Jilid 18

365 7 0
                                    

Jika keadaan itu dipertahankan dalam tempo yang agak lama, ia mengetahui, Pit Kheng Thian bisa celaka. Keadaan Pit Kheng Thian agak lemah, oleh karena ia belum dapat menarik pulang tenaga pukulannya dan tidak bisa mengerahkan tenaga lagi, sebab badannya masih berada di tengah udara.

Sambil mengerutkan alisnya, Bu Cin Tong berjalan masuk ke dalam gelanggang. Ia menyoja seraya berkata: "Jika dua harimau berkelahi terus menerus, salah satu mesti celaka. Yang-toako dan Pit-hiantee sekarang kalian boleh berhenti saja."

Tapi mereka tidak menyahut, agaknya karena sedang memusatkan seluruh semangat dan menggunakan semua tenaga mereka.

"Yang-toako," kata pula Bu Cin Tong. "Kau adalah seorang kiamkek yang sudah mendapat nama besar. Pit-hiantee adalah enghiong yang tingkatannya terlebih rendah. Yang-toako! Kau biasanya berkelana di daerah Selatan barat dan jika kau mempunyai niatan untuk berusaha di wilayah Utara, kedudukan Toa-liong-tauw dapat kita rundingkan terlebih jauh."

Bu Cin Tong sudah berkata begitu lantaran ia belum mengetahui Yang Cong Hay sudah menjabat pangkat Toacongkoan di dalam istana kaisar. Ia menduga, orang she Yang itu benar-benar mau merebut kedudukan Toa-liong-tauw dari tangan Pit Kheng Thian.

Dibujuk dengan kata-kata manis, sedikitpun Yang Cong Hay tidak menggubris. Sesudah berada di atas angin, tentu saja ia sungkan melepaskan korbannya. Ia berjalan semakin cepat mengitari gelanggang, sehingga Pit Kheng Thian seperti juga sebuah perahu kolek yang sedang ditiup angin. Bu Cin Tong tidak berdaya, ia ingin menolong, tapi kepandaiannya tidak mencukupi.

Selagi semua orang mengawasi dengan hati berdebar-debar dan sedang Bu Cin Tong berada dalam kebingungan hebat, mendadak saja terdengar suara seseorang yang sangat nyaring: "Kalian tidak tahu diri! Yang-toacongkoan mana memandang sebelah mata segala kedudukan Toa-liong-tauw!"

Hampir berbareng dengan suara itu, sekuntum bunga emas melesat di tengah udara, yang dengan menerbitkan bunyi "cring!", menghantam ujung pedang Yang Cong Hay!

Senjata rahasia itu yang dilepaskan dengan tenaga yang tepat sekali, sudah memukul miring ujung pedang itu dan di lain saat, sesudah memutar badan satu kali, Pit Kheng Thian hinggap di atas bumi.

Kejadian itu disusul dengan loncat masuknya seorang pemuda baju putih, ke dalam gelanggang. Tak usah dikatakan lagi, bunga emas itu adalah miliknya.Semua orang, tak terkecuali Bu-lookhungcu sendiri, merasa sangat kaget. Mereka tak nyana, bahwa seorang yang usianya masih begitu muda, sudah mempunyai tenaga dalam yang sedemikian tinggi.Perlu diterangkan, bahwa untuk timpukannya itu, si baju putih telah menggunakan tenaga Kiauwkin (tenaga yang dikeluarkan secara tepat, pada saat yang tepat pula). 

Selagi Iweekang Yang Cong Hay beradu dengan Iweekang Pit Kheng Thian, ia menghantam di tengah-tengah yang kosong di antara kedua tenaga yang besar itu. Dalam pelajaran ilmu silat, pukulan itu dinamakan Sie-niu-po-cian-kin (dengan tenaga empat tahil menjatuhkan tenaga ribuan kati). Itulah sebabnya, kenapa dengan sekali menghantam saja, si baju putih sudah berhasil.

Mengetahui itu, Pit Kheng Thian jadi merasa kagum sekali. Dengan tindakan tenang, si baju putih berjalan mendekati Yang Cong Hay. Ia menyapu semua orang dengan sepasang matanya yang bersinar bening dan kemudian mengawasi Yang Cong Hay. 

"Yang-toacongkoan," katanya. "Kau mengabdi kepada Hongsiang (Kaisar), kurasa kau masih sangat kekurangan tempo. Mana kau mempunyai tempo untuk menjadi Toa-liong-tauw dari kaum Rimba Hijau. Bukankah begitu?"

Baru habis si pemuda mengucapkan perkataannya, seluruh taman lantas menjadi gempar. Harus diketahui, bahwa belum cukup sebulan Yang Cong Hay memegang jabatan Toacongkoan. Ia menerima jabatan tersebut sebelum Kie Tin merebut pulang takhta kerajaan. 

Pendekar Wanita Penyebar Bunga - Liang Ie ShenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang