27 (Ayres)

9.6K 968 73
                                    

Aku meneguk kaleng bir ketiga. Kalau aku mau, masih ada dua kaleng lagi--dalam plastik kresek--yang bisa dihabiskan malam ini.

Duduk lesehan di atas aspal sendirian di salah satu pojok roof top rumah sakit, bersandar pada dinding, dengan berselonjor dan ditemani berkaleng-kaleng bir, aku mencoba lari dari kenyataan.

Sebagai seorang dokter aku tahu bahwa tidak baik minum minuman keras. Tapi, tiga atau empat kaleng bir tidak akan membuatku mabuk. Lagi pula aku juga sedang tidak ada praktek. Sepenuhnya hanya manusia biasa malam ini.

Manusia biasa ... yang sedang patah hati.

Hari ini, wanita yang paling kucintai hampir seumur hidup, berhasil membalaskan dendamnya padaku dengan cara yang paling menyakitkan.

Dia menikahi orang lain, bukan aku.

Oke, mungkin dia memang tidak akan pernah mau kembali dan menikah denganku. Karena kesalahan fatal yang pernah kulakukan dulu. Tapi tetap saja, menikah dengan orang lain?

Tidak ada pembalasan yang bisa lebih kejam dari itu.

Aku menengadah dan menemukan langit dengan gugusan bintang yang luar biasa indah malam ini. Tapi tetap tidak dapat menyembuhkan luka di hati.

Kuhela napas kasar sebelum kembali meneguk bir yang belum habis di kaleng ketiga. Membayangkan kembali bagaimana tadi, Kayya, berjalan dengan gaun pengantin bermahkota bunga, membuat hatiku kembali teriris.

Perempuan tercantik paling tegar yang pernah kulihat.

Tanpa kusangka, dia menatapku ketika sedang melangkah menuju mempelai lelakinya. Kami beradu pandang selama sekian detik, sehingga aku mau tidak mau memberikan senyum setulus yang kubisa. Aku mencintainya namun pernah menyakitinya. Jadi hal terbaik yang bisa kulakukan untuk menebus dosa adalah, mengizinkannya bahagia dengan lelaki lain. Benar, kan?

Aku terkesiap dan merapatkan tubuh ke dinding pembatas ketika mendengar ada yang membuka pintu.

Setengah mengintip, kembali tersentak dan menahan napas, ketika menyadari sepasang manusia yang saat ini turut menjadi bagian roof top rumah sakit. Mereka duduk di atas bangku yang terbuat dari semen dan beton, sama sekali tidak menyadari kehadiranku.

Tempat di mana aku duduk memang agak gelap. Sebuah pot tanaman besar berada di sisi tubuh, yang sedikit banyak menghalangi pandangan mereka. Jadi, aku juga sedikit tidak peduli dengan kehadiran mereka berdua selama tidak mengusik.

Ah ... mungkin aku sudah setengah mabuk. Kupandangi kaleng bir di tangan, lalu merutuk dalam hati.

"Kalau operasi dan pengobatanku berhasil, aku janji akan membawamu ke tempat yang paling indah untuk menebus bulan madu kita yang tertunda."

Suara seorang pria yang terdengar familiar berkata dengan nada suara meyakinkan namun getir.

"Aku enggak sabar banget menunggu hari itu, Sya ...."

Itu suara ... Kayya?

Aku sedikit mencondongkan tubuh, menyipitkan mata mencoba memastikan apakah benar itu Kayya?

Dan benar! Itu Kayya berbalut coat putih, bersama Osya masih berkemeja putih.

Tiba-tiba keduanya berseru nyaris bersamaan.

"Bintang jatuh!"

Mau tidak mau aku turut melempar pandangan ke langit. Benar-benar sebuah bintang jatuh.

KAYYA [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang