Jilid 25

374 5 1
                                    

Begitu si pemilik kecebur, perahunya terputar beberapa kali.

Sin Cu tak pandai berenang dan juga tak dapat mengemudikan perahu. Dalam gusarnya, ia mengayun kedua tangannya, masing-masing melepaskan tiga kuntum bunga emas yang menyambar ke arah tiga jalan darah setiap lelaki tinggi besar yang berdiri di kepala perahu.

Mereka adalah Wie-su (pahlawan) kelas satu dari istana kaisar. Yang berdiri di perahu sebelah kiri adalah Yo Cian Kin, sedang yang di sebelah kanan adalah Kim Ban Liang. Yo Cian Kin yang bertenaga besar segera menyampok jatuh tiga bunga emas itu dengan rantai besinya. Kim Ban Liang yang pandai berkelit, sudah menangkis dengan goloknya sambil mengegos ke kiri-kanan. Ia menyampok jatuh sekuntum bunga emas dengan goloknya dan mengelit dua bunga lainnya, yang kemudian menancap di papan perahu. Ie Sin Cu melepaskan senjata rahasianya dari jarak belasan tombak dan bahwa dari jarak begitu jauh ia masih dapat menimpuk begitu jitu, sudah membikin kedua Wiesu itu menjadi kaget dan tak berani datang terlalu dekat.

Tapi di lain saat, mereka sudah mengetahui, si baju putih tidak mengenal ilmu berenang. Yo Cian Kin tertawa berkakakan, "Kunjungan harus dibalas dengan kunjungan!" ia membentak sambil menimpuk dengan Tiat-tha (Nyali Besi), yang ditujukan bukan ke arah Sin Cu, tapi ke perahunya. 

Tiat-tha itu yang beratnya beberapa kati, lantas saja membikin papan perahu berlubang dan air telaga mulai mengalir masuk. Sin Cu terkejut dan Tiat-tha kedua sudah menyambar pula. Buru-buru ia mengeluarkan dua bunga emas dan menimpuk dengan menggunakan seantero tenaga dalamnya.

Tiat-tha itu ketahan di tengah udara dan jatuh ke dalam air di pinggir perahu, sehingga air telaga muncrat tinggi dan berombak keras. Perahu itu terputar-putar beberapa kali dan Sin Cu merasakan matanya berkunang-kunang, hampir-hampir ia muntah.

Yo Cian Kin kembali tertawa berkakakan. "Ambil batu penindih perahu!" ia berteriak. "Lebih dulu aku mau menenggelamkan perahu bocah itu."

Sebagaimana diketahui, perahu-perahu yang muatannya sedikit, bergoncang keras jika bertemu angin dan ombak besar. Maka itu, anak buah perahu yang berpengalaman selalu menaruh batu-batu besar di dasar perahu yang muatannya enteng, untuk meneguhkan kedudukan perahu itu. Di setiap perahu besar yang sedang menggenjet perahu Ie Sin Cu, hanya terdapat tiga orang, yaitu dua pemegang kemudi dan seorang melayani si nona. 

Selain itu, kedua perahu tersebut tidak membawa barang. Maka di saban perahu terdapat batu-batu besar yang beratnya sama sekali dua-tiga ribu kati.

Begitu diperintahkan, anak buah perahu itu lantas saja menggotong naik beberapa batu besar.

Yo Cian Kin tertawa berkakakan seraya berteriak: "Bocah! Sambutlah ini!" Ia mengerahkan tenaga dalamnya, membuat sebuah lingkaran dengan kedua lengannya dan kemudian melontarkan sebuah batu yang beratnya hampir seratus kati. Batu itu jatuh ke dalam air, di dekat perahu Sin Cu. Air telaga berombak keras sehingga perahu Sin Cu terputar dan miring.

Buru-buru si nona mengerahkan ilmu Cian-kin-tui dan memusatkan seluruh tenaga kepada kedua kakinya yang menginjak perahu itu keras-keras. Untuk menetapkan perahu yang didampar ombak dengan menggunakan ilmu Cian-kin-tui, orang harus mempunyai Iweekang dan gwakang yang sama tingginya. 

Ie Sin Cu sudah mewarisi ilmu Lweekee (ilmu dalam) dari Thio Tan Hong, tapi oleh karena usianya masih sangat muda, gwakang-nya belum dapat menyamakan tenaga dalamnya (Iweekang). Maka itu, perahunya masih terus terputar-putar dan miring ke kiri kanan, sehingga si nona merasakan kepalanya pusing.

Lagi-lagi Yo Cian Kin mengeluarkan tertawa girang dan melontarkan pula sebuah batu besar yang jatuh di sebelah kiri perahu Sin Cu. Air telaga muncrat, sehingga pakaian si nona menjadi basah dan ombak jadi semakin hebat. 

Pendekar Wanita Penyebar Bunga - Liang Ie ShenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang