Jilid 45

146 5 0
                                    

Baru setelah itu, Sin Cu "menutup" kedua tangannya si nona dengan ilmu silatnya "Siauw-thian-cee" atau "Bintang kecil"."Bagus!" ia pun memuji. "Sudah, sampai di sini saja, tidak usah kita bertarung pula. Aku datang untuk membawa kabar bagimu."Nona itu berontak, tidak dapat ia membebaskan kedua tangannya. Ia telah kerahkan tenaganya, masih sia-sia saja. Sin Cu telah berhasil mewariskan kepandaian gurunya, siapa sebaliknya telah dapat mengatasi warisan Pheng-hweeshio, yang sudah meninggalkan surat wasiatnya yang berisi pelajaran istimewa, pelajaran mana Tan Hong yakinkan selama belasan tahun."Eh, kau bawa surat?" tanya nona itu heran. "Surat apakah?""Surat yang berupa pesan lisan dari Tiat Keng Sim," Sin Cu menjawab."Tiat Keng Sim meninggali pesan untukku?" si nona menegaskan. "Di mana kau bertemu dengannya?""Di kantornya tiehu. Besok dia bakal diserahkan tiehu kepada orang Nippon."Nona itu agaknya terkejut, lalu nampak ia berduka, alisnya berkerut.Setahu kenapa, menampak roman itu, Sin Cu merasa sedikit iri hati..."Benarkah Tiat Keng Sim meninggalkan pesan?" tiba-tiba si nona menanya. "Kau siapa? Apakah namamu?""Aku she Ie dan namaku Sin Cu. Kau?""Ie Sin Cu? Belum pernah aku dengar..." kata nona itu."Kita ada sahabat-sahabat baru," Sin Cu jelaskan.Tiba-tiba nona itu tertawa dingin."Mustahil Tiat Keng Sim mempunyai sahabat semacam kau!" katanya. "Kau ceriwis! Kau tentu penipu! Rasai pedangku!"Sin Cu melayani orang bicara tanpa curiga, maka ketika nona itu berontak dengan tiba-tiba, terlepaslah "tutupannya". Cepat luar biasa, nona itu sudah menghunus pedangnya, dan sama cepatnya, dia buktikan ancamannya, yang berupa tikaman!Mau atau tidak, Sin Cu mesti berkelit, malah terus hingga tiga kali sebab nona itu tikam ia berulang-ulang. Akhirnya, ia jadi mendongkol juga. Di dalam hatinya ia kata: "Ilmu pedangmu boleh liehay, apakah kau sangka aku jeri terhadapmu?"Di saat Nona Ie hendak mencabut pedangnya, guna melayani, kupingnya dengar tindakan berlari-lari di arah belakangnya, suara berlari-lari dari belakang bukit. Belum sempat ia menoleh, si nona sudah menghentikan serangannya sambil terus berseru: "Seng-jieko!""Jieko" itu ialah kakak yang nomor dua.Ketika ini digunai oleh Sin Cu untuk berpaling ke belakang, maka itu ia lantas dapat melihat dua orang tengah berlari, yang satu di depan, yang lain di belakang, keduanya laki-laki, yang di sebelah belakang adalah seorang perwira, dengan pedang di tangan, dia tengah mengejar orang di depannya itu.Laki-laki yang lagi diubar-ubar itu adalah seorang muda yang alisnya gompiok dan matanya besar, bajunya tak terkancing hingga nampak dadanya. Dia berkulit hitam. Segera dia dapat dikenali sebagai seorang nelayan. Dia bersenjatakan sebatang toya, dengan itu saban-saban dia berpaling untuk menyerang pengejarnya itu.Si perwira bersenjatakan sebatang golok melengkung, bagus ilmu silat goloknya, selalu ia bisa singkirkan serangannya si pemuda, ia cuma kalah ilmu ringan tubuh, karena di jalanan pegunungan seperti itu, ia kalah cepat larinya. Maka setiap menemui jalan yang sulit, ia mesti lari nyimpang ke lain arah untuk dapat menyandak.Si nona sudah lantas saja lari untuk memapaki, karena mana, Sin Cu turut berlari juga. Cepat sekali, mereka sudah datang dekat satu pada lain. Kapan si perwira melihat Sin Cu, ia menjadi heran."Hm, binatang, kau pun di sini?" dia menegur. "Kau pernah apakah dengan si tua bangka she Cio?"Sin Cu segera mengenali perwira itu, ialah Tonghong Lok, hutongnia atau kepala yang kedua dari pasukan Gie-lim-kun, ketika di kota raja ia mencuri kepala ayahnya, ia telah bertemu dan bertempur dengannya, jadi ia mengetahui orang ada liehay. Ia tidak tahu siapa itu yang disebut tua bangka she Cio, tetapi ia percaya datangnya kepala Gie-lim-kun ini niscaya bukan bermaksud baik, ia lantas bersiap akan bersama si nona menempur padanya.Nona itu sebat luar biasa, baru Sin Cu berpikir, dia sudah mendahulukan berlompat, terus menikam perwira itu, hanya berbareng menyerang, ia teriaki si pemuda yang dikejar-kejar perwira itu: "Seng-jieko, kau layani itu bocah, dia berani datang menghina aku, dia bukannya satu manusia baik-baik!"Mendengar ini, Sin Cu tercengang.Si anak muda dengar perkataannya si nona, ia tinggalkan si perwira, ia lantas menghampirkan nona kita, untuk lantas menekan pedang orang.Tentu saja nona kita menjadi mendongkol."Kenapa kau begini sembrono?" ia menegur. "Aku datang untuk membantu kamu!"Ia lantas geraki pedangnya, akan bebaskan diri dari tekanan. Pemuda itu heran, tetapi ia mengawasi dengan tajam."Kau siapa?" ia tanya, bengis."Seng-jieko, jangan dengari bujukannya!" si nona berkata, sekalipun ia tengah melayani si perwira. "Tadi dia berlaku kurang ajar terhadapku! Hajar dulu padanya!"

Pendekar Wanita Penyebar Bunga - Liang Ie ShenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang