Jilid 24

420 7 1
                                    

Kata-kata itu diucapkan dengan lemah lembut, sebagian untuk menjelaskan kenapa ia sudah main gila terhadap Ciauw-ya-say-cu dan sebagian pula untuk mengunjuk rasa cintanya. 

Di lain pihak, mendengar perkataan halus yang keluar dari mulut seorang yang begitu kasar, Ie Sin Cu yang masih bebas dari segala rasa cinta antara lelaki dan perempuan, jadi merasa geli dalam hatinya. 

Akan tetapi, mendengar suara itu yang keluar dari lubuk hati, tanpa merasa jantung si nona jadi berdebar juga. 

"Pit-toaliongtauw," katanya. "Kau adalah Injin-ku (tuan penolong). Kecuali jika kau mencaci guruku, aku selalu merasa berterima kasi terhadapmu. Dari jauh aku mendoakan, agar kau berhasil dalam usaha yang mulia."

Sehabis berkata begitu, ia mengangsurkan tangannya, sebagai tanda ia bersedia menjadi sahabat pemuda itu. 

Dengan heran ia merasakan gemetarnya tangan pemuda tersebut. Buru-buru ia melepaskan tangannya yang sedang dijabat dan lalu memberikan obat Kheng Thian kepada kuda putihnya.

"Jika kau bertemu gurumu, tak ada halangan, kalau kau menyampaikan perkataanku kepadanya," kata Pit Kheng Thian. "Jika ia sudi melukiskan peta bumi itu di luar kepala, aku mohon kau sudi membawa itu kemari. Sebenar-benarnya aku tak mempunyai maksud jelek terhadap gurumu. Hanya oleh karena peta tersebut adalah milik dua keluarga, maka dapatlah dimengerti jika aku menagih padanya."

"Baiklah," Sin Cu menyanggupi. "Aku akan menyampaikan perkataanmu kepada Suhu." 

Ia loncat ke punggung kuda yang, sesudah minum obat, mulai memperoleh kembali tenaganya dan tanpa diperintah, lantas saja mementang keempat kakinya.

"Sampai bertemu pula!" seru Pit Kheng Thian dengan suara sedih. 

Sang kuda lari semakin cepat dan dalam sekejap mata, si nona sudah tak kelihatan bayang-bayangannya lagi.

***

Sepuluh hari kemudian, seorang diri, dengan menunggang Ciauw-ya-say-cu, Ie Sin Cu masuk ke dalam kota Souwciu, di mana Thio Tan Hong mempunyai suatu usaha. Usaha tersebut adalah taman Koay-wa-lim, yang telah dimenangkan Thio Tan Hong dalam perjudian dari tangan Kiu-tauw-say-cu In Thian Kian (si Singa Sembilan Kepala). 

Koay-wa-lim sebenarnya adalah Heng-kiong (istana di luar kota raja yang biasa digunakan oleh kaisar yang sedang pesiar) yang telah dibuat oleh Thio Su Seng (leluhur Thio Tan Hong), di waktu ia menjadi kaisar di Souwciu. 

Sesudah Thio Su Seng kalah dalam peperangan dan harta bendanya dirampas, istana itu dijual kepada keluarga In dan belakangan dijadikan sarang judi. Sesudah kembali ke dalam tangan Thio Tan Hong, istana dan taman itu segera diperbarui dengan seksama.

Akan tetapi, Thio Tan Hong adalah seorang yang tidak suka akan keramaian. Ia membuat sebuah rumah di atas gunung Tong-teng-san, di telaga Thayouw, dan hidup mengasingkan diri bersama isterinya, sedang pengurusan Koay-wa-lim, diserahkan kepada In Tiong dan isterinya, Tantay Keng Beng. 

Beberapa kali Ie Sin Cu pernah mengunjungi Koay-wa-lim dan begitu tiba di Souwciu, ia segera menuju ke taman tersebut untuk menyambangi suami isteri In Tiong.

Tapi lekas juga ia menjadi terkejut lantaran pintu taman tertutup dan di atas pintu ditempel pemberitahuan yang bunyinya seperti berikut :Taman ini telah dibeli olehku. Ditutup untuk sementara waktu, guna diperbarui.Liong Thian Su, Pemilik Koay-wa-lim.

"Guruku tak kekurangan uang, kenapa ia sudah menjual Koay-wa-lim?" tanya Sin Cu dalam hatinya. "Siapa itu Liong Thian Su? Selain si nona, di depan pintu taman itu terdapat beberapa orang lain yang luntang-lantung."

"Ha-ha!" tertawa seorang. "Koay-wa-lim akan pulang asal, jadi tempat judi! Saudara kita bakal mempunyai pencarian lagi. Liong-pangcu sudah minta bantuanku."

Pendekar Wanita Penyebar Bunga - Liang Ie ShenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang