Jilid 36

268 5 1
                                    

Tong Sun benar-benar liehay. Serangannya tadi sebenarnya diarahkan kepada San Bin seorang, lalu ia meneruskan kepada Cui Hong. Serangan kepada si nona ini ada gertakan belaka. Begitu ia dibabat, ia berkelit seraya mendak, tetapi begitu ia angkat pula tubuhnya, ia ulangi serangannya kepada Cui Hong. San Bin terkejut, hendak ia membantu isterinya, dengan cepat ia membacok pula. Kali ini Tong Sun sudah bersedia. Begitu golok lewat, tangan kirinya menyerang San Bin, cepatnya luar biasa, hingga Kim-too-cee-cu tidak sempat mengegos tubuh, maka dadanya kena tertekan, bajunya sampai robek, di dadanya itu lantas berpeta tapak lima jari, tubuhnya pun terhuyung.Cui Hong tidak sempat menolongi suaminya itu.Berbareng itu waktu, dari arah rumah makan datang satu rombongan orang yang dikepalai oleh perwira yang tadi. Rombongan itu terdiri dari orang-orang restoran berikut pengurusnya yang usianya sudah lanjut. Perwira ini tidak bercuriga terhadap si pengurus, dari itu ia cuma membelenggu tangannya beberapa jongos. Ia tawan mereka itu untuk dibawa ke tangsi, guna diperiksa. Si orang tua bukan cuma tidak diborgol, diikat dengan tambang pun tidak, dan ia jalan dekat si perwira.Rombongan ini datang dekat Tong Sun sejarak beberapa tindak, justeru tongnia dari Gie-lim-kun itu hendak mengulangi serangannya kepada San Bin, selagi ceecu ini terhuyung.Mendadak saja si orang tua berseru, tubuhnya diputar, kedua tangannya bergerak sebat sekali. Si perwira menjadi kaget, sebab tahu-tahu kedua tangannya kena dicekal keras, lalu badannya terangkat, badan itu terlempar, tepat ke arah Tong Sun!Karena San Bin terancam bahaya, orang tua itu tidak dapat berpura-pura lebih lama, terpaksa ia turun tangan, guna menolongi ceecu itu.Tong Sun kaget tetapi ia masih keburu membela diri. Ia batal menyerang terus kepada San Bin, seraya memutar tubuh, ia tanggapi tubuh si perwira, untuk ditolak kembali, hingga tubuh orang disamakan dengan bola."Siauwcujin, lekas lari!" berteriak si pengurus restoran kepada San Bin, yang ia panggil siauwcujin atau majikan muda. Sembari berteriak, ia hampirkan Tong Sun, untuk dirintangi.San Bin tahu si orang tua bukan tandingan dari Tong Sun, ia hendak memberikan bantuannya, maka ia geraki goloknya. Tidak beruntung, tangannya tidak sudi dengar kata. Begitu ia kerahkan tenaganya, guna mengayun golok, ia rasakan dadanya sakit, goloknya turun sendirinya.Justeru itu Sin Cu bersama kudanya telah datang dekat. "Lekas lompat naik!" ia teriaki ceecu itu.Cui Hong menginsafi pentingnya ketika, tanpa tunggu suaminya menyahuti, ia samber tubuh suami itu, terus ia angkat, untuk dibawa lompat, ke punggung kuda.Sin Cu dengan sebat menggeser tubuh ke belakang, untuk memberi tempat kepada suami-isteri itu, sambil berbuat begitu, ia mainkan tombak di tangan kiri dan pedang di tangan kanan, guna menghalau setiap musuh, untuk nerobos keluar kepungan.Yang Cong Hay telah saksikan itu semua, dia berlompat memburu. Dia ada sangat lincah, gerakannya sangat pesat. Kepandaiannya ilmu enteng tubuh memang istimewa.Sin Cu dapat lihat orang datang, ia memapaki dengan satu tikaman tombak."Crok!" demikian satu suara bentrokan, dan ujung tombak itu terbabat kutung!Tanpa menghiraukan tombaknya buntung, Sin Cu mengeprak kudanya, supaya binatang itu berlompat maju, guna pergi menyingkir lebih jauh."Awas!" teriak Cong Hay, yang sudah lantas menimpuk dengan ujung tombak lawannya itu.Sin Cu menangkis, tetapi tombak itu terpental ke samping, tepat nancap di pundaknya Cui Hong, hingga darahnya si nyonya lantas saja bercucuran keluar."Panah!" Cong Hay berteriak pula, mengasi titahnya.Ie Sin Cu putar tombak buntungnya, untuk mengeprak jatuh setiap anak panah. Dan kudanya, di lain pihak, sambil meringkik keras, sudah berlompat, untuk kabur. Dia dapat lari keras walaupun punggungnya memuat tiga orang. Sama sekali binatang ini tidak menjadi kaget dengan datangnya anak-anak panah.Tiba-tiba saja San Bin ingat suatu apa dan terus berseru: "Mari kita tolongi si pengurus rumah makan!""Lambat sedikit saja, kita semua tidak bakal lolos!" Sin Cu bilang."Toako, kau perlu lolos terlebih dulu," Cui Hong pun bilang."Dia telah tolongi kita, apa boleh kita tidak menolongi dia?" tanya San Bin keras.Justeru itu terdengar teriakan aneh dari Law Tong Sun, kapan San Bin menoleh ke belakang, ia tampak si tongnia Gie-lim-kun tengah mengangkat tubuhnya pengurus rumah makan itu, kedua tangan siapa telah tertelikung, setelah mana orang dilemparkan kepada satu perwira berpangkat geeciang. Habis itu, Tong Sun lari memburu.Saking gusar dan mendongkol, San Bin berseru keras, hingga ia memuntahkan darah, habis mana ia pingsan, tubuhnya terjatuh ke belakang, syukur Cui Hong lantas menyamber untuk dipeluki. Dengan tangannya yang sebelah lagi, nyonya ini mainkan goloknya, untuk melindungi diri. Di waktu begitu, ia melupakan luka di pundaknya.Kuda putih lari terus, akan membuka jalan di antara serdadu-serdadu tukang panah itu. Di mana kuda sampai, orang lari menyingkir. Maka sebentar kemudian, kuda jempolan ini sudah meninggalkan jauh tentara negeri itu, malah Yang Cong Hay pun tidak sanggup mengejarnya, hanya ia penasaran dan menyayangi yang kuda itu dapat lolos. Akhirnya ia menjadi seperti nekat, ia siapkan panahnya, dengan mengertak gigi, ia menarik tali panah. Di saat itu, ia bersangsi pula, maka sejenak kemudian, kuda putih itu dan penunggangnya semua telah pergi jauh...Untuk beberapa lie, kuda itu kabur terus, sampai di jurusan timurnya terdengar suara tambur dan terompet tentara. Ie Sin Cu tidak ingin bertemu pula sama tentara negeri, ia tarik les kuda, untuk lari ke arah barat, hingga di lain saat mereka berada di mana tak ada seorang lain jua. Di sini kuda lari di jalanan gunung yang sempit dan berliku-liku.Sampai di situ, lega hatinya Cui Hong, tetapi justeru itu, ia seperti kehabisan semangat, hingga ia rasai tubuhnya lemah, tubuh itu bergoyang-goyang seperti hendak jatuh dari atas kuda.Sin Cu lihat orang lelah, ia lantas memeluk. Ia sekarang melihat tegas darah di pundak nyonya itu, yang masih mengalir. Tidak ayal lagi, ia buka baju si nyonya, untuk di atas kuda juga mengobati lukanya itu.Sampai di situ, San Bin pun sadar dengan pelahan-lahan. Ia terkejut akan menyaksikan Sin Cu tengah mengolah tubuh isterinya. Ia lantas ulur sebelah tangannya, guna merangkul isterinya itu, dengan hawa amarah naik, ia membentak: "Eh, kau bikin apa?"Sin Cu terkejut akan mendapati orang bergusar. Dalam sesaat itu, ia lupa bahwa ia dandan sebagai satu anak muda.Cui Hong tertawa tiba-tiba. Ia kata: "Toako, kau bikin berisik apa? Dia adalah satu nona!"Ia ingat halnya dulu In Lui, yang telah permainkan padanya, maka itu, setelah pengalamannya itu, ia lantas ketahui Sin Cu adalah satu nona.Sin Cu pun tertawa, terus ia kasi turun kopiahnya, hingga terlihat rambutnya yang bagus."Ciu-ceecu, untuk apa kau bercemburu?" ia pun menanya sambil tertawa.San Bin tahu ia kecele, ia jengah sendirinya, tetapi lekas ia menghaturkan maaf.Ketika itu matahari sudah doyong rendah ke barat, manusia dan kuda letih bersama. Sin Cu lompat turun dari kudanya, ia membantui suami-isteri itu turun. Ia pun lantas periksa lukanya San Bin. Kalau luka Cui Hong tidak mengenai urat atau tulang, luka itu tidak berbahaya, tidak demikian dengan ceecu ini, jeriji tangannya Tong Sun membuatnya ia terluka parah. Sin Cu lantas kasi ia makan dua butir pil Siauw-yang-siauw-hoan-tan dan menitahkannya dia beristirahat.Berselang lama juga, San Bin merasakan kesegarannya pulih sedikit. Ingat kepada lukanya, ia jadi sengit. Katanya: "Pernah aku berperang sama tentara Watzu, sampai beratus kali, belum pernah aku terkalahkan sebagai ini. Sakit hati ini mesti aku balas!"Cui Hong hiburkan suami itu."Mana gurumu?" kemudian San Bin tanya Nona Ie. "Oleh karena kami mendengar kabar pemerintah bermaksud tidak baik terhadapnya, kami sengaja datang untuk menyambut padanya. Apakah dia tidak kurang suatu apa?""Suhu sudah menyingkir sejak siang-siang," sahut Sin Cu. "Untukmu ia telah titipkan sepucuk surat."Nona itu lantas keluarkan surat gurunya itu.San Bin sambuti surat itu, untuk dibuka dan dibaca, habisnya, ia menghela napas: "Ah! Gurumu melarang aku menuntut balas!""Apakah yang Thio Tan Hong tulis?" Cui Hong tanya."Dia bilang di pesisir timur selatan keamanan tengah terganggu oleh perompak-perompak bangsa kate (pendek), jikalau aksinya kawanan perompak itu tidak dicegah, mereka bisa menjadi bencana besar di belakang hari," sahut San Bin. "Karena ini ia menghendaki aku memecah sebahagian tentaraku, guna dipindahkan ke Kanglam, untuk bekerja sama kawan sepaham di pesisir timur selatan itu untuk menentang pengaruhnya perompak-perompak bangsa kate (pendek) itu. Inilah bukan pekerjaan gampang.""Apakah yang sulit?" Sin Cu menanya."Pertama-tama kita orang Utara tidak bisa berenang," jawab San Bin. "Kedua kita telah lama bermusuh sama pemerintah, sekarang kita mesti bawa pasukan tentara melintasi tempat-tempat jagaan pemerintah, sulitnya bukan main. Ketiga, dengan begini apa kita bukan seperti juga membantu pemerintah si orang she Cu itu?""Kau telah belajar silat, apakah kau anggap belajar berenang lebih sukar daripada belajar silat itu?" Sin Cu tanya."Tentu saja belajar silat ada terlebih sukar."Si nona lantas tertawa. "Kalau begitu, kesukaranmu yang pertama itu tidak beralasan!" ia berkata. "Siapa pun tak bisa begitu dilahirkan lantas dapat berenang. Orang Utara juga, satu kali dia sampai di Selatan, dia bakal bisa berenang. Kita bisa belajar berperang di air.""Dan tentang kesulitan tentara kita berangkat ke Selatan," Cui Hong turut bicara, "untuk bisa melintasi tempat jagaan tentara negeri, baiklah kita atur supaya mereka menyamar sebagai pelbagai golongan penduduk, jalannya pun dengan berpencaran. Kita mesti masuk ke Selatan dengan menyelundup."San Bin tertawa."Kamu berdua membilang begini, aku jadinya tak seperti kamu kaum wanita!" ia kata. "Aku bukannya tidak mengarti maksudnya Thio Tan Hong, bahwa menolongi rakyat dari ancaman bahaya adalah tugas kita. Memang tidak dapat aku menampik. Aku hanya tidak puas kita keluarkan tenaga untuk pemerintah si orang she Cu. Pemerintahlah yang mesti tolong rakyat di Selatan itu. Kalau sekarang kita yang menolongi, habisnya, pemerintah bakal melabrak musnah pada kita!""Tetapi kau harus ingat, toako, Thio Tan Hong sendiri tidak mengutarakan penasaran seperti kau ini," berkata Cui Hong, sang isteri. "Bicara perihal sakit hati, dia sebenarnya lebih membenci dan mendendam kepada pemerintah!"San Bin memang mengarti soal itu."Baiklah!" katanya. "Asal kita bisa pulang ke tempat kita, akan aku kerahkan tentaraku..."San Bin bicara keras-keras, lukanya terasa sakit, maka ia menjadi lesu pula."Mari kita cari rumah penduduk, untuk menumpang menginap barang semalam," Cui Hong menyarankan.Tapi mereka berada di tempat pegunungan yang sunyi. Di situ di mana ada rumah orang? Sin Cu berniat mencari tetapi ia kuatir untuk meninggalkan suami-isteri itu.Tengah mereka bingung, Sin Cu tiba-tiba mendengar suara kuda meringkik, lalu kudanya meringkik keras dan panjang, terus berjingkrakan dan lari. Itulah aksi kuda menyambuti suara bangsanya. Nona Ie menjadi heran. Tidak biasanya kuda putih itu menjadi binal. Ia memanggil, kuda itu tidak kembali. Terpaksa ia lari, untuk menyusul.Baru saja Sin Cu muncul di sebuah tikungan, sekonyong-konyong ia dengar bentakan terhadapnya: "Bangsat bernyali besar! Kudanya Thio Tan Hong juga kau berani curi?" Lalu bentakan itu disusuli satu serangan hebat dengan sebatang sianthung, tongkatnya seorang suci.Sin Cu terkejut dan heran. Di bawah sinar rembulan, ia dapatkan si penyerang adalah satu paderi yang alisnya gompiok dan matanya besar, dan tongkatnya, yang panjang, besar umpama kata sebesar mangkok. Untuk melindungi diri, terpaksa ia menangkis. Sebenarnya ia hendak menegur, guna meminta keterangan, apa mau, si paderi sudah lantas mengulangi serangannya dan, secara hebat sekali.Kali ini Nona Ie tidak berani menangkis, ia berkelit, tetapi justeru ia berkelit, ia menjadi kena didesak paderi itu, yang bengis sekali, yang tak mau berhenti dengan dua kali serangannya itu. Ia melayani dengan tunjuki kegesitannya. Segera ia dapat kenyataan orang ada terlebih liehay banyak daripada Liauw Yan Taysu."Toasuheng, dengar dulu aku!" akhirnya ia berseru setelah terdesak berulang-ulang. Ia pun heran sekali atas sikap keras dari paderi ini."Kau hendak omong apa?" membentak paderi itu. Ia lompat minggir. Lebih dulu daripada itu, ia sudah sampok pedang orang hingga pedang itu terlepas dan mental."Ah, kiranya kau muridnya Thio Tan Hong!" kemudian paderi itu berkata dengan nyaring sambil ia tertawa, sedang Sin Cu berdiri tercengang saking herannya."Sungguh, satu jaman dengan satu jaman, orang menjadi terlebih pandai, maka kita dari tingkat terlebih tua harus mati karena malu!..."

Pendekar Wanita Penyebar Bunga - Liang Ie ShenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang