Jilid 43

170 4 0
                                    

Kembali mukanya si wedana menjadi merah. Ia rangkapi kedua tangannya, untuk menjura."Harap kau tidak gusar, Kongcu," ia bilang. "Apa yang aku lakukan ini sebenar-benarnya saking terpaksa. Kongcu, haraplah kau, kau maafkan kesulitanku...""Sebenarnya kau pembesarnya pemerintah atau hambanya si perompak kate (pendek)?" Tiat Keng Sim menanya pula."Terang aku ada pembesarnya pemerintah," sahut si tiehu cepat. "Tetapi, Kongcu, kau sendiri bukannya tak ketahui, bahagian luar dari kota Tayciu sekarang ini adalah dunianya perompak kate (pendek) itu sedang di bahagian dalamnya, perwakilan Nippon telah sangat mendesak padaku. Pemerintah kita sama sekali tidak mengirim pasukan perang untuk menindas kaum perompak itu. Di samping itu, pembesar pabean telah menyambut hormat sekali kepada utusan perupetian Nippon itu. Maka, Kongcu, kau, kau hendak suruh aku berbuat bagaimana? Ah, siapakah yang dapat mengarti kesulitanku ini?"Menampak wajahnya tiehu, biar bagaimana, Sin Cu berkasihan juga kepada pembesar lemah ini yang tidak berdaya, kalau tadinya ia ingin memenggal batang leher orang, sekarang kemarahannya, kebenciannya, tumplak semua kepada perompak kate (pendek)."Ya, aku mengarti!" berkata Keng Sim, tapi hatinya panas. "Sekarang kau hendak berbuat apa terhadapku?"Tiehu mengurut-urut kumisnya yang sudah ubanan. "Perwakilan Nippon di kota ini pasti sekali ingin mendapatkan kau, Kongcu," ia menyahut, pelahan, "maka itu dengan memandang kepada keselamatannya penduduk Tayciu, aku minta sukalah Kongcu sedikit merendahkan diri untuk besok pindah tempat..."Keng Sim tertawa dingin ketika ia bilang: "Aku ada rakyatnya kerajaan Beng, jikalau aku bersalah, seharusnya kaulah yang memeriksa! Kau menyebut-nyebut undang-undang negara, sekarang aku tanya padamu, mana undang-undangmu itu? Apakah menurut undang-undang itu boleh bangsa asing yang memeriksa rakyat negara kita?"Dengan tergesa-gesa tiehu itu menjura."Kongcu, meskipun benar katamu itu, aku minta kau sukalah ingat kesulitanku," ia berkata. "Jikalau aku tidak iringkan kehendak mereka itu, pihak perwakilan Nippon itu bisa memerintahkan kawanan perompak kate (pendek) di luar kota datang menerjang kota kita ini. Kalau itu terjadi, tidakkah penduduk kota menjadi bercelaka? Kongcu, kau ada seorang yang sadar dan mengarti segala apa, aku minta sukalah kau, kau, memaafkan kesukaranku ini..."Keng Sim mendongkol bukan main."Kenapa aku tidak mengarti?" katanya dalam hatinya. "Inilah semua sebab kau hendak lindungi kopia kebesaranmu, karena kau bernyali kecil, kau kasi dirimu didesak-desak!"Melihat roman orang, pemuda ini toh tidak tega untuk menegur lebih jauh. Ia dapatkan tiehu itu, dengan sorot mata minta dikasihani, terus mengawasi padanya. Akhirnya ia angkat kepalanya."Baiklah kau ketahui, aku tidak menyayangi jiwaku, tetapi dengan kau serahkan aku kepada si budak kate (pendek), ke mana kau hendak letaki kehormatannya pemerintah kita?" ia berkata. "Tapi kau berada dalam kesulitan. Baik begini saja: Maukah kau aku carikan jalan yang ada dua kebaikannya untukmu?""Suka aku mendengarnya, Kongcu," menyahut tiehu cepat. "Dayaku itu begini," berkata pula Keng Sim, menjelaskan."Perkaraku ini kau sendiri yang periksa, kau ijinkan perwakilan Nippon itu turut hadir untuk menyaksikan. Mereka itu mencari aku, biarlah dia memanggil datang saksi-saksinya untuk menuduh dan mendakwa aku. Di waktu dilakukan pemeriksaan, rakyat jelata penduduk Tayciu mesti diijinkan turut menyaksikan juga.""Ini... ini...""Ini, ini apa?" memotong si anak muda. "Inilah cara untuk melindungi undang-undang pemerintah sekalian untuk memberi muka kepada perwakilan Nippon itu! Dengan begini kau dapat membersihkan dirimu dari tanggung jawab terhadap pihak asing itu. Tidakkah ini bagus? Jikalau kau tidak setuju, sudah, hendak aku mengangkat kaki dari sini! Apakah kau kira ratusan atau ribuan perompak kate (pendek) itu dapat mencegah aku? Apakah kau juga dapat menghalanginya?"Sengit ini anak muda hingga ia hajar ujung meja teh dengan tangannya. Tiehu menjadi ketakutan. Ia memang tahu anak muda ini liehay dan telah dengar bagaimana orang telah tempur musuh. Dengan cepat ia menjura."Baiklah kalau Kongcu memikir demikian," katanya, terpaksa. "Besok akan aku bicarakan urusan ini dengan pihak sana. Aku hanya harap sukalah Kongcu ingat keselamatannya penduduk kota kita."Wajahnya tiehu ini menjadi sangat kucel, dengan lesu ia mengundurkan diri.Seberlalunya pembesar itu, Sin Cu lompat turun dari payon, tanpa bersangsi pula, ia lompat menembrak jendela untuk masuk ke dalam kamar.Keng Sim tidak jadi kaget, bahkan ia menyambut sambil tertawa. Katanya: "Bukankah telah lama kau datang kemari dan telah mendengar pembicaraan barusan?"Sin Cu merasa heran dan kagum."Aku anggap aku datang di luar tahu siapa juga, tidak dinyana dia telah mengetahuinya..." pikirnya. Belum lagi ia menyahuti, anak muda itu sudah menambahkan: "Kau telah dengar segala apa, untuk apa kau datang juga padaku?""Aku hendak menjenguk kau!" sahut si nona, agaknya ia kurang puas.Keng Sim bersenyum."Itu hari di sungai Tiangkang kau telah sudi mengajak aku menumpang perahumu," ia berkata, "sekarang selagi aku dalam tahanan, kau pun menjenguk aku, Saudara Ie, kau sangat baik, aku berterima kasih padamu."Habis berkata, dia menjura. Sin Cu mendongkol, tetapi mendengar perkataan orang dan melihat tingkahnya itu, ia tertawa."Kau bilang tidak perlu aku datang kemari, tetapi aku anggap tidak perlu kau berdiam di sini!" ia kata."Eh, kenapa?" tanya pemuda itu."Ayahmu sudah dimerdekakan, kenapa kau kesudian berdiam di sini untuk menjadi mendelu saja?" berkata si nona. "Apakah benar-benar kau sudi menerima hinaan dengan membiarkan si budak kate (pendek) bercokol di atas menyaksikan kau diperiksa?"Mendengar itu, Keng Sim membalas: "Apakah kurang jelas bagimu maksudnya si tiehu?""Dia ketakutan sangat terhadap perompak kate (pendek), dia sampai hilang semangatnya! Apakah kita, kau dan aku, jeri juga? Bukankah sejak dahulu ada dibilang, 'Tentara datang, panglima menangkisnya. Air melanda, kita pakai tanah membendungnya?' Jikalau benar-benar perompak kate (pendek) berani datang menyerang, apakah kita tak dapat berdaya untuk memukul mundur pada mereka?"Keng Sim tertawa. Ia mengawasi."Kita berdua memang tidak takuti perompak kate (pendek) itu!" ia menyahut. "Tetapi kita berdua saja, dapatkah kita memukul mundur pada mereka? Aku mohon tanya, umpama kata kawanan perompak itu menerjang kota secara besar-besaran, saudaraku ada punya daya apa untuk menghancurkan mereka?"Ie Sin Cu bicara dengan menuruti suara hatinya, hati yang muda, ia tidak pernah memikir sampai begitu jauh. Tapi ia tidak mau menyerah kalah mentah-mentah."Apakah kau benar rela diperiksa mereka?" ia tanya. "Apakah kau telah punyakan daya untuk menghajar kawanan perompak itu?"Tiat Keng Sim tertawa."Menarik melengkung busur untuk memanah harimau dari gunung Lam San, menggosok pedang guna menyingkirkan ular naga dari laut Pak Hay," ia berkata. "Untuk memanah harimau dan menyingkirkan ular naga kita perlu lebih dulu menarik busur dan menggosok pedang, dari itu apa pula untuk mengusir perompak yang terlebih garang daripada harimau dan ular naga itu?"Sin Cu menjadi berpikir mendengar jawab orang, yang seperti telah mempunyakan daya upaya. Ia kata di dalam hatinya: "Mungkinkah kerelaannya diperiksa ini disebabkan dia seperti hendak menarik busur dan menggosok pedang, yaitu dia telah menyiapkan sesuatu? Sungguh dia tak dapat diterka hatinya..."Ia awasi pemuda itu, ia dapatkan sinar mata yang tenang."Terima kasih yang kau telah datang menjenguk aku," berkata pula si anak muda sambil bersenyum. "Sekarang sudah waktunya untuk kau kembali pulang! Nanti saja di hari pemeriksaan, kau datang pula melihat aku!"Sin Cu masih merasa berat."Saudara Tiat, kau ada pesan apa lagi?" ia tanya. "Aku suka berikan tenagaku yang lemah..."

Pendekar Wanita Penyebar Bunga - Liang Ie ShenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang