Part 32

2.7K 90 5
                                    

Mexi duduk di samping tempat tidur Amora sambil menunggunya bangun. Amora tadi disuntik obat penenang karena dia histeris. Mexi memandang wajah gadis dihadapannya. Terlihat lemah dan tak berdaya. Gerakan jari-jari Amora menyadarkan Mexi dari lamunannya. Dia langsung bereaksi.
" Amora..." panggil Mexi pelan. Amora membuka matanya perlahan. Dia menoleh ke samping kanannya.
" Mexi..." panggil Amora pelan. Tangannya terulur meminta Mexi untuk menggenggamnya. Mexi pun menyambut uluran tangan Amora itu.
" Ka... Ka... Kamu harus... janji sama aku..." kata Amora terbata-bata.
" Janji apa, Ra? "
" Kamu gak akan pernah ninggalin aku, kamu akan selalu ada di samping aku..." kata Amora memohon. Mexi menatap tajam wajah Amora.
" Mex..." panggil Amora menanti jawaban Mexi.
" I... i... iya... Aku janji." Jawab Mexi dengan terbata-bata. Amora tersenyum mendengar janji Mexi itu. Mexi dengan sabar menjaga Amora selagi orang tua Amora sedang dipanggil ke ruangan dokter. Mexi mengajak Amora bercerita tentang apa pun dan sesekali Amora tertawa mendengat cerita lucu dari Mexi.

***

Keesokan harinya di sekolah...
Alena berjalan melewati koridor setelah diantar oleh Pak Wardiman. Dia berjalan menuju kelasnya. Di tengah perjalanan, dia berpapasan dengan Mexi. Mexi yang melihat Alena langsung menghampirinya.
" Al..." panggil Mexi menghadang jalan Alena. Alena tak menyahut. Dia berjalan ke arah kanan, Mexi menghadangnya. Dia berjalan ke arah kiri, Mexi juga menghadangnya.
" Huuffttt... Mex, gue mau lewat." Kata Alena menghela nafas panjang.
" Al, gue mau ngomong sama lo..." kata Mexi tak menghiraukan ucapan Alena.
" Kan gue udah bilang, gak ada lagi..." belum selesai Alena bicara, Mexi langsung menarik tangan Alena pergi.
" Eh..." kata Alena kaget. Mexi menarik Alena sampai ke parkiran motor. Dia mengeluarkan motornya dari parkiran dan menyalakannya.
" Ayo naik." Kata Mexi yang sudah siap pergi.
" Mau kemana? Bentar lagi kan masuk." Jawab Alena bingung.
" Lo mau naik atau gue gendong supaya lo naik?? " ancam Mexi tak peduli dengan kebingungan Alena. Alena tampak ragu, namun akhirnya dia menurut karena sedikit takut dengan ancaman Mexi. Mexi pun menjalankan motornya meninggalkan gerbang sekolah. Sean CS yang baru saja sampai melihat kepergian Mexi dan Alena.
" Mau kemana mereka? " tanya Gio bingung.
" Tauk tuh. Bentar lagi kan bel masuk." Kata Dafa menambahkan.
" Udah, biarin aja. Kalo udah cinta, bolos bareng pun jadi. Hahaha..." kata Sean tak mau ambil pusing.
" Ada2 aja lo. Yaudah yuk." Kata Gio sambil geleng2 kepala lalu mengajak Sean dan Dafa masuk ke dalam kelas.

***

Mexi memarkirkan motornya di sebuah halaman rumah sakit. Dia menarim Alena masuk ke dalam dan mencari ruangan seseorang. Alena yang tak mengerti untuk apa Mexi membawanya kesini hanya bisa pasrah. Dia menunggu dengan sabar untuk Mexi menjelaskan segalanya. Mexi berhenti di sebuah kamar nomer 214. Dia menyuruh Alena untuk melihat ke dalam dari kaca kecil yang ada di pintu kamar itu. Alena pun menurut. Dia melihat siapa yang ada di dalam sana.
" Amora..." gumam Alena shock. Dia tak menyangka bahwa ruangan ini adalah ruangan Amora. Amora tampak terbaring lemah disana dengan jarum infus di tangannya. Dia sedang terlelap tidur tapi terlihat sangat lemah dan pucat. Alena tertegun melihat kondisi Amora.
" Semalam Amora histeris, setelah gue pergi dari rumahnya buat ngejar lo. Orang tuanya langsung bawa dia kemari. Dokter terpaksa ngasih obat penenang supaya Amora bisa tenang. Alhamdulillah keadaannya udah membaik. Dia udah tenang dan bisa komunikasi dengan baik..." kata Mexi menjelaskan. Alena terdiam mendengarnya.
" Al..." panggil Mexi sambil membalikkan tubuh Alena agar menghadap ke arahnya. Alena menatap tajam mata Mexi.
" Gue gak ada maksud sedikit pun untuk nyakitin lo. Semua yang gue katakan sama Amora semalam cuma untuk menenangkan Amora karena gue tahu apa akibatnya kalo sampe Amora histeris, ya kayak gini... Dia udah bolak-balik masuk rumah sakit karena keadaannya yg gak stabil. Maka dari itu, gue mencoba untuk menyenangkan hati Amora dengan mengatakan kalo gue cinta sama dia..." lanjut Mexi lagi. Alena menatap wajah Mexi tanpa berkata apa-apa. Dia mendengarkan semua penjelasan Mexi.
" Al..." kata Mexi sambil memegang tangan Alena. Alena tak menipisnya, dia membiarkan tangan lelaki di hadapannya menggenggam erat tangannya.
" Gue cuma minta waktu sama lo... Izinkan gue buat membantu Amora di saat2 tersulit dalam hidupnya. Gue tahu penyakit Amora itu gak ringan, makanya gue gak tega kalau harus ngebiarin dia melewati semuanya sendiri. Cuma gue, Al, cuma gue satu2nya orang yg bisa membujuk Amora untuk menjalani semua pengobatannya. Makanya gue gak bisa menghindar saat Tante Ratna meminta gue buat nemenin Amora kemoterapi..." kata Mexi meminta pengertian dari Alena. Lagi lagi Alena hanya diam, dia mendengarkan semua curahan hati Mexi.
" Gue tahu, ini terlalu gak adil buat lo. Tapi, gue juga gak punya pilihan lain. Gue gak mungkin ngorbanin Amora yg lagi sakit kemudian bersenang2 dengan orang yg gue cintai... Gue gak setega itu, Al..." lanjut Mexi lagi. Mexi melirik kalung pemberiannya di leher Alena.
" Lo lihat ini kan? " tanya Mexi sambil mengeluarkan kalung itu dari kerah seragam Alena. Alena menatapnya tanpa bereaksi apa-apa.
" Kunci hati gue udah sama lo, gak ada lagi yg bisa buka. Jadi, gue titipin hati gue buat lo. Please, lo harus percaya kalo satu2nya cewek yg gue cintai cuma lo, gak ada yg lain..." kata Mexi memohon agar Alena bisa mempercayainya. Alena tertunduk menahan air matanya yg hampir tumpah.
" Lo boleh marah ke gue, lo boleh nonjok gue, lo boleh nampar gue. Tapi please, lo jangan pernah pergi dari gue, Al..." kata Mexi sambil menggenggam tangan Alena. Alena menatap tajam wajah Mexi.
" Mex..." akhirnya Alena bersuara.
" Maafin gue, gue gak tahu kalo lo ngelakuin itu semua karena Amora kayak gini. Harusnya lo jelasin semuanya dari awal sama gue, supaya gue ngerti dan gak mempersulit keadaan lo sekarang..." kata Alena mulai menangis. Dia memegang pipi Mexi dengan perasaan menyesal. Mexi menggenggam tangan Alena yg ada di pipinya. Dia menciumnya dengan mata terpejam. Dia seperti mendapat kekuatan dari Alena untuk bisa berjuang bersama Amora dalam melawan penyakitnya.
" Makasih, Al. Gue sayang sama lo..." gumam Mexi pelan. Dia menarik Alena ke dalam pelukannya. Alena membalas pelukan Mexi dengan perasaan campur aduk. Dia menumpahkan semua tangisnya di dada bidang milik Mexi. Pelukan itu terasa hangat. Seolah bisa memberikan energi positif bagi mereka berdua untuk saling menguatkan.
" Gue janji... Gue akan jelasin semuanya pelan2 ke Amora. Gue gak mau kehilangan lo, Al..." kata Mexi di telinga Alena. Alena langsung melepas pelukannya.
" Enggak. Lo gak boleh jelasin apa2 ke Amora soal hubungan kita. Biar dia menganggap semua seperti apa yang dia lihat kemarin. Gue gak mau kalo sampe Amora histeris lagi, Mex..." kata Alena menolak ucapan Mexi. Mexi yang tadinya bingung dengan penolakan Alena, mendadak tersenyum.
" Tapi, Al..."
" Pokoknya lo harus janji, jangan pernah jelasin apa2 ke Amora soal hubungan kita. Biar waktu yg akan menjawab semuanya, Mex..." kata Alena memaksa. Mexi terdiam, dia menatap tajam wajah Alena. Kemudian dia tersenyum.
" Emang ya, gue gak salah pilih. Malaikat kayak lo emang ditakdirin buat berada di samping iblis kayak gue..." kata Mexi menggombal. Alena hanya bengong mendengar gombalan Mexi itu. Mereka bertatapan untuk beberapa saat. Sampai akhirnya Alena tersadar mereka harus kembali ke sekolah secepatnya.
" Eh, kita balik ke sekolah yuk." Kata Alena sambil melirik jam sudah menunjukkan pukul sembilan pagi.
" Kan udah telat." Kata Mexi bingung.
" Lebih baik telat daripada enggak sama sekali. Yuk ah! " kata Alena menarik tangan Mexi. Mexi hanya menurut sambil menggaruk-garuk kepalanya yg tidak gatal.

AlenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang