Alena sedang duduk di samping tempat tidur Mexi. Dia menatap wajah pucat itu masih belum sadarkan diri. Mexi tidak di ruang ICU, dia di ruang rawat inap VIP. Tapi tetap saja dia belum membuka mata. Alena menggenggam tangan Mexi. Dia merasakan tangan Mexi yg dingin. Tidak sehangat saat Mexi menggenggam tangannya dulu. Tanpa terasa air mata Alena terjatuh. Dia sedih melihat kondisi Mexi seperti sekarang ini. Dia sedih melihat Mexi yang belum sadar. Dia ingin Mexi kembali membentaknya, memarahinya, membuatnya kesal, membuatnya tersenyum, seperti yang pernah dia lakukan dulu. Bukan terbaring lemah seperti sekarang ini.
" Mex... Lo harus kuat. Lo harus bangun." Bisik Alena pelan.
" Gue belum sempat jawab pertanyaan lo kemarin. Lo kan janji mau nunggu jawaban gue..." kata Alena lagi membuat hatinya semakin sedih mengingat moment saat Mexi menembaknya di Bukit Batu.
" Entar kalo lo gak ada, siapa yg bakal jagain gue? Kan lo janji, lo bakal selalu jagain gue karena lo punya banyak musuh..." lanjut Alena sambil meletakkan dahinya ke tangan Mexi. Dia menumpahkan segala air matanya disana. Dia tidak ingin siapapun melihat air matanya itu. Tetesan air mata Alena jatuh ke tangan Mexi. Tiba-tiba Alena merasakan tangan Mexi bergerak. Alena mengangkat kepalanya dan melihat tangan Mexi yang sedang digenggamnya mulai bergerak. Alena langsung berdiri dari duduknya.
" Mex..." panggil Alena mendekatkan wajahnya ke wajah Mexi. Lalu perlahan Mexi membuka matanya sedikit demi sedikit.
" Mex, lo udah bangun? " tanya Alena senang sambil menghapus air matanya.
" Jangan nangis..." ucap Mexi terbata-bata sambil menghapus air mata Alena. Hati Alena semakin tersentuh mendengarnya. Dalam keadaan seperti ini, Mexi masih mengkhawatirkannya. Alena semakin menangis, tapi ini tangis bahagia. Dia menggenggam tangan Mexi yg berada dipipinya.
" Gue panggilin dokter ya..." kata Alena sambil beranjak pergi. Tapi Mexi menahan tangannya. Mexi menggeleng.
" Gue gak butuh dokter. Gue butuh lo..." bisik Mexi di telinga Alena. Alena menatap tajam ke arah Mexi. Dia melihat laki-laki di hadapannya ini.
" Sebegitu berartikah aku baginya? " gumam Alena dalam hati. Mexi menggenggam tangan Alena dan meletakkannya di dadanya. Seolah berkata jangan pergi kemana-mana. Alena pun menurut. Dia kembali duduk dan menemani Mexi disana.***
Setelah beberapa menit setelah Mexi sadar, teman2 Mexi masuk.
" Al, kita..."
" Lho, Mex? Lo udah sadar? " kata Gio kaget melihat Alena dan Mexi sedang ngobrol. Mereka langsung mendekati Mexi
" Sorry ya, gue tadinya mau manggil kalian. Tapi, gak dikasih pergi sama dia." Kata Alena merasa tak enak.
" Ah elah, Mex, mentang2 ada Alena disini, lo lupa sama kita. Padahal kita kan khawatir juga sama lo." Kata Dafa meledek Mexi. Mexi hanya tersenyum mendengarnya.
" Tau nih. Gimana keadaan lo? " tanya Gio memastikan.
" Udah mendingan. Cuma dada kanan gue masih terasa sakit." Kata Mexi sambil menunjuk dada sebelah kanannya.
" Yaiyalah. Orang tadi itu dipukul pake balok." Sahut Alena mengingat kejadian tadi pagi.
" Mex, kita udah jeblosin Vicky ke penjara. Lo jangan ngelarang kita untuk ngelepasin dia lagi. Tindakan dia kali ini bener2 keterlaluan." Kata Sean memberitahu Mexi.
" Kalo dia nyakitin gue, gue masih bisa maafin. Tapi ini dia udah melibatkan Alena dan gue gak bisa terima itu." Kata Mexi yg masih menggenggam tangan Alena. Sean dan yg lainnya pun mengangguk setuju.
" Eh, itu tangan lo berdua pake lem? Nempel mulu dari tadi." Ledek Sean melihat tangan Mexi yg menggenggam erat tangan Alena. Alena mencoba menarik tangannya, tapi Mexi menahannya.
" Udah biarin aja orang ngomong apa." Kata Mexi tak peduli. Alena hanya pasrah menahan malu.
" Mexi..." tiba-tiba Papa Mexi dan Tante Tiara masuk. Alena langsung menarik tangannya cepat. Dia tidak mungkin berpegangan tangan di depan orang tua Mexi.
" Kamu udah sadar, Nak? " tanya Papa nya khawatir. Alena bangkit dari duduknya dan memberi ruang untuk mereka.
" Anak-anak, Om mau bicara dulu sama Mexi. Tolong kalian tunggu di luar sebentar ya." Kata Papa Mexi pada Alena dan Sean CS. Mereka pun mengerti dan keluar ruangan. Alena duduk di kursi dekat pintu kamar Mexi, diikuti oleh Sean CS.
" Kira-kira bokapnya Mexi bakal marah kayak apalagi ya? " tanya Gio penasaran.
" Mungkin Mexi bakal dikurung satu bulan di rumah." Jawab Dafa ngasal.
" Satu jam aja dia gak betah sendirian di kamar, konon lagi satu bulan." Balas Sean merespon tebakan Dafa.
" Haduuhhh... Pasti kita diomelin lagi nih sama bokapnya Mexi." Kata Gio mulai panik.
" Lo sih dulu pake acara nantangin si Vicky balapan motor. Makanya sampe sekarang dia masih dendam sama kita." Kata Dafa menyalahkan Gio.
" Lah, mana gue tau. Katanya dia ketua geng motor yg paling jago. Apaan? Sekali tanding sama kita aja udah KO." Balas Gio membela diri.
" Udah, lo berdua gak usah berantem. Sekarang mending pikirin gimana caranya jawab pertanyaan bokap Mexi nanti. Karena habis ini pasti kita yg disidang." Kata Sean melerai perdebatan Gio dan Dafa. Sementara Alena hanya geleng2 kepala melihat pertengkaran mereka itu.
Setelah beberapa lama menunggu, akhirnya Papa Mexi dan Tante Tiara keluar. Mereka menghampiri Alena dan Sean CS.
" Om perlu bicara dengan kalian bertiga. Kita ke kantin yuk." Ajak Papa Mexi pada Sean CS.
" Alena kamu dipanggil Mexi." Kata Tante Tiara pada Alena. Alena hanya mengangguk dan menatap kepergian Sean CS dengan Papa Mexi.
" Tante mau panggil dokter dulu." Kata Tante Tiara pada Alena. Alena hanya mengangguk dan tersenyum. Lalu Alena masuk ke dalam kamar dan mendapati Mexi sedang melamun. Melihat kedatangan Alena, wajah Mexi langsung senyum.
" Sean dan yg lainnya mana? " tanya Mexi pada Alena.
" Lagi diajak ke kantin sama Papa lo." Jawab Alena jujur.
" Haahhh... Pasti dimarahin deh sama bokap gue." Gumam Mexi sambil menghela nafas panjang. Alena hanya diam. Dia memikirkan nasib ketiga teman Mexi.
" Al..." panggil Mexi. Alena tak menyahut.
" Al..." panggil Mexi lagi. Tapi Alena tetap tak menyahut.
" Alena! " kali ini Mexi memanggil dengan nada tinggi.
" Eh, iya..." sahut Alena kaget. Dia tersadar dari lamunannya.
" Lo kenapa? Lagi mikirin apa sih? " tanya Mexi curiga.
" Enggak..." jawab Alena berbohong.
" Boong. Wajah lo itu gak berbakat buat bohongin gue." Kata Mexi yg bisa membaca raut wajah Alena.
" Hmmm..."
" Kenapa? "
" Eummm... Kira-kira bokap lo bakal bilang apa ya sama orang Sean? Apa bokap lo bakal nyuruh mereka berhenti temenan sama lo? " tanya Alena kepo.
" Hahaha... Alena, Alena... Seseram-seramnya bokap gue, gak mungkin dia nyuruh kita berhenti sahabatan."
" Kenapa? Siapa tau aja kan bokap lo marah banget."
" Gak mungkin! Karena... Bokap gue sama bokap Sean, Gio dan Dafa itu juga temenan. Mereka bahkan rekan kerja bareng. Jadi bokap gue udah kenal banget sama orang tua mereka. Paling bokap gue cuma nasihatin untuk berhenti berantem kayak kemarin2..." kata Mexi menjelaskan. Alena mengangguk-angguk.
" Kenapa? Kok kayaknya lo care banget sama temen2 gue? " tanya Mexi curiga.
" Hm? Oh enggak... Cuma kepikiran aja." Kata Alena mencoba untuk bersikap santai.
Kreekkk... Tiba-tiba pintu terbuka. Tante Tiara datang dengan seorang dokter dan suster.
" Mexi, kamu sudah sadar? " tanya dokter itu pada Mexi. Mexi hanya mengangguk sambil tersenyum.
" Sebentar ya sama periksa dulu." Kata dokter itu sambil meletakkan steteskopnya di atas dada Mexi.
" Sus, tolong cek tensinya ya." Perintah dokter kepada suster.
" Iya, Dok."
" Ada keluhan, Mex? " tanya dokter pada Mexi.
" Dada kanan saya kok masih sakit ya, Dok? " tanya Mexi mengeluhkan sakitnya.
" Oh iya, itu akibat benturan keras di dada kamu. Tapi hasil rontgen nya bagus kok, gak ada apa2. Nanti saya kasih obat penghilang rasa sakitnya ya." Kata dokter itu menjelaskan.
" Gak usah, Dok. Saya udah punya kok." Kata Mexi menyahuti penjelasan si dokter.
" Ha? Kamu beli dimana? " tanya dokter bingung.
" Tuh lagi berdiri disitu. Itu obat penghilang rasa sakit saya, Dok." Kata Mexi sambil menunjuk Alena. Kontan saja Alena kaget mendengarnya. Dia begitu malu di hadapan dokter, suster, terutama Tante Tiara. Sementara Mexi hanya senyum2 penuh kemenangan sudah berhasil membuat Alena malu.
" Hahaha... Kamu ini ada-ada aja. Eh, tapi bagus juga lho kalo ada yg buat kamu cepat sembuh gini. Supaya kamu cepat pulangnya." Kata dokter itu menambahi.
" Tuh dengar, Al... Lo harus sering2 kesini ngelihatin gue biar gue cepat sembuh. Ya kan, Dok? "
" Iya."
" Dok, tensi pasien 120/80..." kata suster yg sudah selesai memeriksa Mexi.
" Bagus. Tensinya bagus, kondisi kamu juga bagus. Yaudah kamu banyak istirahat sama jangan lupa minum obatnya ya."
" Iya, Dok."
" Yaudah kalo gitu saya permisi dulu."
" Makasih, Dok."
" Iya sama2. Mari..."
Dokter pun berjalan keluar bersama suster. Kini tinggal Alena, Mexi dan Tante Tiara yang berada di dalam. Tiba2 suasana menjadi canggung. Terutama Mexi dan Tante Tiara. Tante Tiara berjalan mendekati Mexi.
" Gimana keadaan kamu, Mex? " tanya Tante Tiara lembut.
" Lumayan." Jawab Mexi singkat. Alena langsung menggeleng mendengar jawaban jutek Mexi itu.
" Hmmm... Yaudah deh. Kamu istirahat ya." Kata Tante Tiara sambil tersenyum. Mexi tak merespon. Kemudian Tante Tiara berjalan keluar kamar. Kini hanya tinggal Alena dan Mexi berdua.
" Mex, lo tuh gak boleh kayak gitu. Tante Tiara nanya baik2 jadi lo juga harus jawab baik2." Kata Alena menegur sikap jutek Mexi tadi.
" Lho? Emang gue ngapain dia? Gue kan jawab baik2." Kata Mexi membela diri.
" Enggak. Jawaban lo jutek banget." Balas Alena tak mau kalah.
" Jadi gue harus jawabnya gimana? Apa gue harus menjawab dia kayak gue menjawab lo? Nanti gue malah jatuh cinta lagi sama dia." Kata Mexi ngasal.
" Mck! Apaan sih? "
" Hehehe... Bercanda."
" Kayaknya lo udah sembuh deh udah bisa bercanda. Kalo gitu gue pulang dulu ya." Kata Alena sambil berjalan ingin melangkah pergi.
" Aduuhhh...Awww..." teriak Mexi sambil memegang dadanya sebelah kanan. Alena kaget mendengar teriakan Mexi itu.
" Eh, Mex... Mex, lo kenapa? Mana yang sakit? Ini? Ini? " tanya Alena sambil menunjuk beberapa bagian di dada Mexi. Mexi langsung menarik dan menggenggam tangan Alena yg berada di dadanya.
" Tuh kan, lo khawatir sama gue. Artinya lo belum boleh pulang. " kata Mexi sambil tersenyum jahil.
" Iihhh... Gue kirain sakit beneran." Kata Alena sambil menarik tangannya dalam genggaman Mexi. Tapi, Mexi menahannya. Tangan itu tidak dilepaskan Mexi.
" Emang sakit beneran kok, tapi kadang-kadang." Kata Mexi sambil tersenyum jahil. Alena tak sengaja melihat nampan yg berisi makanan di meja dekat tempat tidur Mexi.
" Itu makan siang lo? " tanya Alena sambil menunjuk nampan itu. Mexi mengangguk.
" Kok belum dimakan? " tanya Alena bingung karena makanannya masih utuh.
" Gimana gue mau makan kalo lo gak nyuapin." Kata Mexi yg membuat Alena kaget.
" Ih apaan sih? Mesti banget disuapin. Kan makan sendiri bisa." Kata Alena geli mendengarnya.
" Lo gak lihat gue lagi sakit? Harusnya orang sakit itu dimanjain donk." Kata Mexi protes. Alena menghela nafas panjang.
" Yaudah, yaudah, biar gue suapin deh." Kata Alena sambil membuka plastik pada nampan itu. Kemudian dia mulai menyuapin Mexi.
" Hmmm... Ternyata kalo makan dari tangan cewek cantik itu enak ya." Gombal Mexi pada Alena.
" Gak usah gombal, lo lagi sakit juga. Makan yg banyak nih biar cepat sembuh." Kata Alena tak termakan gombalan Mexi. Mexi hanya tersenyum mendengarnya.
Kreekkk... Tiba-tiba pintu terbuka. Tampak Sean dan yg lainnya datang.
" Woi, Mex... Wadoohhh kita abis diceramahin 7 mata pelajaran sama bokap lo, lo malah asik berduaan disini." Ledek Sean saat melihat Mexi sedang disuapin.
" Hehe... Emang bokap gue bilang apa sama lo bertiga? " tanya Mexi cengengesan.
" Biasalah... Seribu nasihat dan seratus ancaman." Kali ini Gio yg menjawab.
" Ancaman? Ancaman apa? " tanya Alena bingung.
" Ancaman kalo lo berdua gak boleh pacaran disini. Ini rumah sakit." Kata Dafa ngasal.
" Ih, siapa yg pacaran? " kata Alena tak terima dituduh begitu.
" Mex, tangan lo patah? " tanya Dafa yg membuat Mexi dan yg lainnya bingung.
" Enggak. Kenapa? " Mexi balik bertanya.
" Terus kenapa ada adegan suap2an begitu? Kan lo bisa makan sendiri." Kata Dafa protes.
" Yaelah, Fa, Fa... Lo gak ngerti sih sama yg namanya modus." Kata Gio menyenggol lengan Dafa. Sean, Mexi dan Dafa hanya tersenyum mendengarnya. Sementara Alena nunduk menahan malu.
" Berisik lo semua... Bokap gue mana?" tanya Mexi mengubah topik pembicaraan.
" Udah pergi. Dia ada rapat di kantor katanya. Dia nitipin lo ke kita." Jawab Sean menjelaskan.
" Ih, jijik banget dengar kata dititipin. Emang gue anak bayi? "
" Lo bukan anak bayi, tapi lansia. Hahaha..." kata Dafa sambil tertawa puas diikuti yg lainnya. Lansia adalah lanjut usia alias orag yg sudah tua.
" Kurang ajar lo, Fa. Hahaha..." balas Mexi sambil tertawa juga.
" Nih minum." Kata Alena setelah nasi Mexi habis. Akhirnya Alena berhasil menyuapi Mexi sampai selesai. Mexi menerima gelas pemberian Alena dan meminumnya. Kemudian memberinya kembali pada Alena.
" Makasih ya." Ucap Mexi sambil tersenyum.
" Iya sama-sama." Balas Alena sambil membereskan makanan Mexi.
" Tok... Tok... Tok..." tiba2 pintu kamar Mexi diketok seseorang. Semua melihat ke arah pintu siapa yang datang. Amora dan Jeje muncul dari balik pintu.
" Mexi..." kata Amora kaget saat melihat Mexi di tempat tidur. Bujan hanya Mexi, tapi Alena dan Sean CS kaget melihat kedatangannya. Dia berlari mendekat ke arah Mexi. Dia melewati Alena dan berdiri di depan Alena sehingga jarak Mexi dan Alena terpisah oleh Amora.
" Mex, kamu gak papa? " tanya Amora sambil memegang wajah Mexi. Semua yg ada disana kaget, terutama Alena.
" Wah... Kayaknya bakal ada cinta segitiga nih, guys." Bisik Gio pada Sean dan Dafa.
" Hush! Lo kan tau Mexi naksirnya sama siapa." Bisik Sean menepis ucapan Gio.
" Lo lihat aja Alena udah digeser sama Amora." Lanjut Gio lagi.
" Berisik lo ah..." balas Sean yg mengisyaratkan Gio untuk berhenti ngomong.
" Gue gak papa kok..." kata Mexi sambil menarik tangan Amora dari wajahnya. Mexi melirik ke arah Alena. Alena hanya terdiam.
" Aku khawatir banget waktu tau kalo kamu masuk rumah sakit." Kata Amora sedih.
" Siapa yg ngasih tau lo? " tanya Mexi bingung.
" Sean." Jawab Amora singkat. Mexi langsung melirik geram Sean. Sementara Sean hanya tersenyum sambil mengangkat kedua jarinya yg menandakan tanda damai.
" Abis kalian berempat gak masuk. Aku kan jadi bingung. Terus aku tanya anak2 di kelas nomor hp kalian. Aku telepon hp kamu gak diangkat. Makanya aku nelpon Sean." Kata Amora menjelaskan.
" Al... Lo gak papa kan? " tanya Jeje menghampiri Alena.
" Enggak, gue gak papa kok, Je." Jawab Alena sambil tersenyum.
" Ya ampun, gue khawatir banget sama lo." Kata Jeje sambil memeluk Alena.
" Makasih ya." Balas Alena sambil membalas pelukan Jeje.
" Emang Alena kenapa? " tanya Amora bingung.
" Enggak... Gak papa kok. Alena cuma kepleset kulit pisang aja tadi." Teriak Sean ngasal. Semua orang langsung terdiam mendengarnya. Gio dan Dafa langsung menoleh ke arah Sean dengan pandangan aneh.
" Kulit pisang? Aduuhhh... Kamu harus lebih hati2, Al. Itu bahaya banget lho kalo sampe kamu jatuh." Kata Amora percaya dengan ucapan Sean. Gio dan Dafa menggaruk-garuk kepala mereka yg tidak gatal.
" Permisi... Saya bawakan obat buat pasien." Kata seorang suster yg tiba-tiba masuk.
" Obatnya segera diminum ya, Mas." Kata suster itu sambil meletakkannya di meja dekat tempat tidur Mexi.
" Iya. Makasih, Sus." Jawab Mexi sambil tersenyum.
" Sama-sama. Saya permisi dulu. Mari..." kata suster itu kemudian berjalan keluar.
" Mex, aku bantuin ya minum obatnya." Kata Amora sambil mengambil obat itu.
" Eh, gak usah..." sambar Mexi cepat.
" Udah... Gak papa. Nih..." kata Amora sambil memberikan obat dan segelas air putih. Mexi melirik ke arah Alena. Alena langsung mengalihkan pandangannya, seperti tidak ingin menatap mata Mexi. Mau tidak mau akhirnya Mexi menerima obat dari tangan Amora.
" Enak banget jadi Mexi. Tadi yg nyuapin Alena. Ini yg ngasih obat Amora. Menang banyak tuh anak." Bisik Sean pada Gio dan Dafa.
" Sssttt... Gue malah ngerasa suasananya jadi 'panas'..." balas Gio sambil melihat ke arah Alena dan Amora.***
Mexi sudah tertidur setelah minum obat sore ini. Teman-temannya pun keluar ruangan sambil bersiap untuk pulang. Pada saat bersamaan Papa Mexi dan Tante Tiara muncul.
" Anak-anak... Gimana keadaan Mexi?" Tanya Papa Mexi pada mereka.
" Habis minum obat dia langsung tertidur, Om." Jawab Dafa.
" Oh, syukurlah. Makasih ya kalian udah mau nemenin Mexi sampai Om balik." Kata Papa Mexi berterima kasih.
" Iya sama-sama, Om. Kalo gitu kita balik dulu ya."
" Iya. Hati-hati ya semua."
" Misi Om, Tante." Kata Sean mewakili semua teman2 Mexi. Papa Mexi dan Tante Tiara pun tersenyum sambil mengangguk.
" Al, lo pulang naik apa? " tanya Sean di perjalanan menuju parkir.
" Mungkin naik taksi, Se." Jawab Alena sambil melirik jalanan.
" Bareng gue aja yuk." Ajak Sean menawarkan.
" Jeje gimana? Kan gue pulang bareng dia." Kata Alena menunjuk Jeje.
" Yaudah, Jeje sama Gio. Lo sama gue." Kata Sean menengahi.
" Hm? " gumam Gio bingung. Kenapa tiba-tiba Sean melibatkannya dalam hal ini.
" Bisakan, Gi, lo anterin Jeje pulang?" Tanya Sean sambil merangkul bahu Gio.
" Tapi..."
" Udaahhh... Iyain aja. Lo mau Mexi marah karena biarin ceweknya naik taksi? " tanya Sean mengancam.
" Siapa ceweknya Mexi? " tanya Amora yg mendengar ucapan Sean itu. Kontan saja semua kaget mendengarnya
" Euummm... Enggak... Enggak... Maksud gue, cewek-cewek. Lo kan cewek, Alena cewek, Jeje cewek. Gitu..." jawab Sean gugup.
" Oh... Yaudah kalo gitu aku pulang duluan ya. Supir aku udah nunggu tuh." Kata Amora sambil menunjuk sedan hitam di depannya.
" Iya. Hati-hati ya." Kata Alena sambil tersenyum.
" Bye."
" Daahhh..."
Amora pun pergi meninggalkan Alena, Jeje dan Sean CS.
" Eh, lo berdua itu bisa gak, gak manggil gue ceweknya Mexi? " tanya Alena setelah kepergian Amora.
" Yeee... Kenapa? Kan lo berdua emang pacaran." Sahut Sean membela diri.
" What??? Lo pacaran sama Mexi, Al?" Tanya Jeje kaget.
" Haahhh... Lo percaya aja sama mereka, Je. Gue gak pacaran sama Mexi. Sampai saat ini gue sama Mexi gak ada hubungan apa-apa." Kata Alena menjelaskan.
" Gak pacaran tapi romantisnya udah ngalahin Anang Ashanty. Hahaha..." Ledek Gio sambil tertawa.
" Hahahahaa..." Sean dan Dafa pun ikut tertawa.
" Iihhh... Bandel banget sih dibilangin? Udah, kita pulang naik taksi aja. Yuk, Je! " ajak Alena sambil menarik tangan Jeje.
" Eh... Eh... Al... Kita anterin aja. Kita cuma becanda kok." Teriak Sean memanggil Alena. Tapi Alena tak menyahuti, dia tetap berjalan meninggalkan Sean CS.
" Elo sih, Gi, ngeledeknya kelewatan." Kata Sean menyalahkan Gio.
" Lah, kok gue? Lo berdua juga ikut ngetawain kan tadi? Jadi ya salah kita bertiga." Kata Gio membela diri.
" Udah, biarin aja. Cewek tuh kalo lagi marah jangan diganggu. Nanti marahnya nambah. Biarin aja. Besok juga udah baik lagi." Kata Dafa menyudahi perdebatan Sean dan Gio.
" Weiittsss... Paham banget lo kayaknya."
" Maklum, yg udah pacaran dua tahun. Hahaha..."
" Hahaha..."
" Brengsek lo! Udah yuk ah cabut." Kata Dafa menyudahi pembicaraan. Mereka langsung menuju parkiran motor dan meninggalkan rumah sakit itu.***
Alena tiba di rumah pukul 16.35 WIB. Dia berjalan lesu ke dalam rumah. Rasanya semua tenaganya sudah habis hari ini. Belum lagi apa yg terjadi padanya tadi pagi. Benar-benar tidak bisa dibayangkan dia bisa diculik. Huh!
" Assalamualaikum..." ucap Alena saat memasuki rumah.
" Walaikumsalam..." balas Mama nya yg muncul dari dapur.
" Lho, kamu baru pulang? Mama kirain udah di kamar dari tadi." Kata Mama nya sambil melihat jam.
" Iya, Ma. Tadi aku baru dari rumah sakit."
" Siapa yg sakit? "
" Mexi."
" Mexi? Sakit apa dia? "
" Hmmm... Jatuh dari motor." Kata Alena berbohong. Dia tidak mungkin menceritakan pada mama nya apa yg terjadi pada mereka berdua hari ini.
" Ya ampun... Terus gimana keadaannya? "
" Gak papa kok, Ma. Udah baikan."
" Oh syukurlah..."
" Yaudah aku ke atas dulu ya."
" Kamu udah makan? " tanya Mama nya mengingatkan.
" Oh iya, belum. Aku lupa, Ma."
" Kamu ini gimana sih? Masa makan aja bisa lupa. Yaudah ganti baju dulu gih sana. Biar mama siapin makan kamu ya.
" Iya, Ma. Aku ke atas dulu ya."
Mamanya menganggu lalu pergi menuju dapur. Alena pun berjalan menaiki tangga menuju kamarnya.***
KAMU SEDANG MEMBACA
Alena
RomanceKetika Alena & Mexi tak percaya yg namanya cinta krn keduanya pernah diselingkuhin pacar masing2, tiba-tiba mereka dipertemukan & saling jatuh cinta. Bersamaan dengan itu ada Amora yang hadir di tengah keduanya. Bukan hanya Amora, masa lalu Alena pu...