[02]

7.9K 1.1K 94
                                    

Lantunan suara merdu menggema di seluruh penjuru sekolah. Bel pulang sekolah, suara penyelamat bagi para murid. Semua orang berhamburan keluar kelas setelah membereskan peralatannya.

Kegiatan klub, pergi hang out, kegiatan kelompok, namun ia tidak peduli. Masih enggan beranjak dari tempat duduk, seolah bokong diberi perekat. Sementara alat tulis dan buku masih berserakan di atas meja. Gadis itu menghela napas, terus mengulanginya beberapa kali. Bibir mungilnya menggerutu sebal, menyesali betapa bodoh dirinya yang menerima permintaan kepala sekolah botak.

Tapi, yah. Apa boleh buat? Sudah terlanjur mengiyakan. Dengan berat hati, ia coba mengusir rasa malas. Memasukkan asal peralatannya ke dalam tas dan segera menuju ruang klub voli.

•••

Matanya menelisik ruangan dengan papan tanda klub voli. Kosong. Tak ada seorang pun di dalam. Ia mengerutkan kening, mencoba berpikir di mana mereka saat ini. Hari ini, klub voli ada jadwal latihan, jadi tidak mungkin anggotanya sudah pulang.

Sambil memandangi ruangan yang sama sekali tidak rapi itu, ia berjalan masuk ke dalamnya. Ceroboh sekali tidak mengunci pintu, pikirnya. Tunggu dulu, klub voli sedang ada jadwal latihan hari ini. Itu berarti, mereka sedang berada di gym. Aish, bodohnya. Mana mungkin juga mereka berlatih di ruangan sekecil ini?

Lalu gadis itu menutup rapat pintu dan balik arah menuju gym yang untungnya tidak terlalu jauh dari ruang klub.

Ia agak ragu, masuk atau tidak. Membayangkan bagaimana orang-orang di klub voli. Apa menyenangkan atau menyebalkan? Ah, persetan dengan itu. Setelah mengambil napas, ia mendorong pintu. Menimbulkan decitan akibat engsel yang sudah berkarat.

Aktivitas di dalam berhenti, atmosfer mendadak canggung saat seluruh pasang mata mengarah kepadanya.

"Apa kalian dari klub voli?"

Pertanyaan bodoh. Mana ada orang yang tengah berlatih voli disebut sebagai seorang penari balet.

Seorang gadis berkacamata dengan rambut hitam menghampiri [name] yang masih berada di ambang pintu.

"Iya, ada perlu apa kemari?" Suaranya terkesan dingin, namun [name] tak mempedulikan hal itu.

"Kepala sekolah memintaku menjadi tutor kalian. Aku hanya ingin menyampaikan hal itu."

Gadis yang sepertinya kakak tingkat itu mengangguk. Rupanya cantik, [name] kira klub voli itu berisi laki-laki dekil yang serampangan, tapi pemikiran itu terenyahkan sekarang.

Ekor mata gadis itu melihat seorang pria dengan rambut acak-acakan dengan kacamata bertengger di hidungnya. Terkesan lugu. Itu Takeda-sensei, pembimbing klub voli.

"[Last name]-san? Wah, kau sudah datang rupanya. Kami sangat terbantu akan kehadiranmu," sapanya berlebihan, pasalnya gadis itu bahkan belum membantu apapun.

"Silahkan perkenalkan dirimu," lanjutnya.

Niat ingin segera pergi kandas begitu saja. Ia berusaha mengatur mimik wajah supaya terlihat ramah. "[fullname], kelas 1-5. Murid sial yang diminta kepala sekolah menjadi tutor kalian," katanya. Pada akhirnya, nada ketuslah yang ia keluarkan.

"Oh, kalian yang waktu itu," kata [name] agak terkejut saat melihat sosok berambut oranye dan pemuda yang bertabrakan dengannya waktu itu. Hinata tersenyum antusias, sementara Kageyama memberi respon biasa saja.

"[name]-chan?"

"Well, Yachi? Kau salah satu anggota klub voli? Kukira klub ini hanya berisi anak laki-laki."

HIDE AND SEEKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang