Jilid 47

174 3 0
                                    

Si anak muda tarik pula tangan sumoay ini, lalu ia bicara pelahan sekali, bisik-bisik.Sin Cu berkelahi dengan saban-saban menggunai ketika akan melirik itu suheng dan sumoay berdua, ia lihat tingkah laku orang, diam-diam ia tertawa di dalam hatinya. Tahulah dia ada hubungan apa di antara suheng dan sumoay itu. Karena ini, kalau tadinya ia mendongkol kepada si nona, yang perlakukan ia kasar, sekarang ia mendapatkan kesan yang baik. Ia merasa orang seperti kebocah-bocahan dan ia jadi menyukainya. Ia hanya tidak memikir bahwa ia sendiri pun masih membawa adatnya satu bocah...Tidak benar untuk Nona Ie memecah perhatiannya selagi ia menempur satu lawan yang tangguh, justeru lawan itu berkelahi dengan sungguh-sungguh. Begitu ketika Tonghong Lok melakukan penyerangan membalas, satu kali ujung goloknya hampir mampir di tenggorokannya.Si anak muda dapat lihat ancaman hanya untuk nona itu, ia kaget hingga ia berseru, terus ia lompat maju, guna menolongi. Tapi, belum ia sampai kepada si nona, ia dengar satu suara nyaring, yang dibarengi dengan muncratnya lelatu api.Nyata Sin Cu telah dapat membebaskan diri dari ancaman malapetaka itu, malah dengan membabat podol dua buah giginya goloknya lawannya itu.Sin Cu masih muda, belum sempurna tenaga dalamnya, akan tetapi di samping itu, sudah sering ia melakukan pertempuran, pengalamannya jadi bertambah. Kepandaiannya pun bertambah setelah ia peroleh pengajaran ilmu silat Ngo-heng-kun dari Hek-pek-mo-ko, maka itu, ia tidak lagi dapat disamakan sama waktu pertama kali ia bertempur sama Tonghong Lok. Dulu hari itu, selama sepuluh jurus, keadaan mereka berimbang. Karena ini, Tonghong Lok menjadi memandang ringan kepada nona ini, biarnya mulanya ia didesak, ia dapat membela diri dengan baik. Sebagai seorang berpengalaman, hutongnia ini dapat mengambil ketikanya yang baik. Demikian ia menyerang hebat sedangnya si nona melirik itu suheng dan sumoay. Ia percaya bahwa ia bakal berhasil. Di luar dugaannya, si nona liehay, matanya tajam, gerakannya gesit, maka goloknya kena dipapas giginya. Coba ia tidak berlaku sebat, mungkin ujung goloknya yang terbabat buntung."Bagus!" berseru si anak muda, yang dari kaget berbalik menjadi memuji.Si nona tidak turut memuji, akan tetapi di dalam hatinya, diam-diam ia kagum."Kamu suheng dan sumoay sudah letih, baiklah kamu beristirahat!" berkata Sin Cu, yang melihat mereka itu menonton dengan asyik. Ia pun tertawa.Mukanya si anak muda menjadi merah, ia melirik kepada sumoaynya, yang berdiam saja.Pertempuran berjalan terus. Tanpa merasa, mereka sudah melalui kira-kira seratus jurus. Keduanya telah menggunai tenaga tetapi mereka nampaknya berimbang. Sin Cu tetap lincah seperti bermula, pedangnya berkelebatan tak hentinya, sinarnya menyilaukan mata.Di akhirnya, si nona menjadi kagum."Aku menyangka ilmu pedang Keng-to-kiam-hoat tidak ada keduanya di kolong langit ini, siapa tahu sekarang ada yang menandingi," pikirnya. Ia kagum tetapi toh ia merasakan hatinya dingin, karena kejumawaannya terguyur.Tonghong Lok penasaran tidak dapat menjatuhkan lawannya, yang ia pandang enteng itu. Ia heran kenapa sekarang orang ada begini liehay. Di dalam halnya latihan dan pengalaman, ia menang setingkat daripada si nona, yang membuatnya ia sulit adalah pedang yang tajam dari nona itu, hingga ia sungkan mengadu senjata. Untuk selalu mengegos golok dari tabasan pedang ada meminta kecelian mata dan kegesitan gerakan tangan, dan ini meminta banyak dari hutongnia itu.Setelah seratus jurus, kelincahannya Sin Cu tidak jadi berkurang. Sekarang ia menang di atas angin. Ia lantas perkeras serangannya yang bertubi-tubi.Si nona, yang terus menonton dengan perhatian, tanpa ia merasa, lenyap kemendongkolannya terhadap itu pemuda ceriwis. Ia sekarang dipengaruhkan kekagumannya untuk kegagahan orang.Si anak muda sebaliknya, di sebelah kekagumannya, hatinya menjadi sangat lega. Bukankah pemuda itu sudah bebas dari ancaman bahaya maut? Maka itu ia sempat tanya si nona: "Sumoay, benarkah suhu sudah pulang?""Ya! ya!" si nona menyahut, tanpa ia berpaling, karena ia sedang ketarik sekali menyaksikan gerakan terakhir dari Sin Cu. Kelihatannya pedang si "pemuda" bergerak dari kiri ke kanan, tetapi nyatanya, sebaliknya, ialah dari kanan ke kiri. Gerakan ini sudah terjadi melulu disebabkan kelincahan.Tonghong Lok tengah bertempur, akan tetapi ia dapat dengar perkataannya itu pemuda dan pemudi, ia terkejut. Di dalam hatinya, ia berkata: "Sudah terang ini beberapa binatang ada murid-muridnya Cio Keng To, kalau mereka sudah begini liehay, apapula si tua bangka sendiri! Kalau sekarang dia sudah pulang, tidakkah aku menghadapi ancaman bencana?" Dengan sendirinya, hatinya menjadi ciut.Tonghong Lok datang dengan tugas untuk menawan Cio Keng To, ia menerima titah langsung dari junjungannya. Ia datang dengan hati besar sebab ia percaya betul kegagahannya. Benar ia ketahui Cio Keng To liehay tetapi orang telah berusia lanjut, belum tentu jago tua itu dapat menandingi padanya. Setibanya, ia lantas mendapat pengalaman yang membuatnya ia mesti berpikir. Pertama-tama ia tidak sanggup bekuk si anak muda walaupun anak muda itu sudah keteter. Kedua ia lantas mengadu kepandaian sama si nona, yang ternyata bukan tandingan sembarang. Dan sekarang ia menghadapi pula lain "pemuda", hatinya menjadi goncang. Jangan kata untuk memperoleh kemenangan, guna membela diri saja ia merasa sulit. Maka itu, mengetahui Cio Keng To sudah pulang, ia kaget.Justeru kepala Gie-lim-kun itu kaget, justeru Sin Cu kirim tusukannya yang liehay. Sia-sia saja Tonghong Lok membela diri, pundaknya kena juga ditusuk, hingga tulang pundaknya terpapas sebagian. Ia lantas berlompat, dengan melupakan sakitnya, ia membuang dirinya ke tanah, untuk lari bergulingan di tanah mudun.Itulah tanda jeri yang berlebihan, sebab Sin Cu tidak menguber, hanya sembari tertawa, dia putar tubuhnya untuk menghampirkan si muda-mudi."Nah, sekarang tentulah kau percaya aku!" katanya pada si nona.Nona itu tidak menyahuti, ia hanya mendelik! Si pemuda maju, untuk memberi hormat. "Terima kasih untuk bantuan kau!" ia berkata."Kita repot bertempur, sampai kita tak sempat belajar kenal!" kata Sin Cu sembari ia membalas hormat. Ia bicara sambil bersenyum.Nona itu tetap membungkam. Adalah si pemuda, yang menyahuti dengan cepat."Inilah sumoay-ku, Cio Bun Wan," ia memperkenalkan. "Aku sendiri Seng Hay San. Sumoay-ku ini adalah puterinya Cio-lookiamkek, guruku."Bun Wan menoleh dengan cepat."Kau toh bukan hendak berbesan dengannya, untuk apa kau menjelaskan hal keluargaku!" katanya kepada si anak muda.Sin Cu tidak menjadi kurang senang, sebaliknya, ia tertawa geli. Bun Wan rupanya merasa bahwa ia sudah terlepasan bicara, wajahnya lantas menjadi merah sendirinya.Seng Hay San tidak layani sumoay itu."Orang toh sudah mengetahui namanya suhu?" katanya, pelahan. "Ia pun bukannya orang lain, ada apa halangannya untuk memberi penjelasan?""Aku bernama Ie Sin Cu," Sin Cu berkata, tak memperdulikan suheng dan sumoay itu, yang ia anggap jenaka lagak lagunya. "Guruku ialah Thio Tan Hong. Dengan sebenarnya kita bukanlah orang luar!"Seng Hay San terkejut hingga ia mengeluarkan suara tertahan dan lompat mencelat."Pantas kau begini liehay, kiranya kau muridnya Thio-tayhiap!" ia berseru.Si nona pun heran, ia sampai angkat kepalanya, akan awasi "pemuda" itu."Thio Tan Hong kesohor gagah dan mulia, kenapa dia ambil murid begini ceriwis?" ia kata dalam hati kecilnya.

Pendekar Wanita Penyebar Bunga - Liang Ie ShenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang