kata perawat itu menahan Alena.
" Tapi dia gak papa kan, Sus? " tanya Alena panik.
" Sebentar, Mba, dokter sedang memeriksa kondisi pasien." Jawab perawat itu menenangkan Alena. Kemudian Sean datang setelah membayar taksi tadi.
" Al, lo harus tenang. Biarkan dokter meriksa keadaan Mexi dulu." Kata Sean memegang pundak Alena. Alena bersandar di dada bidang Sean, membuat Sean kaget. Rasanya jantungnya berdegup lebih kencang dan aliran darahnya turun ke kaki semua. Bagaimana pun Sean masih tetap menyukai Alena.
" Gue takut, Se." Kata Alena mulai menangis.
" Lo tenang aja. Mexi orang yg kuat kok. Gue kenal Mexi dari kecil dan gue tau gimana kuatnya dia." Kata Sean mengelus punggung Alena. Tiba-tiba hp Sean bergetar. Itu adalah telpon dari Gio.
" Halo, Gi. Kita di Rumah Sakit Kasih Bunda. Sekitar satu kilometer ke arah kanan dari gudang pasir." Kata Sean menjelaskan. Setelah Gio menjawab, Sean langsung mematikan teleponnya. Kemudian tak berapa lama, dokter keluar dari balik gorden.
" Gimana keadaan teman saya, Dok?" Tanya Sean menghampiri sang dokter.
" Sepertinya dia mengalami pukulan yg keras di punggung dan dadanya. Kami akan melakukan foto rontgen untuk mengetahui apakah ada tulang yg patah." Kata dokter menjelaskan.
" Kalian bisa hubungi orang tuanya? Kami perlu tanda tangan wali untuk melakukan tindakan lainnya." Lanjut dokter itu lagi.
" Oh iya, Dok. Saya akan hubungi orang tuanya." Kata Sean mengerti.
" Kalo begitu saya tinggal dulu ya." Kata dokter itu lalu pergi meninggalkan Sean dan Alena. Sean mulai bingung bagaimana cara menjelaskan pada orang tua Mexi. Tapi, Sean pun memberanikan diri untuk menghubungi Papa Mexi.
" Al, lo duduk disini dulu ya. Gue mau nelpon bokap Mexi." Kata Sean sambil menuntun Alena duduk di kursi. Alena pun mengangguk. Alena tak habis pikir apa yang sudah terjadi padanya hari ini. Bagaimana dia diculik dan Mexi yang dihajar habis-habisan sampai pingsan. Semua itu terputar kembali di kepalanya. Rasanya ini seperti mimpi buruk bagi Alena. Kalo dia sedang bermimpi, dia ingin cepat-cepat bangun. Saat Alena sedang melamun, tiba-tiba Gio dan Dafa menghampirinya.
" Al..." panggil Gio. Alena menoleh.
" Gimana keadaan Mexi? " tanya Gio penasaran.
" Masih ditangani dokter, Gi." Jawab Alena pelan. Rasanya dia sudah tidak ada tenaga lagi.
" Oh gitu... Sean mana? " tanya Gio sambil duduk di sebelah Alena diikuti oleh Dafa.
" Lagi nelpon Papa nya Mexi. Dokter butuh tanda tangan orang tua Mexi untuk melakukan tindakan." Kata Alena menjelaskan. Gio hanya mengangguk.
" Gi..." panggil Alena pelan.
" Hm? " tanya Gio sambil menoleh ke arah Alena.
" Sebenarnya mereka itu siapa sih? Kenapa mereka nyulik gue? Dan kenapa mereka mau menyelakain Mexi? " tanya Alena yang sudah penasaran sejak awal dia diculik. Gio melirik ke arah Dafa. Dafa mengangguk pelan.
" Sebenarnya dia itu musuh terbesar kita. Mereka itu geng motor. Mereka gak suka dengan geng motor kita karena setiap pertandingan balap motor, kita selalu menang. Terutama Mexi, Mexi gak pernah kalah lawan siapa pun. Pernah suatu hari kita ditantang sama bos mereka, Vicky, yang tadi pakai jaket kulit warna hitam, untuk balapan. Selama ini Vicky juga gak pernah kalah setiap tanding. Tapi saat dia bertanding lawan Mexi, dia kalah. Dia malu sama semua anak-anak geng motor di Jakarta ini, apalagi sama anak-anak geng dia. Sejak saat itu Vicky selalu mengincar kita berempat. Kapan pun dan dimana pun. Termasuk kemarin yg lo nelpon Sean waktu kalian di cegat di pinggir jalan..." kata Gio menjelaskan panjang lebar. Alena pjn mengingat kejadiaan waktu mereka di cegat terakhir kalinya saat pulang sekolah.
" Vicky bukan orang yang gampang menyerah. Kemarin Mexi bisa selamat karena lo keburu nelpon kita dan nolongin Mexi. Makanya sekarang dia buat rencana lain dengan nyulik lo dan nyuruh Mexi datang seorang diri. " lanjut Gio lagi.
" Terus sekarang dia dimana? "
" Dia dan gengnya udah kita serahin sama polisi. Sebenarnya udah dari dulu kita pengen laporin dia ke polisi. Tapi Mexi selalu melarang dengan alasan masa depannya akan hancur kalo berakhir di penjara. Makanya Mexi gak pernah melaporkannya walaupun dia sudah berulang kali mencoba mencelakakan Mexi..."
" Mexi melarang? " tanya Alena lagi.
" Hmmm... Biarpun kelakuannya brutal dan horor, tapi Mexi adalah orang yang baik. Dia tidak tegaan apalagi kalo melihat seseorang itu susah. Mungkin dia orang yg dingin, tapi tidak dengan hatinya. Hatinya lembut dan penuh dengan kasih sayang. Andai mama nya masih hidup, pasti Mexi tidak akan pernah brutal seperti sekarang." Kata Gio sambil menatap kosong ke depan. Dafa dan Alena hanya mendengarkan. Ada rasa pedih di hati Alena. Entah apa. Tapi, semua cerita Gio mampu merobek hatinya. Dia bisa merasakan kehencuran yang dirasakan Mexi selama ini. Sikap brutalnya hanyalah pelampiasan dari kepergian mamanya. Alena menutup wajahnya dengan kedua tangannya dan menangis. Gio dan Dafa yang melihatnya mengelus pundak Alena. Seolah ingin mentransfer energi positif untuk Alena. Alena mengangkat kepalanya kemudian bangkit dari duduknya.
" Al, lo mau kemana? " tanya Dafa.
" Toilet." Jawab Alena singkat. Dafa dan Gio hanya mengangguk lalu memperhatikan Alena. Tiba-tiba tubuh Alena oleng dan hilang keseimbangan. Untung saja Sean datang tepat waktu dan menopang tubuh mungil Alena. Dafa dan Gio langsung berdiri melihat kondisi Alena.
" Al... Lo kenapa? Al..." Panggil Sean sambil menepuk pelan pipi Alena. Tidak ada jawaban. Alena pingsan.***
Saat membuka mata, Alena bisa melihat dinding putih di depannya dan merasakan bau rumah sakit menyengat di hidungnya. Kepalanya terasa pusing.
" Al, lo udah sadar? " tanya Sean di sampingnya. Alena menoleh.
" Gue kenapa, Se? " tanya Alena sambil memijit kepalanya yg sakit.
" Lo tadi pingsan." Kata Sean menjelaskan. Alena mencoba untum bangkit dari tidurnya. Tapi kepalanya terasa berat sekali.
" Udah mendingan sekarang lo istirahat dulu." Kata Sean sambil membantu Alena tidur kembali.
" Mexi... Gimana keadaan Mexi? " tanya Alena yang teringat akan Mexi.
" Mexi belum sadar tapi dia udah dipindahin ke ruang rawat inap. Kita tinggal nunggu hasil rontgennya keluar." Kata Sean menjelaskan.
" Gue mau lihat Mexi, Se." Kata Alena bersikeras ingin bangkit.
" Al, keadaan lo juga belum pulih. Lo harus sembuhkan diri lo dulu baru boleh mikirin Mexi. Lagian disana ada Gio dan Dafa yg jagain Mexi." Kata Sean mencoba menenangkan Alena.
" Papa Mexi? "
" Iya, sama bokap dan nyokap tirinya juga."
" Oh..."
Alena lega mendengar papa Mexi sudah datang. Tiba-tiba hp Alena berbunyi. Dia langsung mengambil tasnya yg terletak di samping tempat tidur kemudian mengeluarkan hpnya. Ada nama Pak Wardiman disana. Alena pun menekan tombol hijau.
" Ya, Pak? "
" Non, dijemput gak? Atau pulang sama Mas Mexi lagi? " tanya Pak Wardiman dari seberang.
" Enggak, Pak. Nanti aku pulang sendiri aja. Aku lagi di rumah sakit ngejenguk teman yg sakit." Kata Alena tanpa memberitahu kejadian yg sebenarnya terjadi.
" Oh yaudah, Non. Assalamualaikum."
" Walaikumsalam." Telepon terputus.
Saat Alena ingin memasukkan hpnya ke saku baju, hpnya berbunyi lagi. Kali ini dari Jeje. Alena langsung menjawabnya.
" Halo."
" Akhirnya lo angkat juga, Al. Lo dimana? Gimana keadaan lo? Lo gak papa kan? " tanya Jeje beruntun.
" Je, satu-satu donk nanyanya. Gue lagi di rumah sakit. Gue gak papa kok." Jawab Alena pada semua pertanyaan Jeje.
" Rumah sakit? Ngapain? " tanya Jeje bingung.
" Aduh mending lo kesini aja deh. Nanti gue ceritain semuanya. "
" Yaudah lo kirim alamatnya ya. Ntar pulang sekolah gue langsung kesana."
" Oke."
Klik! Telepon pun terputus. Alena mengirim share location pada Jeje melalui line. Setelah itu Alena kembali tidur dan beristirahat. Dia ingin cepat sembuh agar bisa terus menemani Mexi disana.***
KAMU SEDANG MEMBACA
Alena
RomanceKetika Alena & Mexi tak percaya yg namanya cinta krn keduanya pernah diselingkuhin pacar masing2, tiba-tiba mereka dipertemukan & saling jatuh cinta. Bersamaan dengan itu ada Amora yang hadir di tengah keduanya. Bukan hanya Amora, masa lalu Alena pu...