Jilid 3

1K 16 0
                                    

Siauw-houw-cu tertawa dingin. "Hm!" katanya dengan suara di hidung. 

"Thia-thia paling benci segala pembesar anjing! Sekarang kau mau ajak ia keluar untuk menjadi budak pula dari kawanan pembesar. Hm! Tidak! Aku tak dapat meluluskan!"

"Loohoan" dan kedua perwira itu menjadi bengong, mereka kesima mendengar kata-kata yang tidak diduga-duga itu.

Tiba-tiba dengan satu suara keras, kedua daun pintu batu ditutup oleh Siauw-houw-cu yang sudah meloncat keluar sebelum tiga tetamunya sadar dari kagetnya. Daun pintu itu dibuat dari batu yang tebalnya tidak kurang dari satu kaki, sehingga satu orang yang tidak mempunyai kekuatan kira-kira lima ratus kati, tidak akan dapat menutupnya.Di lain saat, di luar kamar terdengar suara tindakannya Siauw-houw-cu yang berlari-lari dengan cepat sekali."Penjahat cilik!" memaki kedua perwira itu sembari coba mendorong pintu. 

Tapi percobaan itu sia-sia belaka, oleh karena sudah dikunci dari luar oleh si Hitam. Kamar batu itu tak mempunyai jendela, hanya di atasnya terdapat beberapa lubang kecil untuk keluar masuknya hawa. Kedua perwira itu gusar bukan main, mereka memaki kalang kabut, sambil menyesalkan juga si Brewok yang sudah mengajak mereka datang ke situ. 

"Kau sudah tahu sahabatmu sangat membenci pembesar negeri, tapi kau toh sudah mengajak juga kami datang ke sini," kata salah satu antaranya.

"Dia juga tentu bangsa penjahat!" kata yang lain. "Eh, Loohoan! Apa sih maksudmu yang sebenarnya?"

Paras mukanya "Loohoan" berubah gusar. "Jiewie thayjin tak usah mencaci," katanya dengan suara keras. "Majikan rumah ini pernah menjabat pangkat yang lebih tinggi dari atasanmu!"

Kedua perwira itu berhenti serentak.

"Siapa dia?" mereka menanya hampir berbareng. Mereka kaget, tercampur sangsi.

"Loohoan" senyum. "Majikan rumah ini pernah menjadi Tongleng (pemimpin) barisan Gie-lim-kun (barisan yang menjaga keselamatan pribadi kaisar)," menerangkan ia dengan suara perlahan. "Ia pun pernah menjabat pangkat Ciong-cie-hui (pemimpin) dari pasukan Kim-ie-wie (pasukan pahlawan kaisar yang mengenakan seragam sulam) dan pada sepuluh tahun berselang, ia dikenal sebagai ahli silat nomor satu di seluruh kota raja. Ia bukan lain daripada Thio Hong Hu, Thio-thayjin!"

"Thio Hong Hu, ahli silat utama di seluruh kota raja?" menegasi kedua perwira itu dengan suara terkejut.

"Tak salah! Ahli silat nomor satu di seluruh kota raja!" mengulangi "Loohoan". 

Mukanya kedua perwira itu berubah pucat dan keringat dingin mengucur dari dahinya.Thio Hong Hu adalah pahlawan utama yang paling diandalkan oleh Kie Tin, Kaisar Engcong dari kerajaan Beng. Ia pernah berkuasa atas barisan Gie-lim-kun dan Kim-ie-wie dan beberapa kali pernah berjasa besar dalam medan peperang. Berhubung dengan kegagahannya, namanya sudah menggetarkan seluruh Tiongkok. Dahulu, dalam peperangan dengan negeri Watzu di Tow-bok-po, seantero tentara Beng boleh dibilang musnah semuanya, sedang Kie Tin sendiri telah ditawan musuh.

Dalam kekalahan yang hebat itu, seorang diri dan dengan menunggang seekor kuda, tujuh kali Thio Hong Hu menerjang masuk ke dalam tentara musuh dan tujuh kali ia dapat menoblos keluar pula dengan selamat. Walaupun gagal dalam usaha menolong kaisar, namanya sudah berhasil membikin pecah nyali musuh dan orang-orang gagah di seluruh negara tidak ada satu pun yang tidak kagum padanya.

Belakangan, Ie Kiam, seorang menteri yang sudah berhasil menolong kerajaan Beng dari kemusnahan, telah mengirim In Tiong ke Watzu sebagai utusan istimewa guna mengadakan perdamaian. In Tiong berhasil dan Kie Tin dapat dibawa pulang ke Tiongkok dengan selamat. Akan tetapi adiknya Kie Tin yang bernama Kie Giok, atau Kaisar Beng-tay-cong, sungkan menyerahkan kembali takhta kerajaan kepada kakaknya itu. Ia penjarakan sang kakak di Istana Lamkiong dan memberi gelar kehormatan Thay-siang-hong kepada Kie Tin.

Pendekar Wanita Penyebar Bunga - Liang Ie ShenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang