Jilid 50

192 3 0
                                    

Hay San pun tertawa."Dalam beberapa hari ini kita memang berdiam di rumah," ia mengasi tahu. "Syukur Suko tidak ketahui yang kita pernah meninggalkan rumah, jikalau tidak, kau tentu tidak bakal mengutus ini Saudara Ie datang ke Pek-see-cun untuk mencari kita. Di samping itu aku juga menyangka yang Saudara Ie ini adalah bala bantuan yang diundang Yap-toako. Baru tadi aku terima suaranya Yap-toako, yang menyuruh aku datang kemari untuk menyambut seorang gagah dari Shoatang yang Yang-toako undang. Tadinya aku menduga kepada Toa-liong-tauw Pit Kheng Thian, siapa tahu sebenarnya ini Saudara Ie! Sungguh kebetulan! Coba kemarin ini aku tidak bertemu sama Saudara Ie ini, pastilah aku dan sumoay telah kena dibekuk si kuku garuda!""Apakah kau pun kenal Pit Kheng Thian?" Sin Cu menyelak."Belum pernah aku bertemu sama dia," jawab Hay San, "hanya namanya Toa-liong-tauw dari lima propinsi Utara begitu terkenal, siapakah yang belum pernah mendengarnya?"Mendengar itu, Keng Sim mengerutkan kening."Nama orang, bayangan pohon," katanya, seperti kepada dirinya sendiri, "kata-kata ini beralasan juga. Hanya belum tentu semua orang sama dengan namanya yang kesohor itu. Maka itu, janganlah kasi diri kita digetarkan oleh nama lain orang. Aku dengar Pit Kheng Thian ada pemimpin partai Kaypang di Utara, sekarang dia menjadi kepala kaum kangouw, rupanya dia berhak juga memangku kedudukannya itu."Seng Hay San tidak kenal Kheng Thian, ia berdiam saja, tidak demikian dengan Ie Sin Cu. Biar ia tak berkesan baik terhadap pemimpin kaum pengemis itu, ia kurang senang atas pandangannya Keng Sim ini. Ia kata dalam hatinya:"Kau belum pernah ketemu Pit Kheng Thian, kenapa kau menimbang secara begini sembrono? Apa mungkin seorang pemimpin pengemis tak dapat menjadi pemimpin kaum kangouw seumumnya?"Keng Sim ada dari keluarga berpangkat, ia pun pandai ilmu surat berbareng ilmu silat, maka itu, pandangannya mengenai orang kangouw ada sedikit berlainan, rada memandang enteng. Sin Cu adalah lain. Nona ini benar ada puteri tunggal dari satu menteri, tetapi Ie Kiam bukan sembarang orang berpangkat, ia beda dari menteri-menteri lainnya. Ie Kiam telah jadi menteri, tapi di rumahnya ia suka bekerja kasar, ia tidak bawa lagaknya si menteri yang agung dan mulia. Sin Cu mewariskan sifat ayahnya ini. Sudah begitu, ia pun terpengaruh Thio Tan Hong, gurunya yang sederhana, yang kenyang mengumbara dan pernah merasai pelbagai penderitaan, sedang sahabat-sahabatnya adalah kaum kangouw. Mungkin Sin Cu tidak cocok dengan semua orang kangouw tetapi sedikitnya ia sangat menghargai mereka yang gagah dan mulia hatinya.Biar bagaimana, Sin Cu hargai sepak terjangnya Keng Sim, maka itu, cuma sebentar, lantas lenyap perasaannya tak puas barusan."Kuku garuda apa itu?" Keng Sim tanya Hay San. "Kenapa mereka ganggu kamu?""Katanya kuku garuda itu, dia mendengar kabar suhu sudah pulang, dia lantas datang untuk melakukan penangkapan," Hay San menerangkan.Keng Sim heran."Apakah artinya ini?" katanya. "Memangnya suhu bersalah apa?""Itulah aku tidak tahu," jawab Hay San. Keng Sim melirik pada Bun Wan."Aku juga tidak tahu," berkata si nona, suaranya kurang tegas.Sin Cu pun heran sekali."Cio Keng To mencuri pedang di dalam istana di mana dia mengacau, karenanya dia kabur ke luar negeri," ia berpikir. "Tiat Keng Sim ada murid kepalanya, kenapa sebagai murid dia tidak ketahui itu? Nampaknya Bun Wan tahu duduknya hal, mengapa ia tidak mau memberi keterangan pada suheng-nya ini?"Coba Sin Cu menghadapi ini setahun berselang, tentu ia sudah membeber rahasia kepada Keng Sim, tetapi sekarang ia telah punyakan pengalaman, ia mulai mengenal dunia, dapat ia mengendalikan diri. Ia berpikir pula: "Cio Keng To menutup rahasia terhadap muridnya, mesti ada sebabnya. Halnya Keng To mencuri pedang di istana, sedikit sekali orang yang mengetahuinya, cuma thaysucouw serta beberapa orang lain. Suhu percaya aku, maka itu ia tuturkan aku rahasianya sejumlah orang kangouw , dari itu mana boleh aku bicara sembarangan."Karena ini, ia terus menutup mulut.Hay San pun berkata pula: "Maksudnya Yap-toako yaitu aku mengantarkan kedua saudara ini ke sana, habis itu, sepulangnya aku, aku mesti membantu tentara rakyat di sini membelai kota Tayciu. Kau sendiri, Suheng, bagaimana sikapmu?""Itu pun baik," berkata Keng Sim. "Nanti aku pujikan kau kepada tiehu. Kau, Cio Sumoay, kau bagaimana?""Aku juga ingin berdiam di sini membantu Seng-suko," sahut si nona."Yap-toako sangat mengharap bantuan kau, Suko," kata Hay San. Keng Sim berpikir."Begitupun baik," ia menjawab. "Tentang ini aku mesti pulang dulu, untuk memberikan tahu ayahku. Katanya Yap-toako lagi menghadapi kesulitan, di mana urusan menentang musuh penting sekali, seharusnya saja aku pergi ke sana."Pemuda ini bicara secara tawar, sikap ini tidak memuaskan Sin Cu. Keng Sim seperti beranggapan, asal ia pergi, urusan akan beres. Tapi kapan Sin Cu ingat orang liehay dan berani, sekejab itu juga lenyap lagi perasaan tak puasnya itu.Sampai di situ, mereka berpisahan. Di waktu magrib Keng Sim kembali, agaknya ia kecewa."Begitu lekas ayah dibebaskan, dia lantas berangkat menuju ke ibukota propinsie," ia beritahu. "Ah, jauh-jauh aku pulang, untuk menolongi ayah, tapi sekarang aku tidak dapat bertemu dengannya..."Ia menjadi sangat masgul. Kembali Ie Sin Cu menjadi heran."Hubungan antara ayah dan anak sangat erat," ia pikir, "kenapa Tiat Hong pergi tanpa tunggu lagi selesainya perkara puteranya ini? Adakah orang yang memaksakan kepergiannya itu atau ia pergi karena saking kuatirnya berdiam di sini lebih lama pula?"Hay San tidak tahu apa yang si "pemuda" pikir. "Habis sekarang apa Suheng hendak turut kami pergi bersama?" ia tanya kakak seperguruan itu. "Kita berangkat besok."Keng Sim angkat kepalanya, sambil dongak, ia bersenanjung:"Orang gagah itu, darahnya disiarkan ke dalam debu, maka kalau negara di dalam susah, mana sempat dia mengurus rumah tangga? Pergi, tentu pergi!"Demikian besoknya Sang Hay San berangkat bersama-sama Ie Sin Cu, Thio Hek dan Tiat Keng Sim. Mereka meninggalkan Tayciu, Hay San yang menjadi penunjuk jalan. Baru dua hari, sampai sudah mereka di tempat yang termasuk daerah pengaruh tentara rakyat. Itulah sebuah gunung di tepi laut, gunung yang menjadi cabangnya gunung Sian-hee-nia, cukup tinggi dan lebat hutannya, markasnya berada di dalam rimba. Selagi memasuki gunung, mereka lihat tentara rakyat tengah memotong kayu dan atau menanam sayur, pakaian mereka cumpang-camping, tandanya mereka hidup sengsara, tetapi mereka bekerja dengan gembira, sembari pasang omong atau tertawa.Sin Cu kagumi mereka itu.Keng Sim sebaliknya memikir lain. Katanya dalam hatinya: "Mereka ada hanya serombongan yang tak teratur, tidak heran mereka tidak dapat melawan kaum perompak. Aku harus membantui Yap Cong Liu mengatur rapi mereka ini..."Kapan Yap Cong Liu dengar hal kedatangan tetamu-tetamunya, ia girang bukan main. Ia lantas mengundang ke markasnya, ialah sebuah tenda terbuat dari kulit kerbau. Tenda itu paling jempol tapi toh ada bocornya...Kapan Sin Cu berempat sudah berada di dalam tenda, mereka disambut beberapa orang, satu di antaranya berkumis pendek dan kaku, mukanya hitam mengkilap, bajunya ada beberapa tambalannya. Dia mirip kuli tani yang kenyang panas kepanasan dan hujan kehujanan. Dia lantas menyodorkan dua tangannya yang hitam seraya berkata: "Setiap hari aku memikirkan kamu, hampir aku mati karenanya! Inikah Tiat-kongcu?" Dengan kedua tangannya, ia tepuk pundaknya si anak muda. Terang ia hendak menunjuk kegirangannya yang luar biasa. Hanya begitu ia menepuk, di pundaknya Keng Sim bertapak sepasang tangan hitam!Di antara empat pemuda itu Keng Sim yang berdandan paling perlente dan bersih, tapi sekarang baju itu kena dibikin kotor.Orang hitam itu insyaf akan perbuatannya itu."Ah, aku membuat kotor pakaiannya tetamu agungku!" katanya, tertawa. Ia lantas saja mengebuti pakaiannya pemuda itu, gerak tangannya pelahan-pelahan, tetapi tangannya itu kotor, ia membuatnya baju orang semakin kotor lagi!Keng Sim menjadi jengah sendirinya. Ia memberi hormat. "Adakah ini Yap-tongnia?" ia tanya."Tongnia" itu artinya komandan, di sini diartikan komandan tentara sukarela, tentara rakyat, bukannya komandan yang diangkat pemerintah, maka itu, si orang hitam tertawa berkakakan."Tongnia... tongnia... tongnia apakah?" katanya. "Aku adalah Yap Cong Liu, semua saudara memanggil aku Yap-loohek si Hitam atau Yap-toako saja, maka itu janganlah kamu sungkan-sungkan! Ada terlebih tua beberapa tahun dari kamu semua, baiklah aku aguli ketuaanku itu, jadinya kamu semua panggillah aku Yap-toako saja!"Keng Sim kata di dalam hatinya: "Di kota Tayciu setiap hari orang dengar nama besar dari Yap Cong Liu, semua orang bilang dialah seorang luar biasa, siapa sangka dialah seorang dusun tua..."Pemuda ini menyebutnya orang dusun, ia tidak tahu Yap Cong Liu berasal kuli parit yang umum paling pandang enteng dan orang-orang sebawahannya kebanyakan ada kuli-kuli parit yang menjadi kawan sekerjanya.Ie Sin Cu lantas menyampaikan suratnya Pit Kheng Thian dan Ciu San Bin. Yap Cong Liu buka itu surat dan membebernya di hadapannya."Ah!" katanya, "banyak surat yang kenal aku, aku tidak kenal mereka! Kau saja yang membacakannya!"Dengan sembarangan saja ia angsurkan surat itu pada seorang di sampingnya, orang mana bertubuh melengkung, dan pakaiannya, walaupun ada tambelannya, cukup bersih. Rupanya dialah si suya atau ahli pemikir. Dia ini menyambut surat itu, terus dia membaca.Bunyi surat melainkan memberitahu rombongan bala bantuan akan datang lagi beberapa hari, bahwa mereka bersedia akan bekerja sama guna melawan musuh. Cuma di suratnya Pit Kheng Thian ditambahkan kata-kata ini: "Sudah lama aku kagumi nama besar Saudara. Penduduk pesisir timur selatan bebas dari ilas-ilasan perompak, semua itu mengandal pada tenagamu. Aku diangkat jadi Toa-liong-tauw, sebenarnya aku malu sekali, karena aku tidak punya kepandaian apa-apa, maka itu aku nanti berdiam di bawah perintah Saudara-Saudara, untuk menanti segala titahmu."Mendengar itu, Yap Cong Liu tertawa terbahak."Pit Kheng Thian menulis surat, kenapa bunyinya begini macam? Tentulah ini surat ditulis oleh suya-nya! Dia kepala pengemis, aku kepala kuli parit, bukankah kita sembabat? Dia lebih liehay daripada aku, aku justeru hendak angkat dia menjadi toako, hendak aku serahkan semua saudara di sini untuk dia suruh-suruh, kenapa dia begini sungkan? Tidakkah ini lucu? Hahaha! Pasti ini bukan tulisannya Pit Kheng Thian sendiri!"Cong Liu tidak tahu, surat itu ada buah kalam sendiri dari Pit Kheng Thian. Kepala pengemis itu di luar terlihat kasar, pikirannya tapi tajam dan halus. Leluhurnya dulu ada panglima di bawahan Thio Su Seng. Anak cucu leluhur ini diwajibkan menjadi hweeshio atau paderi lamanya sepuluh tahun, selama sepuluh tahun itu mereka mesti hidup dari mengemis. Jadi Kheng Thian bukan sembarang pengemis, maka juga dia mengarti ilmu surat.Keng Sim tidak puas dengan kata-katanya pemimpin tentara rakyat ini. Ia bukannya hendak memperebuti pengaruh. Hanya sebab Cong Liu sangat memandang tinggi kepada Pit Kheng Thian. Kenapa, belum lagi orang tiba, Cong Liu sudah hendak menyerahkan kedudukannya?Di sini, pandangan Ie Sin Cu beda lagi dari orang she Tiat ini. Sin Cu justeru memikir: "Pit Kheng Thian sebenarnya memikir jauh, dia ingin menjadi kepala, tetapi dia berpura-pura merendahkan diri, dia tak sejujur Yap Cong Liu."

Pendekar Wanita Penyebar Bunga - Liang Ie ShenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang