13 (Osya)

13K 1K 121
                                    

Ada yang Kayya tidak ketahui selama hampir sembilan tahun kami bersama. Bahwa selama aku bersamanya juga Li, setiap ucapan sayang, setiap kecupan, rangkulan, dan senyum bahagia untuk mereka, bukanlah sebuah sandiwara.

Aku mencintainya. Bahkan aku sudah menyukainya, jauh sebelum aku menemukannya di pinggir jalan dalam keadaan menyedihkan yang dramatis.

Kayya---Ketika dia melakukan semua kemesraan sebagai sebuah drama, aku justru menghayati dan menikmatinya sepenuh hati.

Aku menyayangi Kayya dan Li dengan seluruh hati dan jiwaku. Aku rasa, hidupku akan menjadi hampa tanpa keberadaan mereka.

Merekalah yang menjadi alasanku masih berada di sini dan mencoba bertahan hidup selama yang aku bisa. Aku akan hidup dan memiliki umur sepanjang yang aku bisa, hanya untuk mereka.

Dulu, ketika aku menemukannya di kerumunan anak-anak baru di sekolah menengah atas. Bola mata kecokelatan indah miliknya, langsung mencuri atensiku. Ketika dia mulai memperkenalkan diri di acara perkenalan murid baru, sikap malu-malunya sudah mencuri perhatianku.

Gadis dengan bibir belah itu, dengan pongahnya duduk di hatiku. Tanpa basa basi, tanpa bisa kuhentikan. Aku menyukainya, sejak pertama kali kami bertemu.

Tapi aku tidak boleh egois. Sebuah cinta haruslah memiliki umur yang panjang dan bisa terus bersemi sampai tua dan renta. Aku ragu, apa bisa membahagiakan sampai dengan masa tuanya.

Hingga akhirnya pada bulan-bulan akhirku di sekolah, aku mendapat kabar kalau dia sudah berhubungan sengan seseorang. Salah satu dari rombongan siswa-siswa populer, di mana aku adalah bagian dari mereka.

Ayres. Dia berhasil menaklukkan gadisku dengan pesonanya.

Lalu bagaima dengan aku? Kami, hanya saling mengenal sebatas sapaan sopan antara senior dan junior. Kayya-ku, pesonanya hanya mampu kunikmati sebatas kekaguman.

Aku tahu pasti bagaimana Kayya berjuang untuk hidupnya. Aku selalu berada di sampingnya tanpa pernah sejengkal pun meninggalkannya. Aku tahu bagaimana dia menderita demi mempertahankan janinnya, serta betapa hancurnya dia ketika diusir dari rumah. Juga ketika beberapa kali Kayya  kembali ke rumahnya untuk bersujud ampun di hadapan ayahnya, dan kembali ke sisiku dengan linangan air mata.

Aku ada di sana untuk memeluknya, sebagai tempatnya bersandar.

Aku juga hafal sakit hatinya pada Ayres. Sakit hati karena orang yang dia sangat percaya, cintai, dan dipikir akan berjuang bersama, justru tidak menginginkannya. Kayya hancur. Kecewa.

Aku tahu, karena aku selalu berada di sisinya di tiap malam, ketika isak tangisnya, nyaris tak bersuara.

Aku tetap mencintainya yang sudah tidak lagi sempurna, sayangnya ... dia tidak tahu.

Tidak mengapa. Cukup dengan diizinkan untuk selalu berada di sisinya saja, rasanya sudah sangat bersyukur.

Hingga suatu hari, tanpa sengaja aku bertemu lagi dengan cintanya. Di rumah sakit. Seseorang yang seharusnya bisa membahagiakan Kayya, tapi tidak dilakukannya.

Ayres--- Dia tersenyum, ketika aku justru merasakan pahit dalam hati. Si pengkhianat yang mengkhianati Kayya-ku.

Ketika kami berbincang sebagai bagian dari observasi kesehatan dan juga reuni teman lama, aku sengaja menyebut nama Kayya dengan lantang.

"Lo ingat Kayya?" tanyaku saat itu, mengalir begitu saja sehingga kegiatannya memeriksa bagian dadaku dengan stetoskop terhenti.

Ayres menatapku dengan pandangan sendu yang tidak pernah kuharapkan.

"Gue tau Li. Dia satu sekolah dengan anak kakak gue. Li, anak gue." Suaranya bergetar ketika mengucapkan nama Superman kecilku. "Tapi gue enggak pernah ketemu Kayya lagi." Getir.

KAYYA [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang