[30]

2.9K 520 47
                                    

Jemarinya sibuk mengaduk-aduk mug berisi cairan berwarna cokelat yang masih tampak mengeluarkan sedikit kepulan uap—membuat gambar yang tadinya dilukis di sana hilang, menyatu dengan cairan pekat yang kini nampak sedikit cerah.

Bosan, hal itu mungkin dapat dilakukannya untuk mengisi waktu. Seringkali maniknya menoleh menatap arloji yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Di mana si menyebalkan itu? Lama sekali. Aku sampai berjamur menunggunya.

Sesekali disesap, lidahnya mendeteksi rasa manis dan pahit khas kopi saat cairan itu masuk ke dalam rongga mulutnya. Bibirnya tersenyum kecut, ia sudah menghabiskan tiga cangkir latte di sini. Sedikit menyimpang dari kebiasaannya meminum matcha. Ya, ia butuh banyak kafein untuk menghilangkan rasa kantuknya sekarang.

Suara kursi diseret membuyarkan lamunannya, ia menoleh dan melemparkan senyum masam pada sang pelaku. "Jet lag?" Tanyanya dengan raut tak berdosa. Ia lantas mendudukkan bokongnya di sana, lalu mengambil mug yang tersisa setengah isinya—meminumnya sampai habis tanpa permisi. Membuat gadis yang berada di hadapannya mendecakkan lidah dan membuatnya dihadiahi tatapan tajam.

"Wah, sopan sekali," kekehnya sinis, tapi tak diacuhkan oleh pemuda yang duduk di hadapannya.

Seharusnya pemuda itu tidak bertanya, perbedaan waktu antara Tokyo dan London lumayan jauh. Membuat gadis itu semakin pusing saja.

Gadis itu berdiri, lalu melemparkan tas selempangnya pada sang pencuri latte. "Mau ke mana?" Tanya pemuda itu—refleks menangkap tas yang dilemparkan tadi.

Yang ditanya mendengkus, "Toilet," balasnya singkat. Pemuda itu mengangguk, kedua matanya jelas melihat tiga mug kosong di atas meja. Sudah pasti perut gadis itu kembung dan ingin segera buang air kecil, pikirnya.

Gadis itu berjalan agak tergesa, terkutuklah Seijuro yang sudah membuatnya menunggu lama dan berakhir dengan meminum dua setengah mug latte—yang terus dipesan secara tak sadar.

Ia membasuh kedua tangannya setelah selesai dengan panggilan alamnya. Tampilannya lebih baik dibandingkan waktu lalu. Ia menghela napas berat, lalu segera pergi meninggalkan toilet menuju kembali ke tempat duduknya.

"Lama sekali."

Gadis itu merampas kasar tasnya, lalu berucap sinis pada Seijuro yang sedang menompang dagunya dengan tangan. "Tidak selama aku menunggumu."

"Baiklah, maaf, itu memang kesalahanku," ujarnya enteng. "Jadi, mau beristirahat dulu atau langsung ke sana?"

Bibirnya terbuka, mengucapkan dengan sangat yakin, "Langsung saja."

"Kau yakin?"

"Apa terlihat meragukan di matamu?" Gadis itu lantas berdiri, lalu menarik koper besar di sampingnya. Sementara Seijuro hanya tersenyum. Adiknya sudah tumbuh besar sekarang, dan semakin sering melawan perkataannya. Ia jadi rindu kepolosannya.

"Ikuti aku, sopir sudah menunggu di depan," titahnya. [name] mengangguk, tangan Seijuro mengambil alih menarik kopernya.

Sepanjang perjalanan, gadis itu hanya menompang dagu. Kedua belah bibirnya terkatup diam, sementara kedua iris matanya sentiasa melihat pemandangan luar yang terhalang kaca.

"Kau sudah berpamitan dengan teman-temanmu?" Tanya Seijuro yang duduk di sebelahnya, memecah keheningan.

"Tidak. Aku tidak berpamitan. Lagi pula, permainan belum usai. Sembunyi dan temukan, benar 'kan?" Ia terkekeh, menjawab pertanyaan yang ingin dihindarinya itu. Posisinya tak berubah, masih senantiasa menompang dagu dan menatap pemandangan luar.

"Dasar keras kepala. Bilang saja kau tak sanggup mengucapkan perpisahan," ucap Seijuro lagi, membuat rahang gadis itu mengeras, mencoba menahan amarah. Tapi sialnya, apa yang dikatakannya itu tadi benar.

HIDE AND SEEKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang