Jilid 22

363 7 0
                                    

Pemuda itu masih tetap tidak meladeni dan terus melanjutkan bicaranya: "Selain itu, menurut pantas, peta tersebut harus ada salinannya (copy), atau, sesudah tentara Watzu dipukul mundur, peta aselinya harus diambil pulang. Biar bagaimana pun juga, Thio Tan Hong pasti menyimpan salinannya. Sebelum ayahku menutup mata, ia pernah minta pertolongan beberapa saudara Partai Pengemis untuk minta peta itu dari Thio Tan Hong, tapi dia kata, tidak ada. Dengan demikian, sedikit pun ia tidak memperdulikan persahabatan lama antara kedua keluarga kami. Apakah ini bukan perbuatan tidak adil yang kedua?"

Ie Sin Cu tertawa dingin. "Thio-tayhiap tak ingin menjadi raja." katanya. "Guna apa ia menyimpan salinan peta itu atau memintanya pulang dari tangan ayahku? Kalau ia kata tidak ada, tentu tidak ada. Apakah kau berani menyangsikan kejujurannya?"

Kheng Thian lagi-lagi tertawa besar. "Kalau kau membela ia secara begitu, sudahlah, aku pun tak perlu bicara lagi." katanya.

"Hayo! Hayo katakan apa yang kau mau katakan!" kata si nona sambil melotot.

Kheng Thian bersenyum dan berkata: "Andaikata benar ia tidak menyimpan salinannya," katanya. "Tapi, orang sekolong langit mengetahui, bahwa Thio Tan Hong adalah manusia cerdas luar biasa, yang sekali membaca tak dapat melupakan lagi apa yang dibacanya. Apakah ia tak bisa menolong membuatkan salinan peta itu tanpa melihat contoh?"

Mendengar gurunya dipuji, si nona jadi merasa senang dan hawa amarahnya mulai reda. Ia senyum dan tidak berkata apa-apa.

"Sungguh celaka, kalau benar-benar ia tidak menyembunyikan peta tersebut," kata pula Kheng Thian. "Aku sudah menyelidiki dengan teliti dan mendapat kepastian bahwa peta itu tidak berada dalam rumahmu. Maka itu, kesimpulan satu-satunya adalah peta bumi yang sangat penting itu sekarang sudah berada dalam istana kaisar."

Paras si nona lantas berubah dan ia mengeluarkan seruan tertahan. Kheng Thian tertawa seraya berkata: "Apakah kau heran? Apakah kau belum insyaf, bahwa kaisar yang tak mengenal budi itu, dapat melakukan segala rupa perbuatan busuk? Dia sudah membunuh ayahmu, sudah menggeledah rumahmu, apakah kau mengira ia sudi melepaskan peta bumi itu?"

Tapi, yang di saat itu dipikirkan si nona, bukannya hal ini. Sesudah mendengar keterangan Pit Kheng Thian, ia mengetahui, pemuda itu sudah memeriksa rumahnya untuk mencari peta tersebut.Sebelum Pit Kheng Thian datang, rumahnya mungkin sudah lebih dulu digeledah oleh kaki tangan kaisar dan segala apa yang berharga sudah dirampas. Kumpulan syair ayahnya mungkin tak dipandang sebelah mata oleh orang-orang kaisar itu dan sudah dibuang-buang dengan begitu saja, sehingga belakangan dapat diketemukan oleh pemuda itu. Sebelum Pit Kheng Thian mengemukakan soal peta bumi itu, ia menganggap sepak terjang pemuda itu, yakni mengacau di ibu kota dan belakangan mencuri kepala ayahnya, adalah semata-mata untuk kepentingan ayahnya. 

Tapi sesudah mendengar keterangan pemuda itu, ia mengetahui, bahwa Pit Kheng Thian sebenar-benarnya mempunyai tujuan yang lebih penting untuk dirinya sendiri, yaitu merebut kembali peta tersebut. Ie Sin Cu adalah seorang gadis yang polos dan bersih. Tadi, meskipun hatinya mendongkol mendengar cacian terhadap gurunya, sedalam-dalamnya ia merasa sangat berterima kasih kepada pemuda itu. Tapi sesudah mengetahui maksud Pit Kheng Thian sesungguhnya, rasa terima kasih itu jadi banyak berkurang. Dan sebagai orang yang polos, perasaan kecewanya lantas saja terlukis pada wajahnya.

Sesudah Kheng Thian selesai berbicara, ia menyoja seraya berkata: "Jika Pit-ya tidak mau bicara apa-apa lagi, aku ingin segera berlalu." Mukanya tenang, suaranya manis, tapi sikapnya dingin luar biasa. Sebagai seorang cerdas, Kheng Thian tentu saja merasakan ketawaran itu. Ia mengeluh di dalam hatinya dan merasa putus asa.

Sin Cu mengusap-usap punggung kudanya yang lalu dituntun pergi.

"Kembali!" mendadak terdengar teriakan Pit Kheng Thian.

Pendekar Wanita Penyebar Bunga - Liang Ie ShenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang