Pagi ini, bahkan sebelum aku sempat merapikan make up, Ayres sudah berdiri di hadapanku dengan senyum yang merekah.
"Selamat pagi, Kayya," cengirnya sambil mendekatiku yang sedang memegang lipstik dan menatap bingung ke arahnya.
"Apa kamu sakit? Kenapa pucat kayak gitu?" Nada bicaranya berubah cemas.
Aku mengedipkan mata, mengembalikan kesadaran dari rasa bingung.
"Aku belum memoles lipstik," sahutku lalu mengalihkan pandangan ke cermin kecil di atas meja untuk kemudian memoles tipis lipstik berwarna pink ke bibir.
Aku merasa kalau Ayres mengamatiku. Kemudian wajah itu tersenyum ketika aku kembali menatapnya setelah menyimpan lipstik ke dalam make up case.
"Sempurna!" serunya dengan mata berbinar, pujian untuk wajahku setelah berhias.
"Ada apa?" tanyaku enggan berbasa-basi.
Senyum di wajahnya hilang seketika, berubah menjadi kikuk dan serba salah.
"Aku ada janji dengan Osya," katanya, "dia sudah datang?"
"Belum," jawabku. "Kalau kamu mau, kamu bisa menunggu di ruangannya," tawarku datar.
Ayres merengut. "Apa kamu harus berbicara dengan nada seperti itu?" keluhnya.
"Apa kamu mau aku berteriak-teriak?" tanyaku lagi dengan nada bicara yang tidak berubah.
"Tidak!" Ayres berseru sambil memijat pelipisnya. "Seperti ini saja. Yang penting kamu tidak marah lagi."
"Hmm," gumamku.
"Aku akan tunggu Osya di dalam, ok?" izinnya.
"Silakan," jawabku sambil tersenyum.
Bisa kulihat Ayres mematung sejenak, mungkin terkejut karena pada akhirnya aku tersenyum. Namun, kemudian dia berdeham dan langsung masuk ke dalam ruangan Osya.
Kuhela napas, dan mulai bergulat dengan pekerjaan. Ada email yang harus segera kubalas terkait undangan meeting dari sebuah perusahaan untuk Osya.
Tidak lama, lift berdenting membuatku menoleh dan melihat Osya keluar dari sana. Tanpa bisa kutahan kupasang wajah cemberut, membuat langkahnya terhenti ketika mencapai mejaku.
"Ada apa, Kayya?" tanyanya dengan kening berkerut.
"Ada tamu di ruangan kamu," jawabku sambil menutup laptop.
"Ayres?" terkanya. Aku mengangguk.
Osya tersenyum, kemudian menunduk untuk mendekatkan wajahnya denganku.
"Apa kamu ingin melakukannya sekarang?" tanya lagi sambil tersenyum miring.
Aku menarik napas dan mengembuskannya perlahan sebelum mengangguk yakin.
"Kalau begitu, kamu harus lebih ramah, Mama Li. Pasang senyummu dan antarkan dua gelas kopi ke ruanganku." Kali ini dia memerintah.
Sebelum dia melangkah keruangan, Osya berbalik lalu berkata lagi, "Kamu yang antar, ngga boleh OB atau OG." Lalu dia masuk dan menghilang ke balik pintu.
*******
Aku berdiri di depan pintu ruangan Osya dengan nampan berisi dua cangkir kopi. Dengan mata terpejam, kurapal doa dan mengumpulkan segenap keberanian dan kekuatan.
Aku sudah bertekad akan membalas segala yang sudah diperbuat Ayres padaku. Dia harus tahu kalau karena perbuatannya aku kehilangan masa muda, cita-cita, dan keluargaku. Dia harus tahu bahwa semua yang telah dilakukannya padaku, sungguh menyakitkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
KAYYA [Terbit]
General FictionKayya kehilangan masa mudanya karena hamil. Dia putus sekolah, diabaikan kekasihnya, tidak mampu mengejar mimpi, dan dibuang keluarganya. Kayya beruntung ada Osya yang iba dan membantunya terus hidup. Ketika dia mau memulai lembaran baru, seseorang...