Part 12

3.3K 113 3
                                    

" Bi... Bibiii..." teriak Mexi begitu tiba di rumahnya. Diikutin oleh Alena dan ketiga sahabat Mexi di belakangnya.
" Ya Den..." sahut si Bibi yang datang dengan tergopoh2 dari dalam.
" Buatin minum ya buat temen aku." Kata Mexi pada asisten rumah tangganya itu.
" Oh iya, Den." Jawab si Bibi lalu berlalu pergi menuju dapur.
" Eh, gue ikut si Bibi ke dapur ya." Kata Alena pada Mexi. Dia merasa harus memberikan waktu pada Mexi dan ketiga sahabatnya untuk mengobrol. Mexi hanya mengangguk sambil terus memegangi perutnya yang masih sakit.
" Oke, Mex, sekarang lo ceritain sama kita ada hubungan apa sebenarnya lo sama Alena? " tanya Sean to the point.
" Bro... Jadi sebenarnya tuh gini..." Mexi pun mulai menceritakan semua yang pernah terjadi antara dirinya dan Alena beberapa waktu terakhir ini.
Sementara itu Alena menghampiri Bibi di dapur.
" Bi..." panggil Alena.
" Eh, Non, ngapain ke dapur? Udah di depan aja sana." Kata si Bibi sungkan melihat Alena ikut ke dapur.
" Gak papa, Bi. Aku mau nanya, kotak obat dimana ya? "
" Kotak obat? Emang si Non sakit? "
" Oh bukan. Bukan buat aku, tapi buat Mexi."
" Buat Aden? Emang si Aden berantem lagi ya? "
" Lho, kok Bibi tau? "
" Hmmm... Itu udah jadi kebiasaan Den Mexi, Non. Setiap hari berantem, setiap hari Bibi bantuin ngobatin lukanya. Makanya Bibi langsung hapal kalo Non nanya kotak obat buat Den Mexi." Kata Bibi sambil berjalan mengambil kotak obat di dalam lemari.
" Ini Non." Kata Bibi sambil menyerahkan kotak obatnya.
" Emang Mexi sebandel itu ya, Bi? " tanya Alena penasaran.
" Non... Sebenarnya Den Mexi itu orang yang baik. Bibi kerja di keluarga ini sebelum Den Mexi lahir, jadi Bibi kenal Den Mexi itu sejak kecil. Bibi tau gimana Den Mexi. Cuma semenjak Nyonya meninggal, Den Mexi jadi bandel. Males sekolah, suka berantem, gak nurut apa kata Tuan, pokoknya berbeda 180 derajat deh dari yang dulu. Kadang Bibi suka sedih, Bibi kangen Den Mexi yang dulu..." kata Bibi menjelaskan panjang lebar sambil menyiapkan minuman. Alena mendengarkan dengan serius.
" Apalagi sejak Tuan punya istri baru, Nyonya Tiara, Den Mexi jadi lebih bringas, Non. Kerjaannya tiap hari marah2 mulu, banting2 barang, atau malah pernah gak pulang sampe seminggu."
" Hah? Dia kemana, Bi? "
" Gak tau, Non. Waktu Tuan nanya Den Sean, Gio dan Dafa, mereka juga gak ada yang tau. Den Mexi menghilang kayak di telan bumi. Kadang Bibi tuh kasihan sama Den Mexi. Bibi pengen jadi temen curhatnya. Cuma Den Mexi selalu bilang enggak apa-apa kalo Bibi tanyain. Dia selalu menutup isi hatinya dari siapa pun..." lanjut Bibi lagi.
" Ini Non, minum dulu." Kata si Bibi yang sudah selesai membuatkan minum.
" Oh iya, makasih." Jawab Alena sambil menerima gelas dari Bibi.
" Tapi semenjak Non dateng pertama kali kesini, Bibi rasa Den Mexi agak berubah, Non." lanjut Bibi lagi.
" Hm? Berubah gimana? "
" Yaahhh walaupun si Aden masih suka marah2 dan berantem sama Tuan, tapi dia gak pernah banting barang dan gak pulang lagi. Dia juga lebih tenang kayaknya dalam menghadapi masalah..."
" Hmmm... Gitu ya, Bi."
" Iya. Hmmm... Non, Bibi boleh nanya sesuatu gak? " tanya Bibi ragu.
" Nanya apa, Bi? " kata Alena sambil meminum minuman yang ada ditangannya.
" Non Alena pacarnya Den Mexi ya? "
" Uhuk...uhuk...uhuk..." kontan saja Alena tersedak mendengar pertanyaan Bibi itu. Air yang di dalam gelas juga tumpah mengenai baju Alena karena dia batuk.
" Eh Non... Non gak papa, Non? " tanya si Bibi panik sambil mengambil gelas di tangan Alena.
" Ha? Oh enggak kok, Bi, aku gak papa."
" Baju Non jadi basah semua tuh." Kata si Bibi merasa tak enak.
" Oh, gak papa, gak papa. Cuma dikit doank kok."
" Aduh, Non, itu banyak basahnya. Bisa2 Non masuk angin kalo kelamaan pake baju yang basah." Lanjut si Bibi lagi.
" Enggak kok, Bi. Yaudah aku ke depan dulu ya. Mau bantuin Mexi bersihin lukanya."
" Tapi, Non, bajunya..."
" Udah gak papa, santai aja, Bi." Kata Alena sambil mengambil kotak obat yang diberikan Bibi tadi. Dia langsunv berjalan menuju ruang tamu.
" Lho, mereka mana? " tanya Alena bingung saat melihat Sean CS tidak ada lagi di ruang tamu.
" Udah pulang." Jawab Mexi singkat.
" Kok cepat banget? "
" Karena Dafa ada janji mau jemput ceweknya. Jadi dia buru2 pulang. Sean dan Gio jadi ikutan pulang deh." Kata Mexi menjelaskan.
" Den, ini minum..." suara si Bibi berhenti saat melihat Sean CS sudah balik.
" Lah, mana Den Sean dan yang lainnya? " tanya si Bibi bingung.
" Udah pulang. Bibi kelamaan buatnya." Kata Mexi protes.
" Aduh maaf ya, Den." Kata si Bibi merasa tak enak.
" Udah gak papa. Bawa ke dalam aja lagi minumnya, Bi."
" Yaudah, Bibi bawa ke dalam aja ya. Misi, Den."
" Iya."
Kemudian mata Mexi tak sengaja melihat baju Alena yang basah.
" Lo abis mandi di belakang? " tanya Mexi bingung.
" Ha? Maksud lo? " tanya Alena lebih bingung lagi.
" Kenapa baju lo basah begitu? "
" Oh ini... Hmmm... Tadi ketumpahan air."
" Ketumpahan air apa lo kecebur? Bisa sebanyak itu ketumpahan airnya."
" Ketumpahan air."
" Dasar ceroboh. Tunggu sini! " kata Mexi lalu bangkit dari duduknya. Dia berlari menaiki anak tangga menuju kamarnya. Alena yang kebingungan hanya diam menunggu Mexi kembali. Tak berapa lama kemudian Mexi kembali sambil membawakan sebuah kaos miliknya.
" Nih ganti baju dulu gih."
" Baju siapa nih? "
" Ya baju gue lah, masa baju tetangga."
" Gak ah, gue pake baju ini aja,"
" Heh, itu baju lo udah basah. Lo mau masuk angin? Udah sana buruan ganti." Kata Mexi memaksa. Akhirnya Alena menurut dan mengambil baju itu.
" Tuh ganti di kamar tamu aja." Kata Mexi sambil menunjuk sebuh pintu di sebelah kanannya. Alena pun berjalan menuju kamar tamu. Sementara itu Mexi menunggunya di ruang tamu sambil tersenyum penuh kemenangan. Tak berapa lama kemudian, Alena keluar dengan baju yang diberikan oleh Mexi tadi. Mexi langsung berdiri melihatnya.
" Punya badan mungil banget sih, jadi kayak orang-orangan sawah lo. Hahaha..." kata Mexi tertawa lepas saat melihat bajunya kebesaran di pakai oleh Alena.
" Udah ah, bawel. Sini biar gue obatin luka lo." Kata Alena duduk di samping Mexi. Kemudian dia mengeluarkan kapas dan alkohol. Meletakkannya di luka Mexi.
" Awww... Sakit. Pelan2 donk."
" Di tonjok orang gak sakit, di tempel kapas alkohol gini aja sakit. Gimana sih? "
" Ya elo bersihinnya pelan2 donk."
" Ini juga udah pelan. Lo nya aja yang ribet."
" Ssshhh... Aduh..." Mexi terus meringis. Tapi Alena terus membersihkan luka Mexi.
" Mex, sebenarnya mereka tadi itu siapa sih? " tanya Alena penasaran. Dia sebenernya sudah penasaran sejak kejadian pertama mereka dihadang geng motor waktu itu. Tapi dia tidak berani bertanya. Dan karena ini terjadi kedua kalinya, akhirnya Alena memberanikan diri untum bertanya.
" Mereka itu geng motor musuh bebuyutan kita."
" Kita? "
" Iya. Gue, Sean, Gio dan Dafa."
" Kok bisa? "
" Dulu kita sering ikut balap liar dan kita selalu menang lawan mereka. Jadi mereka suka iri dan gak terima sama kekalahannya. Akhirnya pernah suatu hari mereka ngeroyok Dafa di tengah jalan. Sejak saat itu, mereka jadi musuh bebuyutan kita." Kata Mexi menjelaskan.
" Terus kenapa mereka selalu ngincar lo? "
" Karena mereka tau gue yang paling bringas. Dan mereka selalu kalah setiap mau ngeroyok gue. Baru tadi lah mereka berhasil buat gue babak belur. Biasanya luka gue gak sebanyak ini."
" Terus sampai kapan lo mau begini terus? "
" Sampai mereka berhenti gangguin hidup gue dan temen2 gue."
" Mex... Kenapa sih setiap dekat lo, gue selalu merasa bahaya? Kayaknya hidup gue di terror." Kata Alena mengungkapkan perasaannya.
" Mungkin lo emang bahaya kalo deket gue. Tapi lo harus percaya, kalo gue akan selalu ngelindungin lo..." kata Mexi yang membuat Alena tertegun.
" Mex..."
" Al, gue gak akan biarin siapa pun buat nyakitin lo. Gue janji! " lanjut Mexi sambil menggenggam tangan Alena. Alena terdiam beberapa saat. Kemudian dia tersadar dan melepaskan genggaman tangan Mexi.
" Oh, sorry..." kata Mexi menyadari reaksi Alena. Sementara Alena terlihat gugup diperlakukan seperti itu oleh Mexi.
Kemudian Alena melanjutkan kembali membersihkan luka Mexi. Setelah dia rasa cukup bersih, dia meneteskan obat antiseptik kemudian menempelkan plester.
" Selesai. Besok pagi udah bisa dibuka nib plesternya. Biar gak lembab." Kata Alena mengingatkan.
" Iya, Bu Dokter."
" Ih, apaan sih? Nama gue Alena."
" Iya. Ibu dokter Alena, dokter pribadi gue."
" Ih, GR banget lo. Sejak kapan gue jadi dokter pribadi lo? "
" Sejak pertama kali lo kesini..."
" Apaan sih? "
" Apaan sih, apaan sih, emang lo gak ada kalimat lain selain itu? " tanya Mexi bosan mendengar Alena mengucapkan itu terus.
" ENGGAK! " kata Alena ketus.
" Mexi." Tiba-tiba seseorang datang dan mengangetkan Mexi dan Alena. Dia seorang pria paruh baya yang disampingnya menggandeng seorang wanita jauh lebih muda darinya. Dan Alena mengenal wanita itu, Tante Tiara. Mexi melihat ke arah suara, kemudian dia membalikkan badan lagi. Sementara Alena langsung berdiri saat melihat kedatangan ibu tiri Mexi itu.
" Kamu berantem lagi? " tanya pria itu mulai marah saat melihat wajah Mexi memar. Dia adalah Papa Mexi. Tapi, Mexi tak menyahut. Dia hanya diam.
" Mexi jawab Papa!! " kali ini suaranya semakin meninggi. Mexi bereaksi. Dia membalikkan badan dan berdiri di depan Papa nya.
" Iya. Terus kenapa? " tanya Mexi tanpa takut sedikitpun.
" Kamu ini bener2 keterlaluan. Baru beberapa hari yang lalu Papa lihat kamu berantem, ini udah berantem lagi?? " tanya Papanya emosi.
" Tumben ingat? " balas Mexi sinis.
" Mexi!! Sopan sedikit kamu kalo bicara sama Papa."
" Sopan? Papa yang udah buat rasa sopan aku jadi benci." Kata Mexi sambil melirik Tante Tiara. Tante Tiara hanya diam. Begitu juga dengan Alena. Mungkin saat ini Alena tidak seharusnya disini karena ini urusan keluarga Mexi.
" Kamu ini mau jadi apa? Setiap hari bolos sekolah, setiap hari berantem. Bagaimana bisa kamu mau jadi pemimpin perusahaan Papa nanti? "
" Oh... Masih ingat ada aku? Bukannya semua harta Papa bakal jatuh ke tangan dia? " tanya Mexi sinis sambil melihat Tante Tiara.
" Mexiii..." Papa Mexi siap2 melayangkan pukulan ke pipi Mexi.
" Mas, sudah, Mas. Jangan terlalu keras sama Mexi." Tante Tiara menghentikan pertengkaran itu.
" Kenapa berhenti? Pukul aku, Pa, pukul!!! Biar Papa puas. Kenapa gak sekalian aja Papa taruh aku di panti asuhan supaya Papa gak punya beban lagi di rumah ini?? " tanya Mexi dengan emosi yang meluap-luap.
" Kamu ini..."
" Mas, sudah. Ingat jantungmu, Mas." Kata Tiara sambil mengelus dada Papa Mexi. Papa Mexi memang memiliki riwayat sakit jantung.
" Yuk, Al, gue anter lo pulang." Ajak Mexi sambil menarik tangan Alena. Alena buru2 mengambil tasnya di sofa.
" Misi Om, Tante, aku pulang dulu." Pamit Alena saat melewati kedua orang tua Mexi. Tante Tiara hanya tersenyum, sementara Papa Mexi tidak bereaksi. Mexi berjalan dengan langkah terburu2 menuju motornya. Alena tak berani untuk mengajak Mexi bicara. Dia hanya menurut dan memakai helm yang diberikan Mexi. Kemudian mereka pergi meninggalkan rumah yang memiliki kenangan pahit bagi Mexi itu. Mexi mengemudikan motornya dengan kecepatan tinggi. Dia meluapkan emosinya dengan kebut2an di jalan. Sementara Alena sangat ketakutan di boncengan. Alena memeluk erat pinggang Mexi, tapi dia tidak berani untuk menghentikan tindakan Mexi itu. Mexi membawa motornya bukan ke arah jalan rumah Alena. Walaupun bingung, namun Alena tidak berani bertanya. Dia pasrah Mexi membawanya pergi entah kemana.

AlenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang