Jilid 53

683 10 1
                                    

Selagi kedua pihak berhadapan, Cong Liu ambil sikap
mengacip atau mengurung, hingga jalanan keluar musuh
tinggallah jalan ke tepi laut. Secara begitu, mereka tidak dapat
molos ke lain wilayah di mana mereka dapat mengacau pula
rakyat pesisir. Di saat Cong Liu hendak menjanjikan satu hari
yang memutuskan, tiba-tiba saja datanglah utusan perompak,
terdiri dari dua orang, yang mengajak pihak tentara rakyat itu
mengirim wakil untuk menghadiri pesta mereka, katanya pesta
musim rontok, di waktu mana sekalian diadakan pertandingan
besar. Di akhirnya ditegaskan, apa pihak tentara rakyat itu
suka mengambil bagian.
Membaca surat undangan itu, Keng Sim tidak puas
terhadap bunyinya. Terang surat itu mesti ditulis oleh satu
pengkhianat, yang menyerah kepada pihak perompak itu. Ia
lantas jelaskan bunyinya surat kepada Cong Liu semua.
"Mereka mengundang kita mengadu kepandaian, pasti
mereka mengandung maksud tidak baik," Keng Sim
mengutarakan dugaannya. "Di jaman Cun Ciu dahulu,
memang biasa terjadi, selagi kedua negara berperang,
peperangan suka ditunda, ialah di musim rontok, untuk kedua
pihak turut ambil bagian dalam pertandingan memanah sambil
menunggang kuda. Sekarang mereka gunai alasan ini, untuk
menunda pertempuran, buat mengadu kepandaian dengan
lain cara. Dulu orang berperang saudara, sekarang lain, malah
sekarang, yang berperang bukan pemerintah Nippon sendiri,
hingga tidak dapat kita menerima mereka sebagai musuh
resmi. Menurut pikiranku, baik kita jangan perdulikan surat
undangan ini dan si utusan kita rangket masing-masing lima
puluh rotan, habis kita usir mereka!"
"Bagus kau masih ada punya kesabaran untuk berbicara
panjang lebar," berkata Pit Kheng Thian. "Paling benar robek
saja suratnya itu!"
442
Yap Cong Liu berpikir.
"Memang perompak kate (pendek) banyak akal bulusnya,"
berkata ia, "tetapi tenaga kita cukup, tidak usah kita berkuatir.
Aku pikir, dia menggunai akal, kita baik menggunai akal juga,
ialah akal lawan akal. Artinya kita terima undangannya dan
pergi mengambil bagian dalam pertandingan itu."
"Toako ada punya daya apa?" Keng Sim tanya.
Cong Liu bersenyum.
"Kita lihat gelagat saja!" sahutnya. "Sekarang kita kirim
wakil kita, yang nyalinya besar, yang umpama kata dapat
membuka jalan dan menyingkir dari kurungan seribu atau
selaksa serdadu musuh..."
"Kalau begitu, aku suka pergi bersama saudara Ie Sin Cu!"
Keng Sim paling dulu mencatatkan namanya.
Kheng Thian melirik kepada anak muda itu, ia tertawa.
"Tiat Siangkong, ini urusan mengadu jiwa!" katanya. "Ini
tak dapat dibanding dengan membuat syairmu..."
Tidak senang Keng Sim mendengar suara itu, air mukanya
sampai berubah.
Cong Liu dapat lihat roman orang, ia segera campur bicara.
"Tiat Kongcu lie hay, pastilah dia tidak bakal gagal,"
katanya. "Laginya ada baik apabila yang pergi lebih banyak
lagi. Pit Toako, apakah kau ada minat mengikut pergi, untuk
turut ambil bagian? Dengan kau turut, segala apa pasti
menjadi terlebih baik lagi."
443
Mulanya tidak ada niatnya Kheng Thian untuk mengambil
bagian, tetapi mendengar Keng Sim hendak pergi bersama Sin
Cu dan si nona setuju, ia menjadi jelus, ingin ia segera
memberikan namanya, hanya malang malang sama
kedudukannya sebagai bengcu, terpaksa ia diam saja.
Sekarang Cong Liu membuka suara, ia lantas gunai ketikanya
itu.
"Toako menitahkan aku, mana berani aku membantah?" ia
memberi alasan.
Habis ini ditetapkan lagi dua nama, ialah Teng Bouw Cit
dan The Kan Louw, dua pemimpin sebawahan dan tauwbak
tentara rakyat. Jawaban diberikan kepada utusan musuh
bahwa besok mereka akan memenuhi janji.
Demikian besoknya, Keng Sim berlima pergi ke tempat
musuh, yang berupa sebuah lapangan terbuka di tepi laut.
Gelanggang luas tetapi seperti penuh oleh beberapa ribu
perompak kate (pendek). Di tengah gelanggang terlihat
belasan jago Nippon tengah berlatih. Mereka ini lantas
menyambut tetamu-tetamunya.
Seorang, yang rupanya menjadi kepala, yang bertubuh
tinggi besar, mengulurkan tangannya, sembari dia berkata
dalam bahasanya: "Orang-orang gagah Tiongkok harus dipuji,
marilah kita bersahabat!"
Kheng Thian majukan dirinya ke depan, ia sambut tangan
orang itu. Ia meyakinkan tenaga kimkong cie, ingin ia
membejak tangan lawan hingga tulang-tulang tangannya
remuk, tetapi waktu ia memencet, ia merasakan jeriji orang
bagaikan jari besi. Tentu saja ia menjadi heran.
Di pihak lain, tuan rumah pun terperanjat. Ia adalah Ishii
Taro, seorang dan ke delapan yang baru tiba dari negerinya,
444
yang liehay yudo dan kendonya, sedang tubuhnya kebal, kuat
bagaikan baja atau besi akibat latihan semenjak dari kecil
tubuhnya direndam obat. Ia pun ingin menghancurkan tangan
tetamunya, ia menjadi kaget merasakan tangan orang keras
sekali, jari tangannya terasakan sakit. Maka lekas-lekas ia
lepaskan cekalannya dan menarik pulang tangannya itu. Ia
tapinya penasaran, ingin ia berjabat tangan sama Sin Cu.
"Tak usah pakai adat peradatan!" berkata si nona, yang
tetap menyamar sebagai pemuda sambil tertawa manis,
berbareng dengan mana sebelah kakinya menjejak sepotong
batu di depannya, hingga batu itu hancur.
Ishii dapat lihat itu, ia terkejut.
"Benarkah pemuda tampan dan halus ini lebih liehay dari
pada kawannya si tubuh kasar ini?" tanya ia dalam hatinya.
Karena ini, ia batal mencoba tenaga tangannya si nona. Ia
tidak menduga Sin Cu sebenarnya menggunai akal, karena
nona ini tak sudi berpegang tangan dengan tangannya yang
kasar dan berbulu. Sin Cu memang mengenakan sepatu yang
berlapisan besi, dan gerakan kakinya dibarengi sama aksi
seperti ia salah angkat kaki dan terjerunuk.
Tanpa banyak bicara lagi, Ishii pimpin tetamu-tetamunya
ke tengah gelanggang di mana ada seorang, yang roman atau
sikap dedaknya menyolok mata sekali. Kedua pempilingannya
naik, romannya jelek, sepasang matanya tajam bersinar.
"Inilah wasit dalam pertandingan ini," Ishii
memperkenalkan. "Ia ada Hasegawa, dan ke sembilan paling
terkenal di negeri kami!"
Diam-diam Keng Sim beramai terkejut. Tidak disangka
musuh mendatangkan jago dan ke sembilan. Maka bisa di
mengerti liehaynya jago ini.
445
Hasegawa ini bersikap temberang. Dia ada dan ke
sembilan, dia tak ingin turut dalaan pertandingan, dari itu dia
angkat diri sebagai wasit, untuk memimpin pertandingan. Dia
mengangguk acuh tak acuh.
"Bagus!" katanya. "Sekarang ini kita tengah berlatih, yang
menang sampai sekarang ini ada Konu Saburo, maka siapa di
antara kamu yang hendak bertanding dengannya?"
Dia omong Nippon, lantas ada yang salin.
Teng Bouw Cit kata pada Pit Kheng Thian: "Lainnya ilmu
silat aku tidak mengarti, untuk tenaga, aku mempunyai
beberapa kati, coba aku yang melayani dia." Lantas ia tindak
meng-hampirkan Konu Saburo.
Cuma saling mengangguk saja, kedua jago itu sudah lantas
mulai bertempur. Mereka bergulat. Tiba-tiba saja, Bouw Cit
kena dibanting. Semua orang Nippon bersorak-sorai.
Keng Sim mengkerutkan kening, pikirnya: "Teng Bouw Cit
ada hutongnia, kenapa dia begini tidak punya guna?" Ia
menjadi masgul.
Bouw Cit terbanting untuk segera merayap bangun, untuk
bergulat pula. Lagi sekali ia kena dirobohkan, tapi lekas juga ia
berbangkit pula akan menantang lagi. Kejadian ini diulangkan
hingga tujuh delapan kali.
Konu kewalahan sedang maksudnya adalah membikin
terluka musuh, agar dia tak dapat berbangkit pula. Bouw Cit
sebaliknya satu jago gwakee, bahagian luar, dan selama
bekerja sebagai kuli tambang beberapa puluh tahun tubuhnya
jadi kuat dan ulat sekali, baru dibanting pulang pergi sebagai
itu, ia bagaikan baru merasa gatal. Ia tidak lantas dinyatakan
446
kalah, sebab menurut aturan pertandingan itu, siapa
terbanting dan dapat lompat bangun pula, dia berhak untuk
melanjuti bergulat.
Lagi sekali mereka bergulat. Hati Konu keder sendirinya.
Bouw Cit sebaliknya tetap tabah. Kali ini ia dapat mencekal
kedua lengan lawannya, sembari berseru, ia kerahkan
tenaganya. Segera tubuh Konu terlempar, jatuh terbanting.
Malang untuknya, kepalanya mengenai batu, kepala itu
berlobang dan mengeluarkan darah, maka juga jangan kata
berlompat bangun, bergeming pun ia tidak dapat.
Pihak Nippon kaget, mereka bersuara riuh. Lalu seorang
masuk ke kalangan seraya memutar goloknya dan berseru:
"Lebih baik kita gunai senjata tajam!"
Ie Sin Cu tertawa haha hihi, ia bertindak masuk ke dalam
gelanggang. Ia tidak menghunus pedangnya, ia hanya
loloskan angkinnya, ialah ikat pinggang terbuat dari sutera.
Pihak tuan rumah menjadi heran, tidak kecuali jagonya,
yang memegang golok itu, ialah Koso, dan ke tujuh. Ia heran
menyaksikan si pemuda memutar-mutar angkinnya itu.
"Eh, kau bikin apa?" tegurnya.
"Bukankah kamu yang bilang hendak mengadu
kepandaian?" Sin Cu membaliki.
"Kalau begitu kenapa kau tidak menghunus pedang?"
"Menurut aturan bertanding bangsaku, untuk mengadu
kepandaian kita mesti melihat pihak lawan," sahut Sin Cu
tenang, "setelah itu baru kita tetapkan cara me- layaninya.
Untuk melayani kau? Tidak ada harganya untuk aku
447
menghunus pedang!..." Ia putar pula angkin-nya, hingga
berkibar dan melilit. "Inilah senjataku!" ia tambahkan sambil
tertawa.
Pembicaraan mereka selalu diterjemahkan tukang salin,
karenanya, sifat mengejek dari Sin Cu menjadi kurang hebat,
dia melainkan dapat dilihat dari aksinya, maka itu Koso
merasa bahwa orang pandang tak mata kepadanya. Ia
menjadi gusar sekali.
"Baik, pakailah sabukmu!" dia membentak, lantas goloknya
menyabat, cepat dan bengis.
"Hure!" bersorak jago-jago Nippon.
Sin Cu berlaku ayal-ayal gesit, ialah tepat golok hampir
mengenakan dadanya, baru ia berkelit. Bagus gerakan
tubuhnya, yang lemas tetapi sebat.
Keng Sim kagum hingga ia berseru memuji nona itu. Tapi
segera ia dapat perasaan aneh, hingga ia kata di dalam
hatinya: "Gesit tetapi halus dan lemas sekali tubuh saudara Ie
ini, kenapa dia mirip sama gerak-geriknya satu nona?" Karena
ini, kalau tadinya ia tidak mencurigai apa-apa, sekarang ia
menjadi berpikir. Ia ingat tidak pernah orang membuka baju
luar dan di waktu mandi, Thio Hek dan ia selalu diminta
menanti di luar. Ia mau percaya atas kebiasaan orang akan
tetapi sekarang? Karena berpikir, ia menjadi diam saja.
Justeru itu ia dapatkan Pit Kheng Thian memandang
kepadanya dengan mata dibuka lebar, ia terperanjat. Ia pun
lantas mendapat dengar sorak yang ramai.
Nyata Sin Cu untuk kedua kali berkelit secara manis dari
bacokan lawannya.
448
Segera datang serangan yang ketiga kali dari Koso. Itulah
ilmu silat golok "Sufu" atau "Angin Keramat." Sinar golok
berkilauan. Sin Cu seperti kena dikurung kiri kanannya, ke
mana tubuhnya berkelit, ke situ golok menyusul.
Dengan gerakannya "Burung ho mencelat ke langit," Sin Cu
berloncat tinggi beberapa kaki, dengan begitu golok lewat di
bawah kakinya ketika Koso menyerang ia yang terakhir.
Kembali sorak ramai, juga dari pihak lawan, karena mereka
ini belum pernah menyaksikan cara berlompat demikian indah.
Belum lagi Koso sempat menarik goloknya, Sin Cu sudah
turun menaruh kaki sejarak setombak lebih dari padanya.
Nona kita bersenyum, sabuknya dikibaskan. Ia berkata: "Tiga
kali sudah kau menyerang, sekarang datang giliranku!"
Kata-kata ini sudah lantas dibuktikan.
Koso membabat, tetapi sabuk melayang lewat, lalu kembali,
maka ia terus ulur tangan kirinya, guna menyambar, niatnya
untuk membetot. Ia berlaku sangat cepat tetapi buktinya,
sabuk terlebih cepat pula, tidak dapat ia mencekal. Setelah itu,
ikat pinggang itu menyambar pula.
Berulang-ulang Koso disambar pergi datang, ia menangkis,
ia gagal. Ia mau menangkap, ia gagal pula. Sabuk menyambar
berulang-ulang, tidak pernah mengenai sasarannya, akan
tetapi dengan begitu Koso repot sendiri, hingga sebentar
kemudian, ia bermandikan keringat.
Di matanya para hadirin, sabuk Sin Cu bergerak bagus
sekali, manis untuk ditonton, di mata Koso, hebatnya bukan
main, karena saban-saban ia terancam bahaya bakal kena
disambar dan dililit. Kalau ia kena menjadi sasaran, pasti
celakalah ia. Paling untung ia bakal terlempar tubuhnya. Lagi
449
sesaat, dari bermandikan peluh, Koso menjadi pusing
kepalanya dan kabur matanya. Terlalu hebat mesti mengikuti
gerak-geriknya sabuk, ia mesti berputaran tak tuasnya.
Ie Sin Cu terdengar tertawa terkekeh, lalu itu ditutup
dengan seruannya: "Kena!"
Kali ini sabuk menyamber golok, golok lantas ditarik keras.
Terlepaslah senjata itu dari tangannya Koso, terus terlempar
tinggi, hingga sinar peraknya berkilauan di antara sorot
matahari, memperlihatkan suatu bayangan. Cepat terbangnya
golok itu, cepat juga melayang turunnya. Orang semua kaget,
ada di antaranya yang mencoba menyingkir. Tapi golok jatuh
lempang ke arah Koso sendiri.
"Hebat!" memuji Keng Sim. Ia mendapatkan sabuk Sin Cu
bukan cuma membuatnya golok terpental, itupun diberikuti
ilmu melepas senjata rahasia. Tidak demikian golok tak akan
kembali ke arah pemiliknya.
Sin Cu pandai menggunai kimhoa, bunga emasnya, dan kali
ini, golok Koso ia terbangkan menuruti gerakan ilmunya itu
melepas senjata rahasia, maka golok turun menyamber
menuruti kehendaknya. Itulah kepandaian ajarannya In Lui
yang liehay.
Sampai di situ orang lantas dengar satu suara tertawa yang
rada luar biasa, segera terlihat munculnya seorang Nippon,
yang terus mendekati gelanggang. Dia membawa sehelai
tambang, yang ujungnya dikalak hidup, tambang itu segera
diayun, dilemparkan ke arah golok, maka sekejap saja, golok
itu kena disambar, terus ditarik. Di lain saat, goloknya Koso
sudah berada di dalam genggamannya.
Keng Sim kagum untuk caranya menggunai bandring atau
lasso itu. Tapi itu pun menjadi tanda, pihak Nippon tidak dapat
450
dipandang ringan, di antara mereka itu ada orang-orang yang
liehay.
Pihak Nippon bersorak-sorai, antaranya ada yang menyebut
nama jagonya itu. Keng Sim mengarti bahasa orang, maka
tahulah ia, pelempar lasso jempolan itu bernama Kagawa
Ryuki, dan ke delapan. Dalam bala bantuan Nippon itu ada
satu jagonya dari dan sembilan dan dua dan delapan. Dan
sembilan ialah Hasegawa, dia tidak turun bertanding. Dan
delapan yakni yang satu adalah penyambut tetamu tadi, Ishii
Taro, dan yang lainnya Kagawa Ryuki ini. Mereka ini berdua
disiapkan untuk melawan musuh paling tangguh, mereka
bakal keluar di saat terakhir, siapa tahu, dua kali pihak
lawannya menang beruntun dan Sin Cu mempertontonkan
sabuknya yang liehay itu hingga mau atau tidak, Kagawa
mesti lantas maju.
Setelah menanggapi golok, Kagawa Ryuki lilitkan lassonya
di lengannya.
"Mari kita mencoba-coba!" dia menantang. "Kau boleh
gunai senjata apa kau suka, aku siap sedia untuk
melayaninya!"
Penterjemah segera salin kata-kata yang menantang itu.
Belum lagi Sin Cu memberikan jawabannya, tahu-tahu
sabuknya telah disambar lasso orang dan terus ditarik, hingga
ia kena terbetot dua tindak. Ia menjadi kaget sekali.
Kagawa tidak berhenti sampai di situ. Dia tertawa terkekeh,
tetapi tangan kirinya bergerak. Dengan begini dia
membuatnya lassonya, yang panjang tiga tombak lebih,
menjadi pendek. Di pihak lain, dengan satu gerakan yang
menyusuli itu, dia membuatnya golok Koso di tangannya
melesat menyambar lawan!
451
Semua gerakan terjadi cepat bagaikan kilat berkelebat,
tetapi juga Sin Cu tidak mau menyerah kalah. Setelah kena
terbetot, hatinya menjadi tenang dan mantap. Bagaikan kilat
ia bergerak, sebelah tangannya turut bergerak pula, lalu
"Tas!" putuslah lassonya Kagawa sebelum lasso itu sempat
ditarik pulang. Sekarang orang lihat di tangan Sin Cu terdapat
sebuah pedang pendek yang tajam mengkilap.
Tubuhnya Kagawa berputar, lantas golok Nippon itu
terkutung dua, karena Sin Cu kembali menggunai pedangnya
yang tajam itu. Tapi ia pun bukannya tidak berkurban. Ujung
sabuknya kena disambar musuh, yang menariknya keras
sekali, hingga sabuk itu putus!
Kegagalan Kagawa ini membuatnya masgul dan malu,
hingga ia berdiri diam di pinggiran gelanggang itu.
Sin Cu putus sabuknya tetapi ia merasa puas sekali.
"Awas!" sekonyong-konyong terdengar peringatannya Keng
Sim.
Nona Ie terkejut, sebab tahu-tahu Kagawa, dengan
sebatang golok, sudah menerjang tanpa tanda apa juga.
Sedang barusan saja dia berdiri diam. Sin Cu boleh gagah
tetapi dalam hal pengalaman dan kelicinan, ia kalah dari
lawannya ini, yang sebagai dan delapan, telah ulung dalam
pelbagai pertempuran. Dia berdiam hanya menggunai akal,
setelah lihat lawannya alpa, dia lantas membokong. Dia
membekal goloknya yang tajam, sedang tadi dia pakai
goloknya Koso.
Kaget Sin Cu mendengar suaranya Keng Sim. Syukur ia
tabah dan dapat berlaku tenang dan gesit. Tidak ada jalan
lain, ia lantas melenggak sebatas pinggang, berkelit dengan
452
gerakan "Jembatan papan besi," rambutnya hampir
mengenakan tanah. Dengan begitu, golok lewat cuma sedikit
di atasan mukanya.
Kembali riuh sorak-sorainya pihak Nippon, yang bergembira
berbareng menganjurkan jagonya.
Tentu sekali nona kita menjadi mendongkol sekali. Ia
menekan ujung pedangnya tanah. Selewatnya golok di
mukanya, ia geraki kedua kakinya, untuk berlompat bangun,
untuk berdiri pula, sembari berlompat, tangannya diayun.
Dengan ujung pedangnya ia membabat lengan lawannya itu.
Kagawa pun sebat sekali, dapat ia berkelit, cuma karena
ayal sedikit, ikat pinggangnya, sehelai ban kulit, kena
terlanggar ujung pedang hingga putus.
"Bagus!" berseru Pit Kheng Thian, nyaring suaranya, hingga
ia membuatnya pihak Nippon bungkam, sedang tadi mereka
girang bukan kepalang, suara mereka sangat riuh. Selagi
Kheng Thian berteriak itu, teriakannya Keng Sim telah
menyusulinya.
"Celaka!" demikian suaranya si orang she Tiat ini.
"Apa?" tanya Kheng Thian kaget, suaranya pun tergandet.
Nyatanya Kagawa Ryuki tidak berhenti sampai di situ. Ia
belum mau menyerah kalah. Dengan tiba-tiba tangan kirinya
menyambar lengan Sin Cu, tangan kanannya, yang memegang
golok, membacok ke pundak si nona.
Sebenarnya Sin Cu hendak membikin kutung golok lawan,
ia cuma berhasil memutuskan tali pinggang saja, sekarang ia
dibarengi lawannya itu ia terancam bahaya. Dalam hal ilmu
golok, Kagawa ada jago nomor tiga di negerinya. Ilmu
453
goloknya itu pun dapat dipakai menyerang terus menerus.
Inilah justeru hebatnya.
Dengan terpaksa Sin Cu berkelit sambil mengentak
tangannya dengan tiba-tiba, dengan begitu ia menjadi lolos
dari bahaya, tetapi waktu ia hendak membalas menyerang, ia
segera dirabu, dihujani bacokan-bacokan yang dahsyat sekali.
Ia menjadi repot membela diri. Dengan begitu, ia menjadi
terdesak.
Kagawa menang di atas angin tetapi ia tidak dapat lantas
merebut kemenangan terakhir. Sia-sia saja rangsakannya itu,
percuma beberapa puluh bacokannya, tidak ada satu yang
mengenai sasarannya.
Maka kemudian ia campur pakai ilmu silat "Tanpa golok."
Artinya ia bisa berkelahi dengan tangan kosong dan dengan
tangan kosong itu dapat merampas senjata musuh. Ini ilmu
mirip sama ilmu "Tangan kosong memasuki rimba golok" dari
ilmu silat Tionghoa, melainkan cara bergeraknya yang
berlainan.
Nona Ie kena didesak, karenanya, ia mengandal kepada
keringanan tubuhnya, kepada kegesitannya berkelit atau
bergerak.
Menampak pihaknya kembali menang di atas angin, orangorang
Nippon membuka pula suaranya, untuk memuji
jagonya, buat membantu menganjurkan semangat orang.
Keng Sim dan Kheng Thian mulai berkuatir untuk Sin Cu.
Orang pun terdesak.
Sin Cu tapinya tidak terdesak hingga ia tidak berdaya.
Melainkan sebentar saja ia kalah angin, atau segera terjadi
perubahan pula. Ialah di dalam rangsakannya Kagawa, ia
454
terus bergerak cepat, melesat sana dan melesat sini, saban ia
berada dekat lawannya, ia mulai main menotok. Perubahan ini
membuat hatinya Keng Sim dan Kheng Thian menjadi lega.
Biar bagaimana, Sin Cu adalah muridnya Thio Tan Hong, ia
pun cerdas sekali dengan melihat keadaan, ia lekas dapat
mengimbanginya. Ia mencari bahagian-bahagian yang lemah
dari musuh. Biar bagaimana sebat orang mainkan goloknya, ia
masih menang lincah, maka kemenangan bahagian ini ia
pergunakan. Ia berkelebatan menggunai ilmu silat ajaran In
Lui ialah "Menembusi bunga mengitarkan pohon."
Ilmu silat In Lui ini berdasarkan gerakan tubuh
"memindahkan wujud, menukar kedudukan," tubuh bergerak
seperti menari, cepat dan halus, menarik dipandangnya. Keng
Sim menjadi sangat ketarik hatinya, hingga ia memuji.
Mendengar ini, Kheng Thian mengkerutkan alisnya dan
mengawasi orang dengan mata tajam...
Kagawa juga bukan seorang bodoh. Ia tidak mau mengikuti
orang berputaran secepat itu, sebaliknya ia gunakan
kecepatannya di lain pihak. Ialah ia menyerang dengan
bengis, maksudnya untuk mendahului turun tangan dengan
berhasil.
Beberapa puluh jurus lewat pula. Habis ini, Sin Cu nampak
kendor gerakannya.
"Kau berputaran pesat sekali, tenagamu habis sendirinya,"
pikir Kagawa. Ia lantas menanti ketika yang baik, atau
mendadak ia membacok hebat.
Kelihatan tubuh Sin Cu terhuyung ke depan, seperti yang
hendak jatuh. Melihat itu, semua orang Nippon sudah lantas
bersorak. Belum lagi suara mereka berhenti, atau suara "Buk!"
455
menyusulnya, terlihatlah tubuh Kagawa yang besar itu
terlempar dan terbanting setombak lebih, goloknya pun
berada di tangan lawannya, yang terus mematahkannya
menjadi dua potong. Sin Cu telah menggunai tipu daya, selagi
ia disusuli serangan, ia mendak berkelit, tangannya menotok
jalan darah kwangoan hiat dari musuh, hingga sejenak saja,
kaku tubuh Kagawa, dengan begitu, setelah goloknya
dirampas, tubuhnya itu ditolak naik dengan kaget dan keras.
Sampai dia telah terbanting. Kagawa masih tidak mengarti
akan kekalahannya itu. Pihak Nippon menjadi heran dan
membuatnya berisik, lalu satu di antaranya majukan diri,
untuk menantang berkelahi. Dialah Ishii Taro, dan delapan.
Pit Kheng Thian tahu Nippon ini mesti lebih liehay daripada
Kagawa, ia berniat maju guna menggantikan Sin Cu, tapi
belum lagi ia maju, ia ingat di sana masih ada Hasegawa dan
sembilan. Sebagai toaliongtauw, kepala ikatan, pantas kalau ia
melayani dan sembilan itu. Ia cuma tidak tahu aturan
bertanding cara Nippon, kalau bukan sama tingkat, dan
sembilan tidak dapat turun tangan.
Tengah Kheng Thian bersangsi itu, Keng Sim telah
bertindak ke gelanggang. Ia mejadi girang berbareng
berkuatir. Kata ia di dalam hatinya: "Ishii Taro sebanding
dengan aku, mana Keng Sim bisa menjadi tandingannya?"
Sejenak kemudian ia berpikir pula: "Pihak kita sudah menang
tiga babak, kalah satu babak tidak apa. Biarlah ini anak
sekolah tolol dapat bagiannya, supaya lenyap
temberangnya!..."  

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 13, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Pendekar Wanita Penyebar Bunga - Liang Ie ShenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang