Jilid 49

186 5 0
                                    

Tiehu kaget dan ketakutan, mukanya menjadi pucat dan tubuhnya gemetaran. Ia telah cabut pula sebatang ciam tetapi tidak berani ia melemparkannya, karena ia ditatap dengan mata bengis oleh Tiat Keng Sim."Di muka sidang orang bicara dari hal keadilan!" Keng Sim berkata. "Sebelum perkara jadi terang dan keadilan didapat, siapa berani menangkap aku?"Suara itu keren dan berpengaruh. Di antara orang banyak pun terdengar seruan pujian, suatu tanda pemuda itu telah peroleh bantuan semangat.Takahashi mendongkol hingga mukanya menjadi merah padam."Baik!" ia berseru. "Kau bilang kapten kapal kami membunuh orang! Apakah buktinya? Dan kau, kenapakah kau merobek bendera Matahari kami?"Keng Sim kasi dengar suaranya yang nyaring: "Kapal Nippon datang ke Tiongkok, dia mesti turut aturan kita! Kaptennya itu telah membunuh orang dan merampas barang, juga telah menyelundupi barang gelap, maka itu, kapal itu mesti dipandang sebagai kapal perompak! Aku percaya, negaranya juga tidak bakal akuhi kapal semacam itu sebagai kapal pemerintahmu! Kapal itu kapal bajak, dia tapinya mengerek bendera Nippon, itu artinya dia menghinakan negaramu sendiri! Aku wakilkan kamu menyingkirkan bendera itu, itu berarti aku telah melindungi kehormatan negaramu! Maka itu selayaknya kamu berterima kasih padaku!"Takahashi menepuk-nepuk meja."Kau mendustai Kau membela ngawur!" dia berteriak-teriak.Keng Sim tidak pedulikan bentakan itu."Bukankah barusan kau menyebut-nyebut tentang bukti?" dia bertanya. "Aku ada punya buktinya! Di sini ada saksi-saksinya!"Baru si anak muda tutup mulutnya, dari antara orang banyak muncul seorang wanita yang rambutnya kusut awut-awutan, sembari menangis ia jalan di antara orang banyak untuk maju ke depan sidang."Aku mohon keadilan Paduka!" ia berkata, masih ia menangis. "Suamiku telah dibunuh mati, aku juga dilukai! Barang-barangku telah dirampas semua, yang dapat dirampas pulang tidak ada separuhnya!..."Dialah jandanya pemilik perahu yang kena dibajak. Menyusuli nyonya ini, yang terus mengulun, ada belasan orang lain yang maju ke muka sidang, setiap dua orang dari mereka ada menggotong bale-bale papan di atas mana ada rebah kurban-kurban pembajakan, ada yang tangannya kutung, ada yang kakinya singkal, ada yang luka-lukanya masih mengucurkan darah. Itulah kurban-kurban pembajakan dan penganiayaan yang dimaksudkan."Inilah semua bukti!" seru Keng Sim. "Apa lagi kamu hendak bilang?"Takahashi tidak pernah menyangka orang bisa menghadapkan bukti-bukti semacam itu, matanya menjadi terpentang lebar. Sebenarnya ia masih hendak pentang aksi lagi, untuk menegur, atau lantas datang lagi serombongan orang dengan dakwaan mereka masing-masing. Satu nenek ubanan mengadu anaknya kena dibunuh. Ada satu nyonya yang mendakwa suaminya telah dibinasakan. Yang lainnya lagi mengadu puteranya dianiaya hingga mati, anak gadisnya dirampas. Pula ada yang mendakwa rumahnya sudah dibakar musnah. Suara mereka itu berisik, wanitanya pada menangis.Takahashi gusar, bingung dan berkuatir. Inilah hebat. "Usir ini semua babi!" tiba-tiba ia berteriak. Rupanya ia telah lantas dapat pulang ketabahannya.Segoshi sudah lantas lompat bangun dari kursinya, untuk menghampirkan para saksi itu, dengan bengis ia hajar roboh seorang tua, setelah mana ia hampirkan si nenek-nenek.Di lain pihak Egukhi lompat seraya menghunus pedangnya dengan apa ia membabat Keng Sim.Pemuda itu lihat bahaya mengancam, dengan gesit ia berkelit, hingga pedang membabat tempat kosong. Ia tidak lantas layani penyerangnya ini, hanya dengan berlompat, ia hampirkan Segoshi, dengan dua tangannya ia jambak bebokongnya orang yang hendak mencelakai si nenek, hingga nenek itu menjadi dapat ditolong.Segoshi pandai Ju-jit-su, ia lantas melenggak, kedua tangannya dibuang ke belakang, untuk menyekal keras atasan sikut penyerangnya. Atas ini Keng Sim rapatkan tubuhnya.Sejenak saja terlihat Keng Sim menggemblok di punggungnya Segoshi, itu tandanya ia segera bakal dibanting musuhnya itu. Celaka kalau ia terbanting ke undakan tangga batu.Ie Sin Cu melihat tegas, ia kaget, dengan sendirinya ia lompat, untuk menolongi si anak muda.Egukhi melihat semua itu, ia girang bukan main. Ia tertawa dan kata: "Binatang cilik, kiranya ada harinya yang kau roboh di tangan jagoanku!" Ia tidak cuma mengejek, ia lantas geraki pedangnya untuk membacok pemuda itu.Sin Cu masih terpisah jauh, sia-sia ia mencoba menolong. Orang banyak pun berteriak bahna kagetnya.Hanya sekelebatan saja, terlihatlah tubuh Segoshi terjerunuk ke arah Egukhi, menyambut datangnya pedang dan ketujuh itu.Egukhi tengah menyerang, tidak dapat ia menarik pulang pedangnya, maka itu tidak dapat dicegah lagi yang ujung pedang nancap di dadanya Segoshi.Segera terdengar tertawanya Keng Sim, yang tubuhnya mencelat, menyusul mana kedua tangannya melayang ke kedua kuping orang, kupingnya Egukhi!"Di muka sidang negaraku kau berani mengacau, apakah di matamu masih ada undang-undang pemerintahku?" pemuda itu menegur.Dalam keadaan tanggung seperti itu, tidak keburu Egukhi menarik pedangnya untuk menangkis serangan. Ia pun kaget dengan kesudahan itu. Ia tidak menyangka bahwa Keng Sim berhasil membebaskan diri dan berbalik menjadi si pemenang.Keng Sim ketahui lawan liehay, ketika kedua tangannya ditangkap, ia sengaja segera menempelkan tubuhnya, berbareng dengan itu, belum lagi ia sempat dibanting jeriji tangannya sudah menotok punggungnya Segoshi, hingga dia ini kaget, dia merasakan punggungnya itu sakit, gatal dan kaku. Tentu saja, karenanya, tidak dapat dia meneruskan gerakannya, untuk mengangkat dan membanting. Sebaliknya, dia tidak berdaya sama sekali ketika si anak muda dorong tubuhnya ke arah Egukhi. Maka jadilah dia kurban pedang bangsanya itu.Habis dihajar kupingnya barulah Egukhi dapat mencabut pedangnya. Atas itu Segoshi memperdengarkan jeritan hebat, dari dadanya darah muncrat menyembur, tubuhnya terus roboh.Egukhi kaget dan murka, maka ia lantas tumplaki kemarahannya kepada Keng Sim. Tapi anak muda itu tidak ada di hadapannya. Ia kaget bukan main."Celaka!" serunya. Ia tahu musuh sudah menggeser ke belakangnya, dari itu dengan sebat ia memutar tubuh. Hanya sayang untuknya, ia terlambat, selagi ia terlambat, selagi ia berputar, tangannya yang memegang pedang telah didulukan disamber Keng Sim. Cuma sekejab saja, tangan itu sudah menjadi teklok, hingga pedangnya jatuh menggontrang di lantai!Keng Sim berlaku cerdik dan sebat, setelah bikin Segoshi mati kutunya, ia tolak tubuhnya orang itu ke arah Egukhi, untuk pakai dia sebagai tameng hidup, lalu selagi pedang nancap dan sukar ditarik, ia melesat ke belakang dan ketujuh itu, untuk tanpa menangkis ketika menyamber dengan orang di saat ia diserang.Justeru musuh sudah tidak berdaya, dengan satu sontekan dengan kakinya, Keng Sim bikin pedang musuh itu meletik naik, untuk ia sambut dengan tangannya. Tapi ia tidak gunai pedang itu sebagai senjata, hanya dengan memegang itu dengan kedua tangannya, ia mematahkannya, hingga pedang menjadi dua potong.Egukhi roboh karena kesakitan, ia merayap bangun, justeru itu, ia menyaksikan pedangnya dibikin patah, maka habislah dayanya.Keng Sim lemparkan kedua kutungan pedang."Budak-budak kate (pendek) ini ada sangat kurang ajar!" ia lantas berkata dengan nyaring. "Mereka bernyali sangat besar, berani menggunai pedang di muka pengadilan, berani menganiaya orang di muka khalayak ramai! Maka itu, Thayjin, aku minta keadilanmu!"Tiehu kaget dan takut sampai tubuhnya gemetaran, mulutnya bungkam.Justeru itu Takahashi menggeprak-geprak meja. "Terbalik! Terbalik!" dia berteriak-teriak.Menyusuli suaranya wakil Nippon itu, dari pintu belakang kantor itu muncul dengan mendadak sebarisan serdadu Nippon yang semua bersenjatakan pedang yang panjang dan mengkilap, sambil berseru mereka terus menerjang ke arah Keng Sim.Barisan itu ada barisan pengawalnya Takahashi. Tidak dapat mereka itu turut muncul di muka sidang, dari itu mereka telah diatur bersembunyi di belakang kantor, apabila ada tanda barulah mereka boleh keluar. Mereka memang bangsa galak, begitu dengar suara Takahashi, mereka lantas menyerbu.Di muka sidang itu, terus sampai di muka kantor, ada berkumpul ratusan penduduk.Semua mereka panas hatinya semenjak mereka saksikan kejumawaan pihak asing itu, yang tidak menghormati tiehu dan tidak mengindahkan pengadilan. Mereka gusar melihat si aki dan si nenek dianiaya, maka syukur mereka dapatkan Keng Sim turun tangan. Mereka puas dengan kesudahannya pertempuran itu. Tapi mereka kaget atas datangnya itu barisan serdadu asing, bahkan beberapa anak muda lantas mendidih darahnya, melupakan segala apa, mereka maju, untuk bantu Keng Sim, guna menerjang pasukan asing itu.Keng Sim tidak berdiam saja yang ia dikepung, ia membuat perlawanan. Dengan cepat ia robohkan lima atau enam orang. Tapi musuh berjumlah kira tiga puluh orang, semuanya bersenjata, tidak gampang untuk cepat-cepat merobohkan mereka semua. Di antara anak-anak muda yang maju, beberapa orang pun terluka, malah satu orang terbacok kutung sebelah lengannya.Di dalam saat itu, Sin Cu telah maju menyerang. Lebih dulu ia ayun sebelah tangannya melayangkan lima buah bunga emasnya. Satu musuh dapat berkelit, empat yang lainnya roboh sebagai kurban senjata rahasia itu.Setelah itu, Sin Cu menghunus pedangnya, ia membekal senjata rahasianya dalam jumlah berbatas, tidak dapat ia obral itu. Maka ia lantas menggunai pedang. Dalam saat kacau itu, dari arah pintu timur terdengar suara berisik, lalu tertampak membuinya banyak orang, yang dikepalai oleh satu nona dengan baju merah, yang tangannya mencekal pedang. Atas datangnya mereka itu, orang banyak menyingkir ke kedua belah, untuk memberi jalan. Rombongan itu terdiri dari orang-orang yang dandan sebagai nelayan, senjata mereka adalah tempuling dan joran pancing besar. Pula lantas terlihat cara berkelahi mereka yang luar biasa. Setiap dua nelayan menjadi satu gabungan. Satu yang memegang tempuling menangkis golok musuh, lantas yang satunya lagi merabu kaki musuh itu dengan pancingnya, segera musuh itu roboh terguling. Cara ini tidak pernah gagal, maka dalam tempo yang pendek, semua musuh itu dapat diringkus, hingga pertempuran lantas berakhir. Cuma pemimpinnya pasukan itu, yang nampaknya kosen, mesti dirobohkan si nona dengan sebelah tangannya ditabas kutung sesudah pertempuran beberapa jurus.Sin Cu lantas saja kenali nona baju merah itu, ialah Cio Bun Wan. Maka mengartilah ia sekarang akan duduknya hal. Pantas Seng Hay San membilangi ia untuk ia jangan berkuatir, kiranya mereka itu sudah siap sedia.Baru sekarang Takahashi ketakutan. Ia berniat melarikan diri tetapi kedua kakinya tidak sudi menuruti suara hatinya. Selagi ia bergemetaran, Keng Sim seret ia dari kursinya, untuk ditelikung, buat dihadapkan kepada tiehu."Budak-budak kate (pendek) ini menghina undang-undang negara kita, di muka sidang pengadilan mereka mengacau dan menyerbu, maka itu Tiehu Thayjin, yang berwenang membelai negara, tidak dapat Thayjin tidak mengurus mereka!" demikian suara nyaring dari pemuda she Tiat ini.Tiehu kaget dan ketakutan, sekian lama ia tidak dapat bersuara."Ini... ini..." katanya kemudian, suaranya terputus-putus. "Bagaimana sekarang...? Kalau nanti perompak kate (pendek) datang menyerbu kota, bagaimana kita bisa menangkisnya? Tentara kita berjumlah sedikit sekali..."Keng Sim tertawakan wedana itu."Di sini ada begini banyak orang, kenapa masih berkuatir tidak ada orang yang menangkis mereka?" ia berkata.Gedung pengadilan itu, atau lebih benar kantor tiehu, telah dirumung banyak sekali orang."Kita bersedia untuk melawan mereka!" banyak suara berseru. Tapi juga ada yang berteriak: "Jikalau Tiehu Thayjin takut perompak, nah lekaslah angkat kaki, kabur dari sini, urusan di Tayciu itu, kita yang nanti membereskannya!"Tiehu berdebaran hatinya. Tahu ia, kalau ia berlaku penakut terus, rakyat bakal berontak."Tiat-siangkong," ia lantas berkata, "urusan hari ini aku serahkan saja padamu untuk menyelesaikannya.""Untuk membela negara dan lindungi rakyat, itulah tugas setiap manusia," berkata Keng Sim, "tetapi Thayjin adalah bapak rakyat, dari itu tidak dapat Thayjin menyimpang dari tugasmu. Sekarang marilah kita bekerja sama."Tiehu tidak punya daya, ia menurut saja. Keng Sim segera pilih beberapa penduduk yang kenamaan, yang ia tahu hatinya jujur, maka mereka itu bersama-sama tiehu lantas diajak berunding, mendamaikan cara untuk melawan kalau ada serbuan musuh. Sedang semua musuh yang ditawan berikut Takahashi, dijebluskan dalam penjara untuk ditahan.Tiehu ingin Keng Sim terus berada bersama ia tetapi si anak muda menolak."Aku masih ada punya urusan lain," pemuda itu memberi alasan.Tiehu ingat orang sudah ditahan beberapa hari, mungkin dia ingin menemui sahabat-sahabatnya, ia tidak dapat memaksa. Laginya ia kuatir hati si anak muda berubah kalau ia menggunai paksaan.Keng Sim segera bertindak keluar, diikuti oleh barisan nelayan yang tadi dipimpin Cio Bun Wan. Mereka itu bersorak-sorai karena kegembiraannya. Rakyat pun turut bergembira, sedang tadinya mereka berkuatir sekali menyaksikan aksi pihak musuh yang garang itu.Tanpa merasa Ie Sin Cu mengikuti keluar.Bun Wan tidak perhatikan itu "pemuda", adalah Keng Sim yang melihat orang, tangan siapa ia lantas tarik. Lebih dulu daripada itu ia mengawasi dengan wajah tersenyum."Mari kita pergi bersama!" mengajak Keng Sim.Karena orang berbicara, Bun Wan menoleh. Melihat si nona berpaling, Sin Cu bersenyum kepadanya. Bun Wan membalas mengangguk, ia hanya tetap tawar sikapnya. Sama sekali ia tidak sudi bicara, hingga Sin Cu pun tidak dapat membuka mulutnya.Sin Cu sendiri jengah, merah mukanya. Belum pernah tangannya dipegangi seorang pria dan sekarang Keng Sim mencekalnya dan ditarik. Syukur untuknya, mereka berada di antara banyak orang dan Keng Sim juga tidak memperhatikan padanya.Tiga muda-mudi ini berjalan bersama. Mereka diawasi penduduk, yang berkumpul di jalan-jalan besar. Mereka itu penduduk yang berdekatan, yang baru saja mendengar kabar perihal huru-hara di kantor tiehu. Rata-rata orang puji Keng Sim dan caci bangsa kate (pendek).Supaya tidak terganggu orang banyak itu, Keng Sim ajak dua kawannya ambil jalan kecil, untuk menghindarkan diri. Sampai jauh ia masih dengar suara riuh dari rakyat jelata itu."Semakin perompak kejam, semakin naik amarahnya rakyat," bilang Keng Sim sembari jalan. "Peristiwa hari ini ada bukti nyata."Mendengar itu, Ie Sin Cu berkata di dalam hatinya: "Inilah rupanya sebab kenapa pemuda ini suka serahkan dirinya ditawan. Dia hendak membangunkan semangat rakyat, dia mengatur siasatnya itu."Cuma Nona Ie masih belum tahu apa sebabnya selagi tiehu dan panitya penduduk berunding di dalam kantor, untuk membicarakan daya akan menghadapi musuh nanti, pemuda itu meninggalkannya. Adakah urusan lebih penting daripada daya perlawanan terhadap musuh?Selagi Sin Cu ingin minta keterangan pada Keng Sim, pemuda itu sendiri mengawasi ia dan Bun Wan sambil tertawa. Dia kata: "Apakah kamu berdua telah saling berkenalan?""Hm, bagus sahabatmu!" menyahut si Nona Cio. Keng Sim heran."Saudara Ie ini sungguh satu sahabat sejati," ia bilang. "Kita berdua berkenalan di permukaan sungai. Pertama kali aku bertemu dia selagi dia melupakan segala bahaya untuk menolong seorang nelayan ayah dan gadisnya.""Dengan begitu dia benar seorang gagah dan mulia hatinya, cuma..."Bun Wan tidak melanjuti kata-katanya itu. "Cuma?..." tanya Keng Sim."Cuma dia rada ceriwis..." si nona hendak menyahuti, hanya karena memandang toasuheng itu, batal membuka mulutnya. Ia kata saja: "Cuma dia terlalu muda sedikit..."Keng Sim tertawa. Ia sebenarnya mengandung maksud, ialah supaya sumoay itu mengikat jodoh dengan "pemuda" ini, ia hanya tidak tahu, sumoay itu sudah menanam bibit asmaranya terhadap Seng Hay San."Saudara Tiat, kau hendak pergi ke mana?" tanya Sin Cu, yang tidak perdulikan sikapnya Bun Wan."Kau sendiri hendak pergi ke mana?" pemuda itu balik menanya."Pasti sekali, aku hendak pulang ke rumahku," jawab Sin Cu."Kalau begitu, aku juga hendak pergi ke rumahmu!" ujar si anak muda.Sin Cu heran. Ia lihat orang tidak tengah bergurau. Ia berpikir: "Dia kata kepada tiehu dia punya urusan penting, kenapa sekarang dia punyakan tempo luangnya untuk ikut padaku?" Ia masgul tetapi ia pun girang. Ia jalan terus, ke rumahnya Thio Hek.Tidak lama, tibalah mereka. Ketika Sin Cu dipapak Thio Hek, yang baru keluar dari rumahnya, ia heran, bahkan terperanjat, sebab nelayan itu ada bersama seorang yang ia tidak sangka-sangka."Kau di sini?" katanya pada orang itu, siapa pun menegur: "Oh, kiranya kau?""Ya, kiranya kau?" Keng Sim pun berkata.Orang itu ada Seng Hay San, yang tetap dengan dandanannya sebagai nelayan yang sederhana."Ini Seng-toako adalah utusannya Toako Yap Cong Liu," Thio Hek lantas mengajar kenal. "Seng-toako yang bakal mengajak kita pergi kepada Yap-toako itu.""Kapan kau kenal Yap-toako?" Keng Sim tanya sutee-nya itu. "Kenapa aku tidak tahu? Sumoay membilangi aku, Yap-toako ada mengirim utusan, aku tanya siapa utusan itu, ia tidak hendak memberitahukan. Kiranya kau!""Selama beberapa bulan ini aku bersama sumoay berada di tempatnya Yap-toako," Hay San memberikan jawaban, "bahkan beberapa kali kita sudah pernah bertempur sama rombongan perompak. Baru beberapa hari yang lalu kita pulang. Sudah beberapa bulan kau pesiar, Suko, tidak ada ketikanya untuk kita memberi keterangan padamu."Keng Sim tertawa."Kamu telah menjadi dewasa, sekarang kamu pandai bekerja!" ia bilang. "Aku tadinya menduga kamu masih berdiam tetap di rumah, memain menangkap burung dan mengail ikan!..."

Pendekar Wanita Penyebar Bunga - Liang Ie ShenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang