Osya membuka salah satu dari dua daun pintu di hadapannya, sementara tangan satunya menarik koper besar berisi pakaian milikku dan Li.
Ketika akhirnya pintu terbuka, dia segera meraih Li ke dalam gendongannya dan menggerakkan dagu, mempersilakanku untuk masuk.
Osya memintaku untuk pindah ke rumahnya, dan aku langsung menyanggupi karena aku harus merawatnya, menghabiskan waktu bersamanya, dan berbahagia bersama sampai kami tua.
"Wow! Rumah ini besar sekali!" Li tampak takjub, dia memaksa turun dari dekapan Osya dan menghambur ke tengah ruangan di mana Osya biasa menyambut tamu-tamunya.
"Aku bisa main bola di sini, nih!" Li menggerak-gerakan kaki seakan sedang menggocek bola. Lalu dia kembali menghambur menghampiri Osya.
"Apa aku bakal punya kamar sendiri, Pa?" tanyanya dengan mata membulat.
"Tentu saja!" Osya mengacak rambut Li dengan sayang. "Kamarmu di lantai atas, tepat pada pintu di ujung tangga."
"Asikkk!" Li langsung menaiki anak-anak tangga dengan setengah berlari. "Aku mau liat kamar aku dulu!"
"Hati-hati, Li!" seruku ngeri melihatnya berlarian dengan cepat.
"Dia sepertinya senang sekali, ya?" Osya tersenyum ketika melihat Li menghilang di ujung anak tangga. "Seharusnya dulu kamu enggak perlu pindah dari sini."
Aku mencibir mendengar ucapan Osya. Kan mana aku tau kalau pada akhirnya kami akan berakhir menjadi pasangan seperti ini?
"Keren bangettt!!!"
Itu jeritan Li, aku tidak melihat ekspresinya, tapi aku yakin dia menyukai kamarnya. Osya pasti sudah merenovasi kamar untuk Li.
"Dia senang banget, tuh!" Osya menatapku, wajahnya nampak puas.
Aku tersenyum.
"Nah, sekarang giliran kamu." Osya meraih tanganku.
"Giliran apa?" tanyaku bingung.
"Giliran nunjukkin kamar kamu," jelasnya. Tapi kemudian matanya menyipit dan senyum miring menghias wajahnya. "Apa kita sekamar aja, Mama Li?"
"Mimpi sana!" semburku sambil menggerakkan tanganku dengan kencang hingga genggamannya terlepas.
Lalu dengan langkah yang sengaja kusentak-sentak, melangkah menuju salah satu sudut.
"Kamu mau kemana?" tanya Osya.
"Kekamarku!" ketusku.
"Memangnya ...."
"Aku tau!" jawabku kembali ketus sebelum Osya menyelesaikan kalimat.
Aku yakin, Osya akan menempatku di kamarku dulu. Kamar saat pertama kali dia membawaku ke rumahnya. Kamar itu ada di salah satu sudut di ruangan besar ini.
Begitu tiba di depan pintu kamar, aku terdiam menyadari sesuatu yang tergantung di daun pintu.
WELCOME HOME, KAYYA
"Welcome home, Sayang ...." Tiba-tiba suara Osya terdengar berbisik tepat di telingaku.
Aku berbalik dan menemukannya sedang menunduk menatapku dengan wajah bahagia.
Osya meraih kenop pintu dan membukanya.
"Aku hanya akan membawa kopermu ke dalam," katanya sambil mendahuluiku memasuki kamar.
Aku mengamati langkahnya, ragu untuk masuk.
"Masuk!" Osya seakan memberi perintah.
Aku mengerucutkan bibir sebelum akhirnya masuk juga ke dalam kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
KAYYA [Terbit]
General FictionKayya kehilangan masa mudanya karena hamil. Dia putus sekolah, diabaikan kekasihnya, tidak mampu mengejar mimpi, dan dibuang keluarganya. Kayya beruntung ada Osya yang iba dan membantunya terus hidup. Ketika dia mau memulai lembaran baru, seseorang...