Part 36

2.8K 100 8
                                    

Alena mengobati tangan Mexi yang lebam karena memukul tembok tadi. Dia menutup bagian yang lebam dengan kassa gulung yang dia minta dari suster. Dengan begitu, Alena berharap tangan Mexi akan segera sembuh.
Sean CS dan Tante Tiara sedang istirahat di mushola rumah sakit. Sementara Alena dan Mexi masih menunggu di ruang tunggu ICU. Mexi terus menggenggam tangan Alena untuk mengurangi ketakutannya. Alena dengan setia menemani Mexi.
" Keluarga Bapak Arman..." tiba-tiba suster keluar dari pintu ICU.
" Ya, saya..." jawab Mexi langsung berdiri menghampiri.
" Oh, Mas... Pak Arman sudah sadar dan mencari anaknya yang bernama Mexi." Kata suster itu menjelaskan.
" Alhamdulillah..." kata Mexi lega sambil menoleh ke arah Alena. Alena juga menghela nafas panjang sambil tersenyum senang.
" Saya anaknya, Sus, saya Mexi..." kata Mexi gak sabar ingin bertemu papanya.
" Oh... Kalo gitu silakan pakai baju sterilnya ya." Kata suster sambil memberikan sebuah baju steril yg harus dipakai saat memasuki ruang ICU. Mexi mengangguk dan langsung memakai baju steril itu.
" Gue masuk dulu ya." Kata Mexi pada Alena. Alena mengangguk sambil tersenyum. Kemudian Mexi masuk dan menghampiri tempat tidur papanya. Sementara Alena kembali duduk menunggu di luar.
" Pa..." panggil Mexi saat tiba di tempat tidur papanya. Papa nya menggerakkan tangan kanannya ke arah wajah Mexi. Mexi memegang tangan papanya itu. Papa Mexi membuka sungkup oksigen yang menutupi hidup dan mulutnya.
" Mex..." panggil papa nya pelan.
" Aku disini, Pa..." kata Mexi menahan tangis.
" Papa... sayang... sama... kamu..." kata Papa nya terbata-bata. Mexi terdiam mendengarnya. Dia tidak menyangka papanya mengatakan hal itu padahal dia yang membuat papa nya seperti ini. Air mata Mexi yag ditahannya dari tadi akhirnya tumpah.
" Aku juga sayang sama Papa. Maafin aku, Pa..." kata Mexi sambil memeluk papanya. Dia menangis menumpahkan semua kerinduan yg selama ini dia simpan dalam hati. Mexi lupa kapan terakhir dia memeluk papanya. Mungkin sekitar dua tahun yg lalu saat mamanya meninggal. Tak berapa lama setelah itu, hubungannya dengan papa nya menjadi renggang karena kehadiran Tante Tiara. Jangankan untuk berpelukan, untuk ngobrol baik-baik dengan papanya saja tidak pernah dia lakukan lagi. Mexi rindu pelukan ini, dia rindu mengungkapkan rasa sayangnya dan dia rindu papanya seperti dulu. Begitu juga dengan papa Mexi. Dia rindu anak satu-satunya ini, dia rindu bisa ngobrol dan bercanda dengan Mexi, dia rindu pelukan ini. Kedua anak dan ayah itu akhirnya larut dalam tangis kebahagiaan.

***

" Al... Mexi mana? " tanya Tante Tiara saat sudah kembali dan melihat Alena duduk sendiri. Sean CS mengikuti di belakang Tante Tiara.
" Eh, Tante... Om udah sadar. Mexi lagi di dalam lihat Om." Kata Alena memberi tahu Tante Tiara dan Sean CS.
" Alhamdulillah..." kata Tante Tiara bernafas lega, begitu juga dengan Sean CS. Mereka bisa bernafas lega mendengar kabar baik itu.
" Terima kasih ya Allah... Engkau sudah mendengarkan doa hamba." Kata Tante Tiara bersyukur dengan kesembuhan suaminya. Dia menarik Alena ke dalam pelukannya. Alena pun ikut senang dan membalas pelukan Tante Tiara itu.

***

Mexi keluar dari ruangan ICU dengan wajah sembab. Dia habis menangis di pelukan papa nya, tapi kali ini dia menangis karena bahagia. Alena dan yg lainnya menoleh ke arah Mexi yg baru keluar.
" Mex... Gimana keadaan Papa? " tanya Tante Tiara menghampiri Mexi. Mexi membuka baju sterilnya lalu memberikannya pada Tante Tiara.
" Papa mau ketemu sama Tante." Kata Mexi tanpa menjawab pertanyaan Tante Tiara. Tante Tiara langsung mengambil baju itu dan memakainya. Tanpa menunggu lama dia langsung masuk ke ruang ICU.
" Mex, gimana keadaan Om Arman? " tanya Sean penasaran.
" Alhamdulillah Papa udah sadar. Dia juga udah bisa ngobrol, cuma masih agak terbatas." Kata Mexi tersenyum senang.
" Haahhh... Syukur deh kalo gitu. Kita lega dengarnya." Kata Gio menghela nafas panjang.
" Makasih ya kalian udah selalu ada buat nemenin gue." Kata Mexi pada ketiga sahabatnya.
" Anytime, Bro... Itulah artinya sahabat! " sahut Dafa sambil memukul lengan Mexi. Sean dan Gio mengangguk setuju. Kemudian keempat sahabat itu berpelukan. Alena tersenyum senang melihatnya keakraban empat sahabat itu.
" Upsss... Sorry, Al. Kita gak mungkin ngajakin lo pelukan juga kan? " tanya Sean menggoda Alena yang dari tadi hanya berdiri disitu.
" Enak aja lo! " sahut Mexi cepat sambil memukul lengan Sean pelan.
" Eh, pacarnya marah! " balas Sean sambil menjauh.
" Hahahaa...." mereka pun tertawa bersama.
" Mex, gue pulang dulu ya. Gue mau ngerjain tugas Fisika. Mana banyak banget lagi tugasnya." Kata Dafa melihat jam menunjukkan pukul sepuluh malam.
" Ah ela, Fa... Kayak anak mami aja lo pulang jam segini." Ledek Gio mendengar ucapan Dafa.
" Bukan anak mami, Bro. Tapi tugas!" Balas Dafa membela diri.
"  Aduh... Emang sih ya, diantara kita berempat lo paling pinter, paling rajin lagi. Yaudah kalo gitu lo kerjain tugasnya, besok kita tinggal nyontek. Oke? " kata Sean sambil merangkul bahu Dafa.
" Ogah."
" Ih, pelit lo! "
" Ya abis lo semua ngatain gue anak mami."
" Iya, iya... Kita gak ngatain lo anak mami deh, tapi anak rajin. Gimana? "
" Hmmm... Boleh juga. Udah ah, gua balik dulu ya."
" Eh guys, guys...Sorry nih bukan maksud ngusir kalian. Tapi ada baiknya kalo kalian juga ikut pulang dan ngerjain tugas. Jangan cuma bisa nyontek sama Dafa doank. Ya setidaknya kalian usaha dikitlah buat ngerjainnya." Kata Mexi kepada Sean dan Gio.
" Tumben omongan lo bener, Mex." Kata Sean bingung.
" Tauk nih." Sahut Gio setuju dengan ucapan Sean.
" Udah, udah... Mending sekarang kalian pulang, lagian udah malem juga. Kalian istirahat biar besok fit ke sekolahnya." Kata Mexi pada ketiga sahabatnya.
" Hmmm... Bener juga sih." Kata Gio mengangguk setuju.
" Besok lo masuk gak? " tanya Dafa pada Mexi.
" Kayaknya enggak deh. Gue nitip buatin surat ya." Kata Mexi pada Dafa.
" Yaudah, gampanglah itu." Jawab Dafa santai.
" Al, lo mau sekalian dianterin pulang gak? " tanya Sean pada Alena.
" Oh, gak usah makasih. Gue tadi udah nelpon Pak Wardiman kok. Mungkin sebentar lagi dia nyampe." Kata Alena menolak halus.
" Oh gitu, yaudah deh. Kalo gitu kita pulang dulu ya. Bye."
" Bye."
Sean CS pun pergi meninggalkan Mexi dan Alena di ruang tunggu. Mexi kembali mengajak Alena duduk. Mexi menyandarkan tubuhnya di kursi lalu menatap kosong ke atas. Alena memperhatikan raut wajah Mexi di sampingnya. Terlihat lelah, namun ada kebahagiaan disana.
" Lo ngobrol apa aja tadi sama Om Arman? " tanya Alena membuka topik pembicaraan.
" Gue minta maaf sama Papa. Gue juga meluk dia..." jawab Mexi tanpa menoleh ke arah Alena.
" Bagus donk. Berarti hubungan lo sama bokap lo udah membaik kan? " tanya Alena penasaran.
" Maunya sih gitu. Semoga deh dengan kejadian ini hubungan gue sama bokap bisa kayak dulu lagi."
" Amiinnn..." kata Alena mengaminkan.
" Al, makasih ya..." ucap Mexi sambil menoleh ke arah Alena.
" Buat apa? " tanya Alena bingung.
" Buat semua yang udah lo lakuin ke gue, termasuk hari ini. Gue gak tahu gimana jadinya kalo gak ada lo tadi. Pasti gue udah ngancurin semua properti di rumah sakit ini..." kata Mexi sambil menatap wajah Alena. Alena tersenyum geli mendengarnya.
" Mex, kan lo sendiri yang selalu bilang... Gak ada kata terima kasih untuk cinta." Kata Alena sambil memukul hidung Mexi dengan telunjuknya. Mexi tersenyum mendengar kalimat yamg biasanya dia ucapkan, kini diucapkan oleh Alena.
" Lo tahu gak apa hal yang paling ingin gue syukurin dalam hidup gue?" tanya Mexi pada Alena.
" Apa? "
" Pertama... Gue bersyukur hubungan gue sama Papa semoga bisa jadi lebih baik dari hari kemarin. Kedua... Gue bersyukur bisa punya lo..." kata Mexi sambil menggenggam tangan Alena. Alena terdiam mendengarnya.
" Kenapa sih takdir baru nemuin gue sama lo sekarang? Kenapa gak dari dulu? " tanya Mexi yang membuat dahi Alena berkerut.
" Apaan sih? " tanya Alena bingung.
" Tapi gue tetap bersyukur sama Tuhan. Karena dia mengirimkan lo disaat yang tepat."
" Di saat yang tepat? "
" Iya. Disaat gue merasa gak ada lagi cinta di dunia ini setelah kepergian Mama, di saat gue merasa gak ada lagi wanita yang bisa nemenin gue setelah diselingkuhin sama mantan gue. Semua itu membuat gue mengerti, seseorang itu lebih terasa berharga disaat kita telah kehilangan dia."
" Itu artinya lo harus tetap bersyukur atas apapun yg pernah terjadi dalam hidup lo. Dan lo harus yakin... Allah itu memberi apa yg lo butuhkan, bukan apa yg lo mau."
" Iya bener. Gue butuh lo dan Allah kirimin lo ke gue."
" Kirim? Emang gue barang apa? "
" Hehehe... Enggaklah..."
" Ddrrrttt... Ddrrttt..." hp Alena bergetar. Dia langsung mengangkatnya.
" Oh... Bapak udah sampe? Yaudah aku turun sekarang." Kata Alena menjawab telpon.
" Mex, Pak Wardiman udah sampe. Gue pulang dulu ya."
" Yaudah, gue anterin ke bawah ya."
" Oh gak usah. Nanti bokap lo nyariin lo lagi."
" Tapi..."
" Udah, gak papa. Gue bisa turun sendiri kok. Yaudah, gue balik dulu ya." Kata Alena bangkit dari duduknya.
" Eh, Al..." panggil Mexi menahan tangan Alena, lalu bangkit dari duduknya juga.
" Kenapa, Mex? " tanya Alena bingung. Mexi menatap tajam mata Alena. Kemudian tanpa diduga Mexi mengecup pelan dahi Alena. Kontan saja ini membuat Alena shock.
" Good night." Kata Mexi sambil tersenyum. Alena masih terdiam menatap Mexi.
" Al..." panggil Mexi membuyarkan lamunan Alena.
" Eh, iya..." sahut Alena tersentak.
" Lo gak mau pulang? " tanya Mexi lagi.
" I, i, iya... ini mau pulang. Daahhh..." kata Alena gugup lalu berjalan pergi meninggalkan Mexi. Mexi tertawa kecil melihat kegugupan Alena itu. Dia memandangi kepergian Alena sampai Alena menghilang dari pandangannya.

AlenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang