Jilid 38

179 4 0
                                    

Sin Cu goncang hatinya menyaksikan perubahan itu. Ia ingin maju, untuk ia membantui, ia cuma beringin tapi ia tidak berani mewujudkan itu. Tiauw Im berderajat lebih tinggi, kalau ia maju, ia kuatir supeecouw itu merasa tersinggung keangkuhannya. Terpaksa ia berdiri mengawasi dengan tajam, sebelah tangannya ditaruh di gagang pedangnya, tangan yang lain menyiapkan tiga potong Kim-hoa, senjata rahasianya itu yang bermodel bunga emas. Ia memikir untuk membantu dengan senjata rahasia tetapi ini pun ia masih sangsikan...Justeru itu terdengar meringkiknya si kuda putih."Ada orang jahat main gila!" San Bin berseru.Sin Cu menoleh dengan cepat, hingga matanya kabentrok sama aksinya Tie Hian si orang kate (pendek) kecil yang lincah. Entah kapan datangnya dia, tahu-tahu dia muncul dari belakangnya sebuah batu besar, dari situ dia menyiapkan busur pelurunya, untuk membokong San Bin, dia dipergoki si kuda putih, yang terus meringkik. Karena ini, dia berbalik mengincar kuda putih itu."Si Nona Ie menjadi gusar, lantas saja ia menimpuk, bukan kepada Cong Hay, hanya kepada si orang she Tie itu. Bahkan ia menyerang tiga kali saling susul. Bunga emas yang pertama berhasil mematahkan busurnya Tie Hian, karena busur menjepret, tangannya terluka dan mengeluarkan darah. Bunga emas yang kedua menyamber ke kepala, Tie Hian masih sempat berkelit tetapi tidak urung rambutnya kena terbabat, hingga kulit kepalanya lecet. Dalam takutnya, ia jatuhkan diri, untuk bergulingan di tanah. Dengan caranya ini ia dapat menolong jiwanya, sebab bunga emas yang ketiga lewat tepat lagi lima dim dari batok kepalanya.Sin Cu masih hendak mengulangi serangannya dengan bunga emas kepada Tie Hian si thayjin atau pahlawan raja kelas tiga tatkala ia dengar suara kuda yang dilarikan keras ke arah mereka, ialah ke arah Tie Hian yang bergulingan terus ke kaki bukit. Ia lantas melihat satu penunggang kuda yang tubuhnya besar dan kekar. Sesampainya di dekat Tie Hian, orang itu lompat turun dari kudanya, tanpa ayal lagi, dia dupak si orang she Tie. Tie Hian masih sempat berkelit, hanya di lain saat, dia sudah lantas kena dibekuk orang bertubuh besar itu."Pit-hiantee di sana?" menanya San Bin sambil berseru, agaknya ia girang sekali."Ciu-toako?" orang itu membalasi. Ia memberi penyahutan kepada San Bin tetapi tangannya tak berhenti bekerja. Dengan keras ia mencekek lehernya Tie Hian, hingga dia ini mengeluarkan teriakan tertahan, lalu tubuh orang dilemparkan ke dalam jurang tanpa Tie Hian dapat membuka suara pula.Yang Cong Hay sedang menang di atas angin ketika ia dapat lihat perbuatannya si orang she Pit itu, yang dalam segebrakan saja dapat merobohkan Tie Hian yang lincah, ia menjadi terkejut. Ia lantas berpikir: "Di sini ada Pit Keng Thian, Tiauw Im Hweeshio dan Ie Sin Cu, kalau mereka bertiga mengepung aku, inilah berbahaya. Kalau kita berkelahi satu sama satu itulah lain."Sebagai seorang yang berpengalaman dan pandai berpikir, ia lantas desak Tiauw Im Hweeshio, begitu paderi itu mundur dengan terpaksa, ia pun lompat mundur, untuk terus memutar tubuhnya, guna mengangkat kaki.Tiauw Im mendongkol bukan main, ia menantang sambil menjerit-jerit tanpa ada faedahnya, sebab Cong Hay menyingkir terus, malah dengan naik atas kuda istana yang jempol itu, sedetik kemudian dia sudah menghilang di kaki gunung.Pit Keng Thian sudah lantas datang pada mereka. Ia dan Tiauw Im pernah bertemu, mereka kenal satu dengan lain, hanya sebagai kenalan baru, mereka saling mengagumi."Pit-hiantee, cara bagaimana kau bisa datang kemari?" San Bin menanya."Aku dengar kabar Toako datang ke Selatan, aku girang bukan main," sahut Toa-liong-tauw itu, "melainkan aku menyesal yang tak dapat aku siang-siang datang menyambut. Karena itu aku telah utus lebih dulu kepada Pit Goan Kiong. Apakah Toako telah bertemu dengannya?""Ya," sahut San Bin, yang tapinya berduka. "Kali ini kita nampak kerugian tak sedikit.""Jangan berduka, Toako." Keng Thian menghibur. "Kecuali beberapa orang, yang lainnya telah berhasil aku menolonginya."San Bin girang mendengar keterangan ini."Cara bagaimana Hiantee menolonginya?" ia tanya."Aku datang cepat sekali bersama tiga belas ceecu lainnya," menjawab Keng Thian. "Kebetulan kami bertemu sama pasukan negeri. Kita lantas bertempur. Di dalam tentara negeri itu ada Law Tong Sun yang liehay sekali, yang lainnya tak dapat menentangi kami. Tong Sun tahu diri, ia sudah lantas mundur. Karena itu sebagian besar saudara-saudara yang tertawan pasukan negeri itu dapat kami bebaskan. Aku dengar Toako menyingkir ke jurusan ini, aku lantas menyusul kemari.""Bagaimana dengan si pengurus rumah makan yang tua?""Dia pun telah dapat ditolongi.""Bagus! Bagaimana dengan Beng Tiang Seng? Dia muridnya Kwee-looenghiong.""Dia terluka parah, dia dimasuki ke dalam kerangkeng, Tong Sun sendiri yang jaga padanya, dia tak dapat ditolongi," sahut Keng Thian pula.San Bin menjadi berduka, berduka tercampur girang. Ia berdiam.Keng Thian tertawa besar."Asal kita dapat bersatu, negara Beng pun bakal dapat kita rampas!" kata dia. "Jadi bukannya cuma satu Beng Tiang Seng!"San Bin masih berdiam.Sin Cu dengar suara jumawa itu, tak senang hatinya, ia sudah hendak membuka mulutnya, syukur ia lantas dapat menguasai diri. Justeru itu matanya Keng Thian melihat si Nona Ie."Ah, Nona Ie, kita bertemu kembali," katanya sabar. "Sungguh kita berjodoh! Kali ini kau toh memasuki ikatan kita, bukan?"Tiauw Im mengawasi Sin Cu, ia tertawa."Lagi-lagi satu nona menyamar!" katanya. "Kau mirip In Lui dulu hari itu. Apakah senjata rahasia kau ini dia yang mengajarinya?"Keng Thian tidak puas yang Tiauw Im menyelak bicara, tetapi ia dapat bersabar sampai si nona sudah menjawab paderi itu. Ia kata pula dengan sabar seperti tadi: "Apakah Nona telah tanyakan gurumu tentang peta bumi itu? Itulah peta bumi yang mengenai kepentingan negara!"Sin Cu menyahuti dengan dingin. Ia tanya: "Mana lebih perlu, merebut negara atau menolongi rakyat jelata?"Ditanya begitu, Keng Thian melengak."Apakah artinya pertanyaan ini?" ia balik menanya."Benar," Tiauw Im menyelak pula, "perkataannya Sin Cu cocok dengan suara gurunya. Tan Hong menghendaki kamu lebih dulu menolongi penduduk di pesisir timur selatan. Di sana itu selama yang belakangan ini perompak-perompak bangsa kate (pendek) ada sangat mengganas, apakah kau tidak ketahui itu?"

Pendekar Wanita Penyebar Bunga - Liang Ie ShenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang