"Apa lagi sekarang, Osya?" desisku sepelan mungkin.
"Kejutan," jawabnya tidak kalah pelan tanpa melihat ke arahku.
Tangannya masih juga merangkulku. Membuatku merasa tidak nyaman karena semua mata memandang kami penuh selidik.
"Sebentar, Pak! Pengumumannya ditunda dulu." Rose menginterupsi sambil menatap layar ponsel. Sepertinya ada pesan yang masuk di sana.
Lalu dia menatapku dengan senyum aneh yang terkulum. Kembali menyelipkan ponselnya ke dalam saku.
"Maaf ya, Pak, sebentarrr aja." Rose tersenyum ke arah Osya, lalu ke arahku. Kakinya melangkah tergesa ke arah pintu. Aku mengikuti langkahnya dengan mataku.
Aku hanya dapat melihat sebagian dari punggung Rose ketika dia sepertinya sedang berbicara dengan seseorang di balik pintu. Tidak berapa lama dia berbalik dengan sebuah buket bunga yang cukup besar dalam dekapannya. Sontak ruangan menjadi heboh demi melihat mawar merah sebanyak itu.
Osya menarik tangannya dari pundakku dan menatap buket dalam dekapan Rose penuh selidik, tidak jauh berbeda denganku yang penasaran.
Dengan senyum merekah Rose menyerahkan buket itu padaku.
"I don't know who, Mba," katanya ketika aku mengangkat sebelah alis meminta penjelasan.
Aku memperhatikan buket yang saat ini sudah berpindah tangan ke genggaman.
Jujur, sudah lama aku tidak menerima bunga. Terakhir kali, dulu. Saat masih sekolah menengah atas, setangkai mawar merah yang Ayres berikan di hari ulang tahunku. Setelah itu tidak pernah lagi ada bunga.
Oh, ternyata ada sebuah kartu ucapan di antara tangkainya. Aku bermaksud mengambil kartunya, tapi buket ini cukup besar sehingga aku kesulitan ketika harus memegangnya dengan satu tangan.
Dengan penuh inisiatif, Osya mengambil buket dari tangan dan menyerahkan kartu kecil itu padaku. Aku mengangguk tersenyum dengan penuh terima kasih.
Penuh rasa penasaran, aku membuka kartu, dan di detik selanjutnya, lidahku langsung terasa kelu ketika membaca isinya.
I lost you once, and I'm not going to lose you again, coz a life with you will have some thorn, but a life without you will have no roses.
Happy birthday, dear Kayya.
-A-A? Ayres?
Aku mengangkat kepala, kosong. Ruangan Osya, kosong. Kapan semua karyawan keluar dari ruangan? Hanya ada Osya yang masih berdiri di hadapanku dengan buket mawar di tangannya. Keningnya berkerut, matanya menyipit menatapku.
Dalam seketika, aku merasa panas menjalar bercampur dengan aliran darahku. Kepalaku serasa berputar dengan detak jantung yang tidak karuan. Napasku juga terasa pendek-pendek. Aku merasa lelah dan marah.
KAMU SEDANG MEMBACA
KAYYA [Terbit]
General FictionKayya kehilangan masa mudanya karena hamil. Dia putus sekolah, diabaikan kekasihnya, tidak mampu mengejar mimpi, dan dibuang keluarganya. Kayya beruntung ada Osya yang iba dan membantunya terus hidup. Ketika dia mau memulai lembaran baru, seseorang...