Jilid 10

465 8 0
                                    

Sekonyong-konyong terdengar jeritan Tonghong Lok yang terbirit-birit loncat ke bawah tembok, akan kemudian menghilang di tempat gelap.Orang bertopeng itu tertawa terbahak-bahak. Dengan tangan kanan menengteng toya dan tangan kiri menyekal kepala Ie-kokloo, ia mengenjot badannya dan tubuhnya melayang ke bawah bagaikan seekor burung.

Hoan Eng terkesiap. Didengar dari suara tertawanya dan dilihat gerakan-gerakannya, orang itu adalah si penjahat bertopeng yang telah merampas tiga puluh laksa tahil perak di propinsi Shoatang!

Hoan Eng kemudian menunduk dan mengawasi kedua Wiesu itu yang menggeletak tanpa berkutik lagi. Begitu melihat, hatinya jadi lebih kaget lagi. Pada jalan darah Tay-yang-hiat mereka, terlihat nyata bekas Kim-hoa! Bunga emas, atau Kim-hoa, adalah senjata rahasia si pemuda baju putih. Apakah pemuda baju putih itu adalah si penjahat bertopeng? Akan tetapi, hal itu tak mungkin, oleh karena potongan badan si baju putih berbeda dengan badan si penjahat. Apakah si penjahat juga dapat menggunakan senjata rahasia Kim-hoa? Demikianlah Hoan Eng berdiri bengong, tanpa dapat memecahkan "cangkeriman" itu.

Tiba-tiba, kesunyian sang malam dipecahkan suara bentrokan dua kuntum Kim-hoa! Dan hampir berbareng dengan itu, di hadapan Hoan Eng berdiri si pemuda baju putih! Hoan Eng adalah seorang yang berkepandaian cukup tinggi dan sudah kawakan dalam dunia Kangouw. Akan tetapi, ia sama sekali tidak mengetahui, dari mana datangnya pemuda itu. 

Begitu terdengar suara bentrokan senjata rahasia, begitu ia muncul di hadapannya! Dapatlah dibayangkan, betapa cepat gerakan orang itu.Pemuda itu tertawa nyaring, nyaring bagaikan kelenengan perak.

"Apakah orang bertopeng itu sahabatmu?" ia menanya.

"Bukan!" jawab Hoan Eng.

Paras muka si baju putih berobah dengan mendadak. 

"Ah!" katanya sembari memutarkan badan dan menjejek kedua kakinya.

"Hiapkek (pendekar)! Bolehkah kau memberitahukan she dan namamu yang mulia?" berseru Hoan Eng.

Tapi ia tidak menjawab, badannya sudah melayang turun ke bawah tembok.

* * *

Pada besok paginya, masih remang-remang, dengan seekor kuda dan sebatang golok, Hoan Eng sudah berangkat. Sesudah kepala Ie-kokloo dicuri orang, atas nasehat si pelayan hotel, Hoan Eng meninggalkan Pakkhia secepat mungkin untuk pergi ke Thayouw guna mencari Thio Tan Hong.

Tunggangannya adalah kuda pilihan yang larinya cepat sekali dan kira-kira tengah hari, ia sudah melalui seratus lie lebih. Sesudah melewati Lamwan, lalu lintas tidak begitu ramai lagi dan ia dapat kaburkan tunggangannya tanpa banyak rintangan.

Selagi larikan kudanya, ia mendapat kenyataan, bahwa di belakangnya mengikuti seorang lain. Dilihat dari dandanannya, orang itu adalah seorang saudagar. Ia menunggang seekor kuda belang dan pada pelana tergantung dua tas kulit yang tidak terlalu besar. 

Semula Hoan Eng tidak memperhatikannya dan menduga, bahwa ia itu adalah seorang saudagar biasa.Di waktu magrib, ia tiba di suatu kota kecil, yaitu kota Liu-lie-ho, yang terpisah dua ratus lima puluh lie lebih dari Pakkhia.

Sesudah Hoan Eng masuk ke dalam kota dan berhenti di depan sebuah rumah penginapan, secara tidak disengaja ia menoleh ke belakang dan melihat saudagar itu sedang mengikuti dari sebelah kejauhan. Ia terkejut. Cara bagaimana, tunggangan saudagar itu, yang kelihatan seperti kuda pasaran, dapat menyusul ia? 

Ketika masuk ke dalam hotel, ia sangat berwaspada, tapi segera juga ia tertawa sendiri oleh karena saudagar itu mengambil penginapan lain.Hoan Eng adalah seorang yang sudah kawakan dalam dunia Kangouw. Walaupun saudagar itu tidak terlalu menyurigakan, akan tetapi, pikirnya lebih berhati-hati ada lebih baik. 

Pendekar Wanita Penyebar Bunga - Liang Ie ShenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang